Damai secara etimologi berarti tidak ada perang, aman, tentram, tenang tidak ada kerusuhan, tidak bermusuhan, dan hidup rukun, dari kata dasar itu kemudian kita mengenal adanya perdamaian yang merujuk kepada sebuah proses penghentian permusuhan dan perselisihan untuk menciptakan rasa aman, ketenangan dan ketentraman, sehingga terwujud kehidupan yang harmoni.
Keinginan hidup damai merupakan fitrah manusia yang sangat mendasar, tidak ada manusia di dunia ini yang tidak ingin hidup damai, bahkan hingga akhirat pun hidup damai di surga menjadi harapan setiap orang, akan tetapi fitrah itu seringkali dikotori manusia itu sendiri dengan perilaku konflik dan pertumpahan darah, baik disebabkan oleh kepentingan politik, ekonomi, ideologi atau kepentingan-kepentingan lainnya. Dalam catatan sejarah manusia kita ketahui banyak peperangan terjadi di antara bangsa-bangsa di dunia yang telah menelan kerugian yang sangat besar, ironinya banyak pula peperangan terjadi berlatarbelakang agama, padahal agama adalah ranah yang dianggap paling suci pada kehidupan manusia dan agamalah sejatinya yang dominan mengajarkan kepada manusia untuk menempuh hidup damai. Dalam konteks ini tentu kita dituntut bijak mengambil kesimpulan bahwa bukan agama-agama itu yang bertikai tetapi pemeluk agamalah yang saling berebut klaim kebenaran.
Apabila kita mau meneliti dengan cermat pada jejak-jejak kehidupan manusia dalam peristiwa konflik dan damai, maka ternyata ada pola yang terulang secara terus menerus walaupun setting waktu dan pelakunya berbeda tetapi polanya relatif sama, hal tersebut disebabkan karakter manusia yang melekat padanya. Mengenai hal ini seorang  Aunur Rofiq Ph.D. menulis:"Pada dasarnya memang manusia diciptakan dengan membawa dua konsekwensi, pertama sebagai tokoh pelaku perdamaian, kedua sebagai pelaku konflik dan perang, dalam sejarah kehidupan manusia para nabi dari Adam hingga Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya adalah (peace maker)  kelompok kedua ditempati Qabil, Fir'aun hingga Abu Jahal dan generasinya ". (Rofiq, 2012:1).
Sejarah kehidupan manusia memang diseret-seret melalui debu dan tanah, sejak hari dan saat Qabil membunuh saudaranya Habil, sampai hari ini demikian banyak darah telah mengalir tanpa hak. Terbunuhnya Habil di tangan Qabil merupakan darah pertama yang mengalir tanpa berdasar hukum yang telah disebutkan Al-Qur'an dan Bible sebagai peringatan bagi kita untuk selama-lamanya. Hawa nafsu yang sama, yang dahulu bergolak di hati Habil, sekarang pun bisa bergolak dalam berbilang dada manusia, adalah merupakan bara api yang walaupun beribu tahun disirami dengan ajaran cinta, toleransi dan damai tetap tidak pernah mau mendingin (Tahir Ahmad 1984:11).. Di sudut tertentu memang nyaris padam tetapi di sudut yang lain percikan api itu baru saja tumbuh membesar, demikianlah dua konsekwensi manusia sebagai pelaku damai dan perang yang telah disebutkan Aunur Rofiq menemukan titik benarnya.Â
Penelusuran kita pada ajaran agama-agama akan menemukan bukti bahwa Tuhan telah mengajarkan cinta kasih, toleransi dan damai pada setiap ajaran agama secara berulang. Berulangnya ajaran itu diajarkan kepada manusia menjadi pertanda hawa nafsu yang menyebabkan konflik dan pertumpahan darah nyatanya memang tidak pernah padam, prasasti ajaran cinta dan damai itu beberapa bagiannya dapat kita jumpai pada agama  Kristen, Hindu, Budha dan Islam
Ajaran agama Kristen untuk hidup damai dan penuh cinta yang terdapat dalam kitab injil sebagai berikut: (1) semua yang hidup karena pedang ia akan mati karena pedang-Matius 26:51-52. (2) tetapi aku berkata kepadamu:kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang telah menganiaya kamu-Matius 5:43. (3) janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukanlah apa yang baik bagi semua orang, sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung kepadamu hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang, saudara-saudaraku yang terkasih janganlah kamu sendiri menuntut balas, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis pembalasan itu adalah hak-ku, akulah yang akan menuntut pembalasan, tetapi jika musuhmu lapar, berilah dia makan, jika dia haus berilah dia minum, dengan berbuat demikian kamu menupuk bara api dikepalanya-Roma 12:17-21. (4) berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut sebagai anak-anak Tuhan-Matius 5:9. Ajaran cinta kasih dalam agama Kristen telah bermutu tinggi, mencintai dan hidup damai dengan sesama tanpa membedakan merupakan pilihan terbaik yang diajarkan, menghilangkan kebencian sekalipun terhadap musuh, dan kejahatan tidak dibalas dengan kejahatan merupakan ajaran praktis menghilangkan dendam, sementara itu tujuan terbesarnya adalah agar terjadi rekonsiliasi dan hidup harmoni.
