Mohon tunggu...
Hasan Sanusi
Hasan Sanusi Mohon Tunggu... Teknisi - Nothing else

Think Globally Act Locally

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Belanga dalam Mihrab Al-Amin Kota Daegu Korea Selatan

8 November 2017   22:13 Diperbarui: 27 November 2018   17:35 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini menceritakan tentang sejarah kebhinekaan yang terjalin dalam naungan sebuah masjid milik Indonesia di Daegu, Korea Selatan.  Seperti dalam satu belanga, rasa senasib, sepenanggungan serta satu tanah air tercurah  pada mihrab (bagian) dari Masjid Al Amin.  Alhasil , walau jauh dari negerinya, Masjid Al Amin dianggap sebagai oase jiwa nasionalisme bagi para  WNI yang tinggal di daerah Daegu, Korea Selatan.

            Secara umumnya,kata masjid sudah tidak asing lagi ditelinga kita, terutama bagi masyarakat islam. Bukan hanya di Indonesia tetapi bahkan diseluruh dunia telah mengetahui ini.  Tempat suci umat Islam ini berasal dari kata masjidi dimana terdapat  satu huruf jiim yang di kasrahkan diartikan sebagai tempat khusus yang disediakan untuk shalat lima waktu. Sedangkan, jika diambil dari kata shajada dimana jiim difathahkan akan bermakna sebagai tempat meletakan dahi ketika sujud. (Ibnu Manzhur, Lisaanul Arabm, hal 204-205). Sehingga secara bahasa, kata masjid adalah tempat yang dipakai untuk bersujud. Namun kemudian maknanya meluas menjadi bangunan khusus yang dijadikan para muslim sebagai tempat untuk menunaikan ibadah sholat berjama'ah (I'laaamus Saajid bi Ahkaamil Masaajid, hal. 27-28). Dalam perkembangannya, sekarang ini masjid bukan saja difungsikan sebagai tempat untuk beribadah lagi. Melainkan, masjid saat ini juga telah mengalami perkebangan fungsi sebagai majelis perkembangan pengetahuan,dan  kegiatan kegiatan sosial di lingkungan masyarakat. Seperti halnya, yang terjadi di Masjid Al Amin Daegu Korea Selatan.

            Berdasarkan sejarahnya Al Amin berdiri pada tanggal 3 Oktober 2004, dengan status mushollah namun lambat-laun berkembang menjadi masjid.  Masjid Al Amin berdiri dari latar belakang pemikiran para WNI yang cemas menyaksikan perseteruan yang sangat dahsyat antar etnis dikalangan bangsa Indonesia tahun 2000-an (Bambang Zulparisi, utkoreanews.wordpress.com, dikutip tanggal 29 Agustus 2017). Hal ini berimbas pada paham primodialisme (ikatan terhadap kelompok yang dikenal individu sejak lahir) yang melahirkan sikap etnosentrisme (perasaan yang menganggap budaya atau kelompoknya paling unggul) dalam diri para WNI dan dibawa ketika mereka bermigrasi ke Deagu sebagai pekerja atau pun sebagai pelajar.

            Menggunakan perumpamaan istilah mihrab yang secara harfiah, menurut Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH), berarti gedung yang tinggi. Dan sebagian ulama berpendapat mihrab sebagai tempat memerangi setan dan hawa nafsu (Syahruddin el-Fikri, khazanah.republika.co.id, dikutip tanggal 29 Agustus 2017). Berdirinya masjid Al Amin ini, diharapkan dapat menjadi mihrab untuk memudarkan primodialisme dan etnosentrisme yang dibawa para WNI ketika bermigrasi. Dengan cara mempersatukan para WNI yang mayoritasnya beragama Islam melalui aktivitas peribadahan di satu masjid di daerah Deagu Korea Selatan ini.

            Sebagai salah satu sentral peribadahan umat muslim, fungsi Masjid Al Amin juga di umpamakan sebagai sebuah belanga(dalam KBBI, berarti kuali besar dari tanah untuk menampung makanan ketika memasak) yang mampu mewadahi sikap toleransi dalam kebinekaan para WNI di negara sekural tersebut. Hal ini terlihat jelas dari kesamaan rasa duka dan kesigapan para WNI yang tinggal di Daegu ketika masjid Al Amin hampir ditutup akibat issue teroris dan minimnya anggaran untuk sewa gedung peribadahan itu. 

             Namun rasa kecintaan inilah yang justru membuat paham primodialisme dan sikap etnosentrisme tersisihkan. Dan akhirnya tumbuhlah rasa nasionalisme  dalam diri WNI di daerah Deagu untuk melakukan berbagai upaya bersama demi mempertahankan masjid Al Amin. Salah satunya dengan jalan mengadakan iuran bagi pengurusnya dan pengadaan kerjasama dengan KBRI yang ada Korea Selatan. Demi menghidupkan kembali  fungsi masjid di zaman Rasullah SAW dan mendapatkan solusi untuk mempertahankan Al Amin tersebut.

            Menurut Ali Mustafa, adapun lima fungsi Masjid di zaman Rasulullah SAW, yakni (Winda Destiana Putri, khazanah.republika.co.id, dikutip tanggal 29 Agustus 2017):  Fungsi pertama dan kedua, sebagai tempat ibadah dan pembelajaran. Perlu diketahui jamaah Masjid Al Amin bukan hanya berasal dari satu daerah di Indonesia saja. Namun dari latar belakang jamaah kebanyakan berasal dari Jawa, Cirebon, Padang, Lampung, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat dan Makasar. Sehingga KBRI di Korea Selatan mendukung penuh adanya masjid Al Amin ini. Karena dianggap mampu memberikan sumbangsi sebagai mihrab peribadahan  umat islam yang berada di negara yang sekural tersebut.

            Serta menjadi pusat pendalaman agama Islam bagi para WNI supaya tidak terjerumus ke dalam kebebasan dan jauh dari akidah yang ada pada  budaya pergaulan Korea Selatan. Fungsi ketiga sebagai tempat musyarawah, dimana masjid Al Amin sering digunakan sebagai wadah silatuhrami bagi para WNI muslim yang merindukan negaranya yang mengarah pada musyawarah. 

            Seperti untuk mesosialisasikan dan menginformasikan ketenaga kerjaan melalui warung konselor yang dibuat oleh KBRI di Masjid Al Amin ini. Fungsi ke-empat sebagai tempat merawat orang sakit dan asrama, keberadaan Al Amin menjadi angin penyegar terutama bagi para BMI  yang  sakit atau mengalami kecelakaan. Hal ini karena, para jama'ah Al Amin memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap warga sesama negaranya melalui kesigapan dalam penggalangan dana bagi BMI yang membutuhkan bantuan tersebut. Terakhir, Al amin sering dijadikan sebagai asrama inap sementara bagi para WNI pengangguran yang sedang mencari pekerjaan di wilayah Daegu, Korea Selatan.

            Akhirnya, dari asal mula di bentuknya masjid dan fungsinya ini, dapat diambil kesimpulan bahwa kebinekaan yang terjalin erat pada diri WNI di Daegu berasal dari satu belanga dalam mihrab Al Amin.  Serta sebuah hikmah, bahwa pengaruh besar dari fungsi suatu masjid akan mampu melunturkan primodialisme dan etnosentrisme serta justru akan menumbuhkan sikap nasionalisme dalam sebuah kebinekaan para WNI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun