udara musim semi berhembus halus aku duduk di kantin menikmati segelas cappucino dan sepotong kibdah sambil membaca arsip berita tiba-tiba aku melelehkan air mata melihat keganasan dan kebiadaban atas nama agama kami memang generasi bebal mengantuk terun-ayun oleh kejayaan islam di masa silam kami tidak mampu meresapi intisari emanasi samawi tidak pula memahami pesan-pesan nabawi namun, kami selalu bertindak atas nama agama dan mengklaim kebenaran tunggal kawan, islam terlanda gelombang zaman yang suram spirit kerahmatan lil alaminan islam terhempas klaim semu pemurnian agama atas quran dan sunnah tapi aku berusaha keras menggunakan otak waras dan telinga agar selalu menjaga dan mendengar suara langit yang membisikkan menjaga ajaran islam toleran biar pun tersingkir ke sudut yang asing agama seperti ranting kering yang dibakar menyalakan api permusuhan oleh semangat beragama yang berlebihan awal semuanya terjadi atas nama purifikasi yang mencangkok mazhab salafi yang bertolak-belakang dengan ajaran nabi ooh, sampah purifikasi ooh, doktrin sempit quran-sunnah yang tak tentu arah buat agama jadi tak punya rupa erosi agama tampak di depan mata : kekerasan berkedok agama ada di mana-mana gereja dibom, jamaah shalat jumat dibom, tempat-tempat hiburan dihancurkan hotel dibom semua atas nama mitos imbalan bidadari bagi para pengantin tuhan di surga nanti Libya, musim semi 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H