Kemudian literasi damai dalam agama Hindu kita jumpai sebagai berikut: Tujuan akhir dari spiritualitas Hindu adalah memperoleh visi tentang kesatuan yang  bersifat non-diskriminatif, kerena setiap bentuk kehidupan sangatlah penting.  Visi ini berkaitan dengan memupuk rasa hormat yang mendalam satu sama lain dan hubungan yang positif antara manusia dan alam (Sundararajan, 2001). Ranganathananda (1968) menjelaskan bahwa cinta dan hormat kepada makhluk lain adalah  buah dari rasa kesatuan yang diyakini umat Hindu (Srimad Bhagavatam), sementara itu  Vaswani (2007) menyebutkan beberapa prinsip penting Hindu: Jalani kehidupan bermoral dengan pikiran dan tindakan yang benar, Kendalikan keinginan dan amarah seseorang, Berlatih ahimsa (non-kekerasan atau non-cedera)Mempromosikan cinta dan kasih sayang serta keadilan.
Selanjutnya kita beralih kepada literasi damai dalam agama Budha, Ajaran Budha mempromosikan pemurnian spiritual melalui pemberantasan  kekotoran batin sampai seseorang mencapai nirwana, yang merupakan pembebasan terakhir dari penderitaan akhir dari siklus kelahiran dan kematian seseorang.  Doktrin Buddha menegaskan bahwa perang, kejahatan dan penderitaan adalah kekotoran batin dan ini perlu diatasi dengan latihan disiplin diri, meditasi, kebijaksanaan dan pencerahan (Sirikanchana, 2001). Buddhisme mengajarkan welas asih dan cinta kasih (Dalai Lama:2001) Kitab Suci Buddha menunjukkan persetujuan Buddha terhadap seseorang yang tidak mau membunuh, bebas dari keserakahan di antara yang tamak. "(The Dhammapada), Budha mendefinisikan welas asih sebagai "perasaan tidak tertahankan saat melihat makhluk lain  dalam penderitaan.
Dalam salah satu tulisannya, Etika untuk Milenium Baru, Dalai Lama (1999) menekankan pentingnya prinsip-prinsip berikut: Sifat manusia pada dasarnya lembut dan tidak agresif, Kedamaian batin adalah karakteristik utama kebahagiaan, akar kebahagiaan adalah perhatian pada kesejahteraan orang lain dan hubungan antarsesama, Seseorang  tidak boleh merugikan orang lain dan harus memupuk sifat kemurahan dan kerendahan hati , Pikiran dan perasaan negatif menyebabkan ketidakbahagiaan dan penderitaan, Ajaran Buddha mengungkapkan bahwa perbudakan materialistis, keegoisan dan keserakahan adalah sumber dari semua ketidakadilan dan karena itu mengajarkan orang untuk memberi lebih banyak, mengambil lebih sedikit, hidup sederhana dan membebaskan diri dari sumber duka (Sirikanchana, 2001).
Ajaran cinta dan damai dalam agama Islam lebih ditegaskan lagi, bahkan bermula dari penamaan Islam saja sudah mengandung arti damai dan kecintaan, karena itu isi ajaran Islam dipenuhi oleh prinsip-prinsip perdamaian, misalnya (1) Hai manusia, Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada-QS 49:13, (2) Sesungguhnya Allah swt. menyuruh berlaku adil dan berbuat kebaikan dan memberi kepada kaum kerabat ; dan melarang dari perbuatan keji, dan hal yang tidak disenangi, dan memberontak. Dia memberi kamu nasihat supaya kamu mengambil pelajaran-QS 16:90 (3). barangsiapa yang membunuh seseorang. padahal orang itu tidak pernah membunuh orang lain atau telah mengadakan kerusuhan di bumi, maka seoleh-olah ia membunuh sekalian manusia. Dan barangsiapa menyelamatkan nyawa seseorang, maka ia seolah-olah menghidupkan sekalian manusia. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan Tanda-tanda nyata; kemudian sesungguhnya kebanyakan dari mereka sesudah itu melampuai batas di bumi ini QS 5:32. (4) "Janganlah kamu menyembah sesuatu selain Allah swt. dan berbuatlah kebaikan terhadap ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan ucapkanlah kata-kata baik kepada manusia dan dawamlah mendirikan shalat dan bayarlah zakat, kemudian kamu berpaling, kecuali sedikit di antara kamu dan kamu selalu berpaling QS 2:83. (5) Dan, janganlah kalian memaki apa yang diseru mereka selain Allah swt., maka mereka memaki Allah swt. karena rasa permusuhan, tanpa ilmu. Demikianlah Kami menampakkan indah kepada tiap-tiap umat amalan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, maka Dia akan memberitahukan kepada mereka apa-apa yang dahulu mereka kerjakan. QS 6:108.
Prinsip hidup damai yang dikemukakan Al-Qur'an bersifat global menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, pada tulisan ini hanya sebagian saja yang dikemukakan. Dari prinsip-prinsip hidup damai dalam Al-Qur'an kemudian menuntun umatnya untuk menerapkan budaya damai dalam segala bidang kehidupan, antara lain; budaya damai dalam peperangan (QS 8:6), budaya damai dalam keluarga (QS 4:128), perdamaian antar umat beragama (QS 2:256) dan perdamaian dalam masyarakat multikultur, budaya damai menurut Al-Qur'an yang disebutkan ini mewakili aspek kehidupan individu, keluarga dan masyarakat, bahkan dalam suasana perangpun islam mengajak umatnya untuk menerapkan budaya damai dalam makna jika musuh menghendaki damai maka jalan damai itu harus diutamakan, akan tetapi manakala terjadi pengkhianatan maka peperangan harus dituntaskan sampai tidak ada lagi penindasan atas hak-hak asasi setiap orang atau kelompok. Sabda nabi Muhammad Saw dalam hal ini menegaskan bahwa; " Seorang Muslim itu adalah orang (menjamin) keselamatan manusia lainnya dari keburukan lisan dan tangannya (perbuatannya) sedangkan seorang mu'min itu adalah orang yang memberi keamanan bagi darah dan harta manusia lainnya. (HR. An-Nasai)
Term perdamaian yang dikemukakan Al-Qur'an cukup banyak yang secara langsung terkait dengan suatu proses perdamaian aktif maupun dalam upaya prepentif menjaga perdamaian, istilah-istilah itu antara lain: Assalam (Selamat), Rahmah (Lembut), Hub (Cinta), Afwun (memaafkan), Islah (Perdamaian), Sabar (sabar), Ma'ruf (kebaikan), Ihsan (indah), Safh (lapang), Amnu (menahan), dan Ta'aruf (saling mengenal). Banyaknya Istilah perdamaian yang dikemukakan ini menunjukan kompleksitas masalah perdamaian , misalnya saja kata afwun (memaafkan) adalah perbuatan baik jika setelah pemberian maaf kepada orang yang bersalah berefek positif, akan tetapi jika pemberian maaf malah berimplikasi negatif makin memberi angin kepada orang yang berbuat salah untuk lebih bertingkah melampaui batas, maka term amnu (menahan) diri dari memaafkan, atau menahan perbuatan buruk mereka secara tegas supaya menimbulkan efek jera menjadi pilihan terbaik dalam konteks seperti ini. Inilah yang penulis katakan perdamaian adalah masalah yang sangat kompleks dan terminologi Islam dalam masalah perdamaian sangat lengkap sehingga bisa menjadi pilihan solutif dalam mengupayakani perdamaian ditengah kompleksitas masalah kehidupan sosial masyarakat.
Perdamaian dalam Perspektif Ahmadiyah
Jemaat Ahmadiyah adalah sebuah organisasi Islam murni keagamaan yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad di desa kecil Qadian, India pada tahun 1889. Ahmadiyah bukan sebagai agama baru dan tidak pula sebagai gerakan kebathinan. Dasar dan asas-asasnya adalah Al-Qur'an dan petunjuk-petunjuk Rasulullah saw, sedikitpun  tidak menganut suatu kepercayaan diluar hukum-hukum Islam. Jemaat Ahmadiyah  tidak menganut suatu agama baru melainkan Islamlah agamanya. Apabila  menyimpang sejengkal saja dari ajaran Islam, kami anggap sebagai suatu hal yang haram dan akan membawa kepada kecelakaan. Nama baru (Ahmadiyah) yang disandangnya tidak menunjukan agama baru melainkan dimaksudkan hanya  supaya Jemaat ini dapat ditampilkan kepada dunia  nyata bedanya dari kalangan lain yang menyebut dirinya sebagai agama Islam. (Bashirudin, 2001:1) Saat ini Jemaat Ahmadiyah sudah berkembang di 213 negara (laporan Tahunan, Khalifatul Masih V, 16 Agustus 2020).
Jemaat Ahmadiyah didirikan dengan tujuan mengembalikan kejayaan Islam dengan berbagai jalan terutama menyebarkan kitab suci Al-Qur'an dan kebenaran Rasulullah saw keseluruh dunia. Hal ini dilakukan dalam rangka menyatukan bukan saja umat Islam, melainkan seluruh umat manusia supaya bernaung dalam satu Jemaat yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Moto yang terkenal dari Jemaat Ahmadiyah adalah Love for All, Hatred for None (Cinta Untuk Semua, Tidak Ada Kebencian Untuk Siapa pun). Moto inilah yang menjiwai seluruh aktivitas Jemaat Ahmadiyah, baik dalam menjalankan organisasi, berdakwah, maupun dalam perilaku sehari-hari, Terciptanya moto ini  pada saat Imam Jama'ah Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad meresmikan masjid pertama di Spanyol tahun 1980. Menjelaskan moto ini  Hadhrat Mirza Nasir Ahmad mengungkapkan bahwa Islam mengajarkan kepada kita untuk hidup dengan kasih sayang dan kerendahan hati. Makna dari Islam adalah damai, dan untuk mewujudkannya seorang muslim harus memiliki sifat cinta dan kasih sayang. Kemudian, untuk menciptakan sikap rendah hati, seseorang harus meniadakan kebencian terlebih dahulu dalam hatinya. Jadi, cinta untuk semua juga harus dibarengi dengan meniadakan benci bagi siapapun. Sesungguhnya ini adalah penjabaran dari sifat Allah Ta'ala yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Jemaat Ahmadiyah dengan motonya Love for All Hatred for None semakin meneguhkan usaha dakwah globalnya di seluruh dunia untuk menciptakan perdamaian, berikut ini adalah prinsip-prinsip perdamaian yang diamalkan seluruh warga Jemaat Ahmadiyah di mana pun.
Komitment Pada Penegakan Perdamaian,Â
kami adalah Jemaat Pembawa panji perdamaian, rekonsiliasi dan harmoni, itulah sebabnya mengapa moto kami " love"for Al Hatered For None, maka dengannya pula kami memahami bahwa di era sekarang ini konsep "jihad" dengan pedang harus dihentikan, kesimpulan ini di dasarkan pada fakta yang jelas bahwa, arti literal "Islam" adalah "damai", maka ketika nama dan dasar suatu agama adalah perdamaian, mustahil bagi agama itu untuk mempromosikan atau mengizinkan apa pun yang merusak perdamaian dan kesejahteraan masyarakat.[1]
Prinsip Perdamaian antar Individu
Pertama-tama ada sebuah ajaran yang fundamental dan mendasar dari Islam, yaitu bahwa seorang muslim sejati adalah orang yang dari lidah dan tangannya bisa membuat orang lain selamat, ini adalah definisi seorang Muslim yang diberikan oleh nabi Muhammad Saw. Islam mengajarkan bahwa hanya mereka yang menggunakan lidah dan tangan mereka untuk menyebarkan ketidakadilan dan kebencian yang pantas dihukum[2]
Â
Prinsip Perdamaian dalam Keluarga dan Tetangga
 Barangsiapa mengasingkan tetangganya dari menerima kebaikan yang sekecil-kecilnya sekalipun, ia bukanlah dari jemaatku, barangsiapa yang tidak mau memaafkan kesalahan orang yang bersalah terhadapnya, dan lagi ia seorang pendendam, ia bukanlah dari jemaatku, setiap suami yang berlaku khianat terhadap isterinya, dan setiap isteri yang berlaku khianat terhadap suaminya, ia bukanlah dari jemaatku.[3]
Bangunan paling mendasar untuk perdamaian dalam masyarakat adalah ketentraman dan kerukunan dalam keluarga, situasi dalam rumah memang terbatas tetapi memiliki pengaruh dalam perdamaian di lingkungan sekitarnya, yang berpengaruh pula bagi perdamaian lebih luas di suatu negara, jika terdapat gangguan dalam rumah maka berakibat negatif, bagi lingkungan setempat dan akan berefek bagi bangsa dan negara.[4]
Â
Prinsip Perdamaian Dalam Masyarakat Multikultur
Agama itu tidak berarti pertengkaran, penghinaan dan kata-kata kasar yang di lontarkan atas nama agama tertentu, satu kelompok yang menyerang kelompok lain seperti perilaku hewan liar dan sebentuk kelakuan buruk yang dipertontonkan atas nama agama, orang-orang demikian tidak mengetahui apa tujuan kelahiran mereka di dunia, mereka tetap saja membutakan mata dan bersikap jahat serta mengumbar kefanatikan mereka atas nama agama.
Berkhidmat kepada sesama makhluk mengandung arti bahwa kita harus berupaya demi kemaslahatan mereka dalam segala kebutuhan mereka semata-mata karena Allah, di mana hubungan saling ketergantungan satu sama lain semata-mata didasarkan pada simpati tanpa pamrih, siapapun yang membutuhkan pertolongan harus dibantu dengan segala kemampuan yang diberikan Tuhan yang dimilikinya dan harus berupaya untuk perbaikannya baik di dunia maupun di akhirat.[5]
Daripada membatasi kebebasan beragama kita harus menyadari bahwa kita adalah bagian dari satu ras manusia yang saling terhubung, kita harus menerima keragaman dan fokus membangun persatuan sehingga perdamaian dunia dapat terwujud[6].
Â
Harus diingat ajaran Islam itu menyatukan umat manusia dan menumbuhkan semangat saling cinta dan hormat di antara semua orang, terlepas dari ras, agama atau latar belakang sosial. Â Ini adalah agama yang meruntuhkan hambatan dan mendorong dialog damai dan toleran. Â Jadi, tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati untuk menganiaya atau menentang agama lain atau pengikutnya, dimana pun, dan kapan pun, Islam tidak pernah mempromosikan ekstremisme atau mendorong kekerasan dalam bentuk apa pun.
Â
Kecaman terhadap Perilaku Terorisme.
 Dimana pun dan kapan pun seorang Muslim melakukan serangan teroris atau menunjukkan segala jenis radikalisme atau perilaku fanatik, itu hanya karena ia telah menyimpang sepenuhnya dari ajaran Islam.  Orang-orang seperti itu, dan tindakan-tindakan semacam itu, hanya mencemarkan dan menodai nama Islam yang murni.  Dalam bab pertama dari Al-Qur'an suci, Allah Yang Mahakuasa telah menyatakan bahwa Dia adalah "penguasa semesta alam", yang menyediakan dan menopang seluruh umat manusia, Ini berarti bahwa Tuhan adalah Penyedia dan Pemelihara semua orang, terlepas dari iman atau kepercayaan mereka.[7]
Â
Konsep perdamaian Global
 Kita harus ingat bahwa bangsa-bangsa di dunia, apakah mereka berasal dari Afrika, Eropa, Asia atau tempat lainnya, telah diberikan kemampuan intelektual yang besar oleh Allah Swt, jika semua pihak memanfaatkan apa yang diberikan Tuhan dengan cara terbaik untuk kemajuan umat manusia, maka kita akan menemukan bahwa dunia akan menjadi surga yang damai. Prinsip Islam yang bersifat global untuk mengembangkan perdamaian adalah jangan mentolerir ketidak adilan terhadap orang lain atau perampasan terhadap hak-hak kemanusiaan.[8]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H