Mohon tunggu...
Sapni Alpionika
Sapni Alpionika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Psikologi UPI YAI

Man Jadda wa Jada

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perilaku FOMO, Bahaya atau Bermanfaat ?

9 Januari 2025   20:11 Diperbarui: 9 Januari 2025   20:10 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : google photo

FOMO atau fear of missing out, di mana istilah ini sangat identik dalam penggunaan sosial media. Fenomena ini merujuk pada perasaan individu yang takut akan ketinggalan tren, update, dan informasi untuk terhubung dengan orang lain baik itu keluarga, teman, ataupun influencer yang ada di sosial media. Terlebih di era digital seperti saat ini, semua orang ingin tahu informasi terkini dan tidak ingin ketinggalan informasi. FOMO adalah sebuah fenomena psikologis yang terbentuk dari hasrat untuk terhubung secara sosial dan menjadi bagian dari lingkungan atau kelompok tertentu.

Secara umum, teori motivasi sosial dan teori perbandingan sosial- Leon Festinger sendiri mampu menjelaskan sebagian dari fenomena FOMO. Festinger berpendapat bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan perbandingan dengan orang lain. Sebagaimana kita ketahui, bahwa kita sangat mudah sekali mengetahui informasi kehidupan orang lain dari sosial media yang mereka pakai. Hal ini akan membuat seseorang akan membandingkan dengan kehidupan dirinya dengan orang lain. Meskipun fenomena FOMO ini sendiri sudah ada yang membahas sebelumnya, namun teori-teori yang ada belum sepenuhnya mampu menjelaskan kompleksitas emosional yang muncul di era digital terutama untuk generasi remaja dan dewasa yang aktif dalam menggunakan sosial media.

Berdasarkan teori ekspektasi menurut Eccles, secara teoritis menjelaskan bahwa perilaku individu bergantung pada nilai yang diberikan terhadap sesuatu serta ekspektasi mereka tentang kemampuan untuk mencapainya.
Dalam hubungannya dengan FOMO, sebagaimana telah disebutkan di atas, dapat terlihat seseorang merasa informasi yang ia dapatkan dari sosial media adalah sebuah hal yang bernilai sehingga individu tersebut akan mencari sebanyak mungkin informasi tersebut. Akan tetapi, teori ini tidak menjelaskan mengapa seseorang bisa muncul rasa takut ketika individu tersebut tidak memperoleh informasi yang ingin mereka cari. Selain itu, aspek lain yang belum sepenuhnya terungkapkan adalah mengenai bagaimana FOMO bisa memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan individu secara umum. Harapan akan kesan yang ideal dari kehidupan orang lain melalui media sosial sering membuat orang merasa tertinggal; kehidupan mereka kurang berharga, yang lantas berimbas pada harga diri. 

Keadaan ini berdasar pada teori self-determination theory oleh Ryan dan Deci, yaitu teori tiga kebutuhan dasar agar seseorang bisa berfungsi secara optimal, yaitu kompetensi, otonomi, dan keterhubungan sosial. Media sosial menimbulkan perasaan individu bahwa mereka tidak mendapatkan pengalaman yang sama seperti yang dialami oleh teman-teman mereka. Media sosial memberikan illusi yang kuat bahwa kehidupan orang lain lebih menyenangkan, lebih menarik, dan lebih memuaskan serta merusak sentuhan kebutuhan psikologis ini. Meskipun teori ini menjelaskan dorongan untuk terhubung, teori ini tidak sepenuhnya menangkap intensitas perasaan negatif yang muncul dalam sebuah keadaan tertinggal atau kalah, terutama ketika pengalaman tersebut tidak secara langsung berpengaruh pada kehidupan mereka. Dari berbagai penjelasan, dapat diketahui bahwa fenomena FOMO ini belum sepenuhnya diungkapkan dari teori-teori terkait. Dampak jangka panjang FOMO terhadap kesehatan mental sangat penting untuk diteliti terutama di kalangan remaja yang sangat rentan terhadap tekanan sosial di media digital. Dengan meneliti lebih lanjut mengenai FOMO serta faktor-faktor yang berkontribusi pada FOMO, maka intervensi bisa dirancang lebih efektif dalam mengurangi dampak negatif dari fenomena ini pada kesejahteraan mental.

Referensi :

Festinger, L. (1954). A Theory of Social Comparison Processes. Human Relations,

7(2), 117-140.

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic Motivation and Self-Determination in 

Human Behavior. Springer.

Eccles, J. S., & Wigfield, A. (2002). Motivational Beliefs, Values, and Goals. Annual

Review of Psychology, 53, 109-132.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun