TORAJA DAN SANGTORAYAN
SURAT TERBUKA UNTUK WARGA TANA“Misa kada dipotuo, pantan kada dipomate”-pepatah Toraja.
Secara harfiah pepatah diatas artinya: “satu pendapat membuat kita hidup, banyak ego pendapat pribadi membuat kita mati”. Sekilas pepatah tersebut adalah ungkapan sederhana yang mengajak kita semua untuk senantiasa bersatu dalam menghadapi berbagai macam masalah. Lalu apa hubungan pepatah tersebut diatas dengan judul tulisan ini?
Saya tertarik pada pepatah Toraja ini karena sejak bulan November 2023 sampai akhir Januari 2024, lembaga survei kami, Visi Indonesia Consulting sudah melakukan survei elektoral di Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan III ( Dapil 3) untuk Caleg DPR RI yang meliputi 9 kabupaten di Sulsel yaitu, Kabupaten Pinrang, Sidrap, Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo. Survei yang bertujuan untuk mengukur peluang keterwakilan Calon Anggota legislatif ( Caleg) DPR RI yang berkompetisi memperebutkan 7 kursi ke Senayan. Dalam survei yang hasilnya sudah kami rilis di beberapa media, menunjukkan bahwa, ada relasi antara budaya masyarakat Toraja yang masih kokoh memegang adat, dan “keberpihakan” masyarakat akan pilihan politiknya. Dalam survei yang melibatkan kurang lebih 1500 responden (tahap 1) dan 1200 responden (Tahap 2), dimana 60 % diantaranya sampel kami, berasal dari dua kabupaten dengan karakter pemilih dan budaya yang sama, yaitu Tana Toraja dan Toraja Utara. Ternyata, mitos yang selama ini kami “dengar” bahwa suara Toraja adalah “suara penentu” dalam setiap kontestasi pemilihan di Sulawesi Selatan, ada benarnya.
Di Tana Toraja, kami menemukan “fakta” politik bahwa keberpihakan masyarakat Tana Toraja akan kecenderungan pemilih lebih mudah bersatu pada pilihan berbasis suku mereka, lebih tinggi daripada daerah lain di Sulawesi Selatan, khususnya di Dapil Sulsel III. Saat kami mengambil sampel di Tana Toraja dengan metode multistage random sampling, kami melakukan uji elektabilitas terhadap Caleg DPR RI berbasis dan asal suku Toraja, kami menawarkan nama-nama Caleg yang bertarung di Dapil Sulsel 3 secara terbuka, dengan salah satu pertanyaan kunci “ Apakah anda akan memilih orang dari daerah anda, atau orang dari luar Tana Toraja? Hasilnya, 79,8% masyarakat Tana Toraja menginginkan putra daerah yang bisa mewakili aspirasi mereka ke Senayan. Sisanya memilih orang luar, itupun mereka memilih nama-nama yang memiliki ikatan kekerabatan dengan nama Toraja, baik yang tinggal di dua kabupaten suku Toraja, maupun yang menyebar di 7 kabupaten lainnya di Dapil Sulsel 3 DPR RI.
Hasil ini kami temukan dalam uji elektabilitas figur dan peluang keterwakilan partai politik di Dapil Sulsel 3 untuk DPR RI. Misalnya dari Partai Nasdem, dalam temuan survei kami sudah mengamankan dua kursi. Nasdem suara tertinggi masih di dominasi oleh nama dari luar Tana Toraja yaitu secara prosentatif posisi pertama masih di pegang oleh Rusdi Masse ( Sidrap ) menyusul nama-nama yang bersaing di kursi kedua yaitu Putri Dakka ( Luwu Utara ) dan Aslam Patonangi ( Pinrang). Lalu dari Partai Gerindra, sudah mengamankan satu kursi. Dari Gerindra, ada dua nama yang berpeluang lolos ke Senayan, yaitu di posisi elektoral pertama masih incumbent, La Tinro La Tunrung ( Enrekang) menyusul Unru Baso (Luwu). Dari Partai Demokrat, ada Dewi Sartika Pasande yang memiliki tingkat elektabilitas tertinggi di partainya, menyusul di bawahnya ada Dhevy Bijak. Dewi Sartika adalah seorang pengusaha nasional berdarah Toraja kelahiran Makassar 02 Januari 1975. Dewi menjadikan basis utama suara dan wilayah kerja utama pemenangannya di Luwu Raya.
