Sidang perdana kasus penistaan agama dengan Basuki Tjahya Purnama atau Ahok telah bergulir. Permasalahan ini begitu menyita perhatian masyarakat Indonesia. Walaupun permasalahan sudah masuk dalam ranah hukum, akan tetapi perang opini antar masyarakat Indonesia masih terus berlangsung, mulai dari dunia maya hinga dunia nyata.
Perang opini tersebut kian liar bergulir, sampai tidak bisa disebut perang opini, yang mengutamakan akal sehat dan logika berfikir lagi, tetapi menjadi ajang saling ejek, saling menjatuhkan, saling menghina dan saling menista. Mungkin pembaca bisa melihat sendiri, berbagai artikel dan meme yang mengejek satu sama lain bertebaran di internet. Sasarannya tidak hanya Ahok, tetapi juga tokoh-tokoh lain yang kedapatan “berbicara” mengenai kasus tentang Ahok, yang beberapa diantaranya adalah ulama. Ironis bila dipikir, terjeratnya Ahok karena penistaan agama, malah melahirkan penistaan-penistaan lainnya.
Sungguh sangat disayangkan, dimana ejekan-ejekan tersebut begitu tersebar di media sosial. Hal yang saya soroti, sebagai seorang santri, adalah ejekan yang dialamatkan kepada para ulama. Seakan-akan Indonesia bukan negara yang mayoritas muslim lagi bila melihat ejekan-ejekan yang dialamatkan kepada para ulama, baik yang berpendapat kontra terhadap Ahok walaupun ulama yang tidak kontra. Intinya adalah bila ada ulama yang menyuarakan pendapatnya terhadap permasalahan kasus Ahok, maka ia akan diserang oleh orang-orang yang memiliki pendapat yang berseberangan.
Allah berfirman
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ اْلعُلَمَاءُ
Artinya: “Yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya itu hanyalah ulama”. [QS Fathir/35: 28].
Perbedaan pendapat bukanlah alasan bagi manusia untuk menjelekan manusia lainnya, apalagi yang dijelekan adalah para ulama. Saya mencatat ada beberapa ulama yang “dijelek-jelekan” sebut saja Syafi’i Maarif, KH Gymnastiar, KH Musthofa Bisri dan KH Said Aqil. Mereka-mereka adalah muslim yang sepanjang hidupnya mencari ilmu dan mengamalkan ilmunya. Sudah menjadi kewajiban bagi kita, ummat muslim untuk memuliakan para ulama.
Rasulullah Sallahu alaihi wasallam bersabda
رواه الخطيب البغدادي عن جابروقال صلى الله عليه وسلم .أكْرِمُوا العُلَمَاءَ فإنَّهُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، فَمَنْ أكرَمَهُمْ فَقَدْ أَكْرَمَ الله وَرَسُولَهُ
Artinya: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. bersabda : “Hendaknya kamu semua memuliakan para ulama, karena mereka itu adalah pewaris para Nabi, maka barangsiapa memuliakan mereka berarti memuliakan Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al Khatib Al Baghdadi dari Jabir ra., Kitab Tanqihul Qaul)
Budaya saling menjelekan ini bukanlah budaya islam, bukan juga budaya Indonesia. Saling ejek-mengejek ini hadir hanya dari perbedaan opini, dalam hal ini terkait kasus Ahok. Kasus penistaan agama ini bergulir sedemikian liarnya sehingga seakan menjadi justifikasi untuk menjelekan orang lain yang berbeda pendapat, bahkan para ulama sekalipun. Perbedaan pendapat bukanlah alasan untuk menjelekan orang lain, apalagi yang dijelekan adalah ulama, karena perbedaan pendapat merupakan sunnatullah.
Allah berfirman
وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلَّا أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
Artinya: “Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.”. [QS Yunus/ 10:19].
Sebenarnya terkait dengan kasus penistaan Islam, Rasulullah sudah mencontohkan bagaimana ummat muslim sebaiknya bertindak, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya. Terlepas dari perbedaan pendapat terkait hal itu, kasus penistaan agama yang telah dilakukan oleh Ahok, sudah memasuki ranah hukum. Maka, seyogyanya kita menunggu proses hukum tersebut berjalan. Sudah saatnya kita menahan diri dari keinginan menjelek-jelekan, menghujat atau menghina orang lain yang berbeda pendapat, apalagi yang dijelekan adalah seorang ulama, karena perbedaan pendapat adalah sunntullah. Wallahu a'lam bissowab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H