Oleh Syamsul Yakin dan Ade KamilahÂ
Dosen dan mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah JakartaÂ
Kebohongan yang dikemas seakan fakta sudah menjadi gejala masyarakat sejak dulu. Post truth sekarang mungkin erat kaitannya dengan tanggapan dengan genggaman seperti media sosial, ranah digital, pertemuan virtual, atau apapun yang dalam jaringan (online). Kebohongan ini sejatinya sudah terjadi sejak dulu yang berasal dari kedengkian hati manusia. Fitnah seperti ini sudah terjadi kala zaman Rasulullah Saw, seperti yang disebutkan Nabi Muhammad SAW berikut:
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda, " Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan. Pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah bertanya, " Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?" Nabi SAW menjawab , " Orang bodoh yang turut campur dalan urusan publik." (HR. Ibnu Majah).
Post terjadi ketika pendusta dibenarkan sedang orang jujur dikatakan dusta. Opini masyarakat yang digiring menuju informasi tanpa disaring akal sehat dan hanya berlandaskan nafsu dan emosi sudah terjadi sejak dulu hingga kini. Post truth ini dapat merendahkan daya kritis masyarakat sehingga menganggu kestabilan sosial, upaya pembangunan, dan pengembangan masyarakat.
Menurut pandangan psikologis, post truth muncul karena persaingan yang memaksa untuk menang. Tanpa pikir buruk atau benar, mereka mengunakan intrik manipulatif membuat kebenaran mereka sendiri. Post truth juga terjadi pada politik modern masa sekarang.
Pendusta sebagai orang yang dipercaya meluaskan anti-humanisme melalui ujaran kebencian, hoaks, dan provokasi pada media yang sejatinya moderat, demokratis, dan pluralis. Pada era disterupsi kerancuan menyerang tanpa pandang bulu bagi siapa yang krisis akan daya kritis.
Representasi kerusakan informasi ini diperparah oleh Ruwaibidhah sebagai bandit beretorika nan berwajah arif. Dengan kemampuan retorikanya ia dapat membuat buta masyarakat dengan fakta. Menggeser kebenaran dengan ujaran kebencian yang begitu cepat tersulut apalagi dengan media online.
Menghadapi disterupsi yang mengkhianati tanpa tahu yang berkhianat, masyarkat hendaklah bermental progresif. Mental romantis konvensional tanpa nalar kritis perubahan akan menggilas kita pada kapitalis Sudah saatnya kita mengambil alih informasi dengan daya kritis untuk reposisi menjadi pengendali.*