Selanjutanya dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB ), yang berpeluang, ada Irwan Hamid yang bersaing dengan Amran. Keduanya juga, bukan mewakili representasi warga Tana Toraja. Demikian juga dari Amanat Nasional ( PAN ) ada Muslimin Bando ( Enrekang )yang paling berpeluang. Untuk PDI P, suara personal Sarce Bandaso belum bisa terimbangi oleh suara calon internal lain di PDI P untuk mengamankan satu kursi. Titik lemah PDI P karena pada periode Pileg kali ini salah satu kader terbaik PDI P, Yakobus Mayong Padang tidak ikut berkompetisi, dan tidak ada Caleg lainnya yang mampu mengikuti model kerja elektoral sebaik Yakobus Mayong Padang, sehingga peluang bagi PDI untuk meraih kursi pada periode ini nyaris sangat kecil. Untuk menembus angka suara aman partai 135.000-150.000 suara, sangat berat dengan komposisi Caleg PDI P saat ini.
Di Golkar sendiri, nama yang muncul di survei Lembaga kami, secara elektoral, masih M.Fauzi cukup kokoh di basisnya di Luwu Utara, tapi bukan hal yang mustahil untuk adanya pergeseran peluang di sisa waktu sebelum hari pemilihan 14 Pebruari 2024. Peluang incumbent juga menjadi lebih tipis di bandingkan kontestasi Pileg pada tahun 2019 lalu. Karena untuk meraih suara maksimal di basisnya di Luwu Utara secara khusus, dan di Luwu Raya secara umum karena saat ini, setidaknya ada 23 Caleg “wija to Luwu” yang ikut kontestasi Pileg 2024.
Lalu dari mana peluang Welem Sambolangi? Saat tim kami melakukan survei tahap 2 dengan melibatkan 1200 responden, kami menguji di lapangan, 4 nama yang secara basis berasal dari suku Toraja dan memang merupakan putra daerah asli Tana Toraja, yaitu Herman Opy Sanda ( PDI P), Frederik Kalalembang ( Demokrat), Nicodemus Biringkanae ( Nasdem), dan Welem Sambolangi. Tiga nama yang kami sebutkan diawal, secara elektoral di hasil survei kami, tidak memiliki peluang di partainya masing-masing. Tersisa, Welem Sambolangi yang secara elektoral mendekati posisi incumbent dari Golkar, yaitu Muhammad Fauzi. Fauzi di posisi elektabilitas 4,6%, sementara menyusul Welem Sambolangi di posisi 4,2%. Dari sisi inilah peluang untuk warga Toraja, khususnya perwakilan Kabupaten Tana Toraja bisa menempatkan wakilnya ke Senayan pada pemilihan 14 Februai 2024. Dari data Komisi Pemilihan Umum ( KPU ), ada 196.548 pemilih khusus Kabupaten Tana Toraja, dan sejumlah 176.720 pemilih Toraja Utara. Jika Welem Sambolangi mampu memaksimalkan suara di Toraja Raya, khususnya di Tana Toraja, maka peluang untuk lolos ke Senayan sangat terbuka. Sementara, Putra Daerah Tana Toraja lainnya, memiliki jarak elektoral dengan pesaing internal di partainya sangat tinggi, sehingga nyaris tidak memiliki peluang untuk mengejar dan mengamankan kursi di partainya.
Kembali ke judul tulisan diatas, “Welem Sambolangi : Peluang Terakhir Tana Toraja ke Senayan” adalah fakta politik yang beririsan dengan karakter Sangtorayan yang selalu mengutamakan persatuan jika berurusan dengan kepentingan daerahnya. Dan jika masyarakat Tana Toraja benar-benar menjalankan pepatah diatas, maka bukan hal yang sulit untuk mendudukan perwakilannya di Senayan pada periode 2024-2029. Di data kami, terakhir Tana Toraja memiliki perwakilan di Senayan pada periode 2014-2019, yaitu Markus Nari.
Atas dasar alasan ilmiah tersebut diatas, saya menulis surat terbuka ini dan menyampaikan kepada seluruh warga Tana Toraja, bahwa sesuai dengan basic pengetahun kami dan ilmu survei, jika margin error sudah di bawah 3%, dan tingkat kepercayaan sudah diatas 95%, maka kami bisa simpulkan bahwa Tana Toraja hanya tersisa satu peluangnya untuk memiliki wakil di Senayan pada periode 2024-2029, yaitu Calon dari Partai Golkar, Welem Sambolangi. Kami bisa simpulkan bahwa, jika warga Tana Toraja tidak bekerjasama mendorong salah satu figur saja di sisa waktu sebelum hari H, bisa dipastikan, Tana Toraja akan kosong lagi di Senayan pada periode kali ini, sebagaimana periode sebelumnya (2019-2024) Tana Toraja tidak memiliki perwakilan di Senayan. Jika falsafah “Misa kada dipotuo, pantan kada dipomate”, tidak lagi di pegang oleh warga Tana Toraja, maka 196.548 suara warga Tana Toraja yang terdaftar di DPT akan menjadi milik orang luar Tana Toraja.