[caption id="attachment_307613" align="alignnone" width="545" caption="Dok.Pribadi. Mural Pemilu di Jembatan layang Janti Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. "][/caption]
Kata ikhlas sering dimaksudkan untuk menjelaskan suasana hati seseorang tanpa mengharapkan imbalan apapun. Kalau dalam ajaran agama Islam, kata ikhlas  sebenarnya adalah salah satu sendi ajaran terpenting. Bahkan tidak ada amal ibadah yang bisa dicatat tanpa niat ikhlas. Semua perbuatan harus ditujukan kepada Tuhan secara murni, bersih, jernih tanpa campuran apapun, juga tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang lain.
Sedangkan kebalikan dari ikhlas adalah Riya’, yaitu melakukan perbuatan dengan tujuan agar dilihat orang atau memperoleh pujian dari orang lain atau bisa juga ingin mendapatkan balasan apapun dari orang lain. Perbuatan apapun yang dilakukan secara riya’ atau tidak ikhlas  maka, perbuatan tersebut tidak akan diterima sebagaI amal ibadah dimata Tuhan.
Kembali ke judul tulisan ini, masih adakah ikhlas? Dalam hingar bingar politik saat ini terlampau sulit kita menemukan orang yang ikhlas, semua perbuatan para politikus selalu bercampur dan punya niatan lain yaitu memperoleh pujian, memperoleh simpati dan ujung-ujungnya memperoleh dukungan.
Sikap tawadhlu atau rendah hati misalnya adalah hal baik yang diajarkan agama, tapi mungkin sekarang bisa bermakna lain. Dulu Pak Dahlan Iskan gemar memakai baju putih sebagai simbol baju sederhana dan merakyat sekalipun beliau kaya raya, maka datanglah simpati masyarakat. Selanjutnya? Sekarang hampir semua politikus memekai baju putih, tak kurang dari Pak Jokowi, Pak Prabowo, Bahkan  Pak ARB sekalipun, baju putih seolah seragam dinasnya. Kesan sederhana tentunya akan lebih memperoleh simpati dari masyarakat. Dan jangan lupa simpati adalah langkah awal dari sebuah dukungan. Bahkan hampir semua politikus saat ini mempunyai tim ahli pencitraaan untuk memperoleh simpati dan dukungan.
Mungkin karena definisi politik salah satunya adalah siapa memperoleh apa? Maka dalam politik selalu bicara kepentingan. Kepentingan seolah menjadi sesuatu yang abadi, koalisi mudah dibentuk, mudah pula dipisahkan ya karena kepentingan itu. Deretan iklan di televisi misalnya, baru-baru ini Pak Yusuf kalla dan Pak Ganjar Pranowo menyampaikan kepada masyarakat lewat iklan tentang pentingnya peran PMI. Kita tentu sangat mafhum tentang betapa pentingnya peran PMI dalam menyelamatkan ribuan bahkan mungkin jutaan nyawa di Indonesia. Tapi apa komentar anak saya yang kelas 6 SD? Pak Yusuf Kalla emang ingin Nyapres ya pak? Emang bisa bersama pak Ganjar?
Mbak Titik Soeharto juga punya acara khusus di SCTV, judulnya “Surat dari Sahabat “ kalau tidak salah. Beliau dalam acara tersebut sangat merakyat dan pantas sekali jadi pembawa acara dalam acara tersebut. Nah kira-kira punya agenda apa ya setelah beliau secara resmi ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPR RI oleh KPU beberapa waktu yang lalu?
Pak Helmy Faisal juga begitu sering nonggol dan menunjukkan betapa berhasilnya capaian pembangunan di kementerian yang ditanganinya. Pak Hari Tanu apalagi bahkan setiap ada jeda.
Oleh karenanya  jangan salahkan masyarakat  jika selalu melihat ada apa dibalik itu semua.  Bahkan yang diucapkan dimuka  kadang yang sebenarnya  terjadi justeru kebalikkannya, contoh kongkritnya adalah para politikus yang sedang terlibat kasus hukum. Hhmmm...siapapun dan partai apapun...
Jadi masih adalah ikhlas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H