Di era yang globalisasi saat ini, media sosial sangat lah penting untuk kita berinteraksi dari yang satu dengan yang lain nya secara on line. Media sosial saat ini sangat memudahkan kita untuk bersosialisai dan berbagi imformasi dengan yang lain, karna media sosial saat ini bukan hanya berinteraksi  dengan orang lain, tapi digunakan saat ini,  sebagai ajang jualan secara on line, memesan makan dan sebahagian kalangan politisi media sosial juga diguna untuk mempromosi kandidat partai dengan cara membuat konten dan membagikan rekam jejak dan memasang iklan.
 Dan  rata-rata pengguna media sosial saat ini adalah generasi milenial kisaran umur 17 -29 tahun, dalam sehari bisa menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam perhari untuk menggunakan media sosial dan setelah berkembangnya media sosial, media sosial bisa digunakan sebagai alat untuk mengubah pikiran pemuda partai politik, ini semua karena seorang pemuda bisa menghabiskan waktu selama 4-5 jam perhari menggunakan media sosial.
Namun kita kaitkan dengan pemilihan umum, saat ini memang tidak bisa dilepaskan dari media sosial, ada keterbatasan bagi media-media tradisional, tidak semua media cetak bisa menjangkau hingga ke pelosok , radio dan telivisi memiliki dampak penting bagi politik karna mudah di cerna oleh masyarakat luas, sedang media sosial bisa dikendalikan oleh konsumen.
Untuk berkampenye di media sosial bukanlah satu cara yang ampuh membuat seorang politisi lebih terkenal dan tinggi elektabilitasnya, karna tidak semua masyarakat mempunyai media sosial, kebanyakan hanya kaum melenial yang rata-rata menggunakannya, tapi seorang politisi juga harus diberangi berkampanye di media cetak dan memasang baliho-baliho di daerah pemilihan masing-masing, agar semua kalangan bisa mengetahui rekam jejak dan visi misi kandidat.
Menurut  Stepi Anriani dalam Buku "Intelijen dan Pilkada" setiaknya ada tiga perbedaan media tradisional dan media sosial yang mempengaruhi hubungan antara media dan politik. Pertama, media sosial memungkinkan aktor politik seperti politisi dan partai untuk membentuk konten sesuai dengan keinginan mereka setelah melalui proses publikasi yang digunakan dalam berbagai bentuk media tradisional. Kedua, warga negara bisa memilih konten, yang bearti mereka bisa menghindari imformasi dan sumber yang mereka tidak setujui. Ketiga, memungkinkan warga negara sendiri untuk membuat dan memublikasikan konten mereka itu sendiri tanpa harus menghadapi biaya yang sangat mahal dan memungkinkan mereka berkomunikasi dan berkomentar lansung kepada aktor politik idolanya.
Namun akhir-akhir ini, banyak konten-konten yang berkampanye di media sosial tidak lagi dengan berkampanye  mengedepankan visi dan misi kandidat yang iya dukung, tapi lebih mengedepankan  kampanye di media sosial dengan cara seperti menjatuhkan calon lain, isu sara dan hoak, maka sangat di sayangkan bagi generasi milenial saat ini yang sering mempergunakan media sosial  akan mempengaruhi pikiran mereka tentang dunia politik.
Profil singkat penulis:
SAPARUDDIN, S.Pd, Aktif di Pemantau Pemilu, menjabat sebagai Sekretaris Umum Komite Independen Pemantau Pemilu ( KIPP) Daerah Pasaman 2013-2016 dan Sebagai Ketua Umum Komite Independen Pemantau Pemilu ( KIPP) Daerah Pasaman 2016 -2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H