Mohon tunggu...
Sapar Diyono
Sapar Diyono Mohon Tunggu... profesional -

Komunitas Peduli Lingkungan, Alumni Fakultas Kehutanan UGM http://sapardiyono.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mutung dan Pendidikan Politik

2 Oktober 2014   22:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:36 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412238526837213337

[caption id="attachment_326922" align="alignnone" width="624" caption="kompas.com. ricuh di sidang paripurna DPR"][/caption]

Mutung dan Pendidikan Politik

Mutung adalah sebuah istilah dalam bahasa jawa untuk menggambarkan sikap  jengkel seseorang yang tidak mau melanjutkan upaya yang diharapkannya  karena terganjal oleh sesuatu hal. Dalam Bahasa Indonesia istilah Mutung ini  hampir sinonim dengan Ngambek. Ngambek atau mutung dalam Bahasa Jawa ini sering kita jumpai pada anak-anak yang mempunyai keinginan tapi untuk sementara waktu belum dipenuhi oleh orang tuanya. Sekalipun demikian sikap ini juga acapkali dipertontonkan oleh para orang dewasa juga.

Dalam tradisi  politik sikap mutung ini ternyata mempunyai istilah keren yang disebut Walk Out atau disingkat WO, yaitu tindakan politik para anggota dewan yang meninggalkan sidang paripurna karena usulannya tidak diakomodir oleh forum.  “Karena Usulan fraksi kami, yaitu Pilkada langsung dengan 10 opsi perubahan tidak diakomodir, maka kami akan walk out dari sidang ini”  demikian seru Juru bicara Partai  Demokrat  dalam sidang paripurna penetapan UU Pilkada beberapa waktu yang lalu.

Demikianlah akhirnya masyarakat Indonesia menyaksikan secara langsung bagaimana tradisi walk out atau mutung tadi dipertontonkan sebagai salah satu pendidikan politik  bagi kita   semua rakyat Indonesia.  Anehnya seolah menjadi Modus,  10 hari kemudian  masyarakat Indonesia kembali memperoleh pendidikan politik  mutung yang sama kala para anggota  Dewan yang terhormat melakukan sidang  pada hari pertama yaitu pada hari yang sama ketika mereka dilantik, yaitu kala mereka rapat paripurna untuk menentukan formasi pimpinan Dewan. Fraksi PDIP, PKB, Nasdem dan Hanura kembali mutung dan mengambil langkah walk out. Sebuah tontonan  yang tidak mengenakkan bagi rakyat mengingat sebelumnya diwarnai aksi teriakan-teriakan dan suasana gaduh.

Ooh,.... ternyata para pemimpin boleh mutung ya? Tapi kenapa kok kalau rakyat tidak diperbolehkan? .  Dalam terdisi pemilihan,  kita juga sering mendengar anjuran atau larangan bersikap Golput.  “ Jangan Golput, karena Golput adalah sikap yang tidak bertanggung jawab”. Demikian   kita sering mendengar  anjuran  dari para caleg,  pimpinan partai dan para penyelengara pemilu. Sikap Golput sendiri  sebetulnya adalah sikap ngambek atau mutung dari sebagian rakyat yang kecewa kepada para kontestan pemilu yang bekerja tidak seperti yang diharapkan. Sungguhpun demikian kita semua memahami bahwa sikap Golput tidak akan memecahkan persoalan.

Permasalahannya adalah mengapa kalau rakyat diharap-harap dan imbau- imbau supaya tidak mutung atau tidak Golput, sementara para penganjur kebajikan itu justru dengan mudah mengambil sikap mutung itu?. Dalam istilah hukum pidana kita sering mendengar sindiran “ hukum itu seperti pisau, tajam dibawah.” Artinya untuk menggambarkan bahwa hukum yang berlaku sekarang tidak adil karena hanya berlaku untuk orang-orang kecil saja dan tebang pilih.

Lha  terus siapa sesungguhnya yang tidak konsisten?.  Rakyatnya atau para pemimpinnya? Padahal dalam setiap kontestasi pasti ada yang kalah dan ada yang menang, sehingga jargon yang selalu diusung adalah “Siap Kalah dan Siap Menang” apapun harus legowo.

Mutung, Ngambek , Walk Out dan Golput, adalah beberapa istilah yang mirip dan hampir sepadan, apapun itu keempat  istilah tersebut mempunyai konotasi  negatif. Siapapun itu harus selalu menjaga diri untuk mengurangi sikap-sikap negatif tersebut.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun