Mohon tunggu...
Sapri Pamulu
Sapri Pamulu Mohon Tunggu... profesional -

Ngeblog untuk belajar menulis dan berbagi. Peneliti paradigma strategi tentang kapabilitas dinamis yang menentukan keunggulan bersaing dan kinerja organisasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

100 Hari Pertama: SBY-JK 65% dan SBY-Boed 55% - Kisah Baik dan Kisah Buruk

25 Januari 2010   01:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_60377" align="alignleft" width="300" caption="SBY-Boediono/admin (KOMPAS)"][/caption] Menjelang 28 Januari 2010 yang merupakan tonggak 100 hari pertama dari pemerintahan SBY-Boediono, lembaga sigi "Indobarometer" merilis hasil survei tingkat kepuasan publik sebagaimana hasil ringkasnya dapat ditebak dari judul yang dilaporkan Kompas 24 Jan 2010: 100 Hari Pertama, Tingkat Kepuasan terhadap SBY Turun. Konon masa bulan madu SBY dengan masyarakat sudah berakhir, dan akhirnya tingkat kepuasan pun memudar menjadi 75% untuk SBY dan malah wakil presiden hanya dipercayai oleh 40% publik saja.  Hasil yang dirilis ini merupakan bagian dari hasil survei tentang "Kasus Century di Mata Publik" dilakukan Indobarometer di 33 provinsi se Indonesia dengan 1200 responden yang menggunakan dengan metode multistage random sampling dengan margin of error 3%. Kasus Century menjadi kambing hitam yang menyelimuti program dan kinerja pemerintahan SBY-Boediono pada 100 hari pertama. Hasil Indobarometer itu sebenarnya bukanlah hal yang baru dan tak terduga, karena Litbang Kompas juga telah mengadakan survei sejenis pada bulan Desember 2009 dan dilaporkan Kompas 21 Jan 2010: Pedang Bermata Dua yang Menikam. Hasil Kompas juga menyebut kasus Century yang berdampak paling besar terhadap melumernya kepuasan publik terhadap SB, selain menguatnya kewenangan DPR, peran media massa, dan publikasi buku "Membongkar Gurita Cikeas" yang juga berperan dalam membentuk opini masyarakat. Buku Aditjondo itu menggerus citra pemerintahan SBY tentang korupsi, melorot banyak dari 38% pada Juli 2009 lalu menjadi tinggal 14% sekarang ini. Yang menarik jika membandingkan tingkat kepuasan publik pada periode yang sama -100 hari pertama- dari pemerintahan jilid 1 dan 2 dari Presiden SBY. Pada Pemerintahan KIB Jilid 1 yang lalu, SBY-JK juga mengalami penurunan yang senada, namun peringkat SBY dan JK tidak terpaut jauh. LSI (Lembaga Survei Indonesia) merilis trend tersebut dengan angka 69% dan 64% untuk SBY dan JK, dan jika diratakan kedua paket presiden dan wakilnya sebagai dwitunggal maka tingkat kepuasan keduanya mencapai 66.5%. Sedang untuk Jilid 2, SBY-Boediono, tingkat kepercayaan antar keduanya cukup renggang, masing-masing 75% dan 40% untuk SBY dan Boediono. Dengan pendekatan yang sama, maka keduanya memperoleh kepercayaan publik sebesar 55,5%. Angka ini berada di bawah angka elektoral (60%) ketika pasangan ini terpilih pada Pilpres lalu. Jika angka perolehan tersebut di atas dolah lagi dengan menggunakan skala SWS, dengan mengurangkan angka positif dan negatif, maka pemerintahan SBY Jilid 1 masih mengungguli Jilid 2 dalam hal pemerolehan angka kepuasan dari masyarakat, dengan angka indikator +30 dan 10 yang diperoleh dari selisih angka plus 66.5-33.5 dan 55.5-45.5 dengan predikat baik dan cukup baik. Hal yang berbeda jika ditelisik sendiri-sendiri masing-masing untuk SBY, JK dan Boediono, karena SBY dan JK masih memperoleh rapor "hitam" dari masyarakat, sedangkan Boediono sebaliknya malah berapor "merah". Pemeringkatan SWS menggunakan skala +50 ke atas sebagai ”sangat baik”; +30 sampai +49, ”baik”; +10 sampai +29, ”cukup baik”; +9 sampai -9, ”netral”; -10 sampai -29, ”agak buruk”; -30 sampai -49, ”buruk”; -50 ke bawah, ”sangat buruk”. Jika dalam 100 hari pertama pada KIB Jilid 1 lalu masalah "internal" seperti ketidaksolidan menteri dll yang menjadi kerikil dalam sepatu kinerja, maka tampaknya untuk bahtera pemerintahan SBY Jilid 2 lebih karena terhadang oleh ombak-ombak eksternal seperti kasus century oleh Pansus, dan buku Gurita Cikeas oleh Aditjondro, padahal modal politik awal yang besar cukup untuk "berlayar" melaju kencang di samudera Indonesia. Atau barangkali seperti judul album lagu ketiga presiden SBY" Kuyakin sampai disana, begitulah pengharapan sang Nakhoda, entah berapa awak kapal yang terguncang dan terhempas, tidaklah menjadi masalah yang berarti, yang penting dapat berlabuh di ujung sana. Bukankah kisah baik dan kisah buruk selalu merupakah drama yang menarik yang menyertai rute pelayaran SBY?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun