Mohon tunggu...
Sanusi at Maja
Sanusi at Maja Mohon Tunggu... Penulis - Da'i/ Anggota PISHI/Alumni Pasca UNIRA MALANG

Love for All Hatred for None

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mbah Dul Karim, Tokoh Spiritual Jambuwer (Kromengan)

12 September 2023   06:06 Diperbarui: 12 September 2023   06:27 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
docpri (saat wawancara dengan sepupu Mbah Dul)

Setelah kuburan beliau selesai di buat beliau masih hidup 5 tahun lagi, artinya beliau jauh-jauh hari telah mempersiapkan kuburannya sendiri. Sebelum saat beliau meninggal beliau berpesan agar jenazah beliau tidak dibungkus kain kafan, melainkan permintaannya cukup di bungkus pupus (pucuk) daun pisang saja. Seperti permintaan beliau itulah jenazahnya kemudian dimakamkan di padepokan beliau, tempat peristirahatan terakhirnya.

Semasa hidup Mbah Dul Karim beliau sering melakukan ruwat desa, setiap malam satu suro mengadakan pentas wayang, terlebih setelah banyak tamu yang datang menjumpai beliau di padepokannya, pagelaran wayang bahkan dipentaskan selama 7 hari 7 malam. Banyak dalang yang antri ingin pentas dalam acara itu, dan sebagian orang Jambuwer mengatakan dalang-dalang itu tidak dibayar. Akan tetapi setelah penulis konfirmasi kepada pak Suroto, beliau bercerita bahwa mereka dibayar, tetapi tidak sepenuhnya. Namun yang pasti mbah Dulkarim tidak pernah meminta urunan masyarakat untuk membayar para dalang itu, karena dana dari ribuan tamu yang datangpun sudah lebih dari mencukupi.

Para dalang yang pak Suroto ingat mengisi ruwatan desa itu antara lain pak Kardi dari Kediri, pak Maniran dari Kediri dan pak Samsu dari Blitar, dalang-dalang itu mentas 7 hari 7 malam sambil meminta penglarisan dari mbah Dul Karim. Rupanya ketika dalang itu mentas panggung mbah Dul Karim memperhatiakannya, lalu diakhirnya beliau memberi saran, jangan begini jangan begitu. Harus membawakan lakon ini dan jangan berani membawakan lakon yang lain. Pak Sutoadi nara sumber lain yang penulis wawancarai mengatakan bahwa siapa saja diantara dalang itu yang mokong atau membantah sarannya Mbah Dul Karim akan kena tulahnya, seperti dalang Maniran dari Kediri tidak mengikuti petunjuknya, kemudian mbah dul Karim mengatakan, mulih ko kene koe bakal nyetak boto-Pulang dari sini kamu akan menjadi tukang nyetak bata, dan benar saja apa yang beliau katakan dalang itu entah dengan sebab apa berhenti dari mentas wayang serta benar-benar jadi tukang nyetak bata merah. Pak Sutoadi menambahkan Mbah Dul Karim sudah seperti wali apa yang dikatakannya menjadi kenyataan.

Peristiwa lain yang masih diingat oleh masyarakat Jambuwer adalah ketika Dalang Kardi Mentas wayang dalam acara Suroan di padepokan Mabh Dul Karim, Beliau melarang Dalang Kardi untuk mementaskan wayang dalam cerita yang tidak beliau sukai, rupanya sang dalang tetap membawakan lakon itu, akhirnya yang terjadi salah seorang panja atau nayaga dalang itu kesurupan lari kesana kemari, sampai jauh juga larinya, Mbah Dul Karim membiarkannya dan ketika orang-orang bertanya meminta bantuan untuk menemukannya, ia mengatakan biarkan saja nanti juga datang sendiri dan sembuh, rupanya benar saja begitu kejadiannya.

Ketika Pentas wayang 7 hari tujuh malam, mbah Dul Karim kedatangan banyak tamu yang juga memberi uang kepada beliau, dari ribuan tamu yang datang tentu saja uang yang terkumpul pun dalam jumlah yang banyak, pak Suroto bilang kalau saja saat itu dipakai untuk membeli tanah swah dan kebun se Jambuwer dapat beliau beli, akan tetapi beliau tidak menikmatinya sendiri tetapi di bagikan untuk kebaikan masyarakat, seperti tadi sudah disinggung di atas diantaranya untuk keperluan penerangan desa dan air bersih. 

Diceritakan malah tukang yang kerapkali bekerja bersama mbah Dul Karim malah sampai bisa membangun rumah tingkat. Ia tidak menikmati rizkinya sendiri, Seperti ajaranya ia dapat uang dari orang ya harus dikembalikan kepada orang lain. Sepeti itulah sosok Mbah Dul yang masih terekam dalam ingatan para kasepuhan di desa Jambuwer. Saya kira menjadi sangat penting juga agar generasi muda saat ini meniru hal baik yang pernah dilakukan mbah Dul Karim.

Berikut beberapa unen-unen dari mbah Dul Karim: Nulis tanpo papan, Adol godong ngingoni urip, Adol banyu ngingoni urip, Adol kayu ngingoni urip, Dadi uwong aja gugon tuhon marang lian Gugo marang awake dhewek. (menulis tanpa papan tulis, menjual daun untuk memelihara hidup, jual air untuk memelihara hidup, jual kayu untuk memelihara hidup, jadi orang jangan hanya mengikuti orang lain ikutilah diri sendiri. Kalau dimaknai secara bebas adalah kita harus dinamis jangan terpaku pada keadaan. Kita harus bekerja keras untuk mencapai kemakmuran diri dan jangan pernah ikut-ikutan orang harus punya kemauan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun