Mohon tunggu...
muhammad abdul hakim
muhammad abdul hakim Mohon Tunggu... Penulis - desainer grafis dan penulis buku

pembelajar aktif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paradok Hijab (Reduksi Terminologi Hijab di Mata Muslimah)

4 Februari 2015   06:01 Diperbarui: 3 September 2022   04:43 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

 

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ 

 "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat." (QS. al-A’raf (7);26).

Hijab dan Trend fashion pasar

 Dinamika pemikiran manusia terus menghasilkan berbagai inovasi baru, tak kecuali pada dunia fashion muslimah. Fashion sebagai elemen penting yang membantu pembentukan penampilan dan presentasi diri -apalagi iklim Globalisasi seperti saat ini- membawa konsekuensi penting bagi praktik kehidupan berbagai individu dan masyarakat di seluruh dunia, baik positif maupun negatif. Patut kita syukuri tentunya, tatkala berbagai inovasi dalam dunia fashion tersebut mampu menggait hati wanita –khususnya muslimah- untuk berhijab. 

Namun sayangnya, jika kita lebih cermat dalam melihat realita tersebut, ada sebuah manuver ekonomi yang tersembunyi di balik fenomena tersebut. Fashion sebagai produk kapitalisme memang difungsikan sebagai komoditas budaya demi terbentuknya sikap konsumerisme. Belum lagi daya kritis pasar membuat mereka terjebak mengikuti arus budaya yang terbentuk, sebut saja budaya .konsumerisme. Budaya ini membuat masyarakat muslim kehilangan identitas dirinya secara perlahan, selangkah demi selangkah 

 Hasrat akan prestise, status sosial, kesenangan dan tingginya self monitoring akan semakin meningkatkan impulsive buying, membuat.  mereka terjerat dalam mekanisme pasar sehingga berimplikasi pada kemunculan budaya konsumerisme sebagai sarana pelepasan hasrat dan ketidakpuasan terhadap objek komoditas. Tingginya tingkat konsumsi terhadap objek komoditas yang tidak sebanding dengan pemahaman tentang esensi dari sebuah hijab atau jilbab akan mereduksi nilai substansi hijab itu sendiri. Akibatnya hijab akan dijadikan sebagai trend fashion yang akan terus mengerosi lapisan syariah.

 Tentu dalam realita tren pasar fashion tersebut, terjadi benturan peradaban yang tak mungkin dihindari antara peradaban Barat dan peradaban Islam. Perkembangan fashion Barat yang tidak sejalan dengan pola hukum Islam, jelas tidak dapat dijadikan sebagai kiblat. 

Untuk itulah, filtrasi arus budaya Barat dalam bidang fashion –khususnya hijab- menjadi hal wajib untuk diterapkan. Jika tidak, umat Islam ke depan akan terpuruk dalam degradasi moral dan akhlak dalam berpenampilan. Sebut saja fenomena jilboobs sebagai bentuk propaganda berbusana, pengungkapan identitas Islam dengan hijab sebagai tutup kepala di satu sisi, tetapi di sisi lain juga ada entertaining ekspresi tubuh yang kasat mata dengan mencampakkan sisi religiusitas sebuah hijab. Mengenai hal tersebut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:

حَدّثني زُهَيرُ بْنُ حَربٍ. حدثنا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْل عن أبيهعن أبي هُرَيرة. قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا. قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النّاسَ. وَنِسَاءٌ كَاَسِيَاتٌ عَارِيَات, مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ, رُءُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ, لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ, وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا. وَإِنّ رِيْحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.

 “Meriwayatkan kepadaku, Zuhair bin Harb, Meriwayatkan kepada kami dari Jabir bin Suhail dari Ayahnya dari Abi Hurairah berkata, Rasulallah rbersabda:duagolongan dari penduduk Neraka yang belum pernah akumelihat keduanya. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggaklenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya tercium dari perjalanan sekian dan sekian”.

(رواه مسلم: كتاب اللباس والزينة: باب النساء الكاسيات العاريات المائلات المميلات: (2128)) 

 Sedangkan QS. al Ahzab ayat 32 dan 33 telah memberi ketentuan sebagai berikut: “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa.Maka janganlah kamu tundukdalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinyadan ucapkanlah Perkataan yang baik dan hendaklah kamu tetap di rumahmudan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahuludan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul baitdan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Hal yang senada dengan pembahasan ayat di atas juga disinggung dalam ayat ke 59 Surah al Ahzab: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

 Menyikapi permasalahan tersebut, rasanya kurang pas jika kita langsung menjustifikasi secara sepihak permasalahan yang ada. Meski realita dalam praktek berbusana (sadar atau tidak) telah mengalami reduksi karena terlarut dengan trend fashion. Akibatnya, kaum hawa hanya akan menjadi objek dan korban opini modernitas irrasional dari manuver media. Itulah yang menciptakan image kebanggaan semu ketika sebagian muslimah mampu mengikuti trend fashion hijab yang ada. 

 Belum lagi, reduksi dalam praktik berbusana yang dialami umat Islam juga disebabkan oleh keterbatasan pemahaman dalam memaknai terminologi busana atau hijab. Yang perlu dilakukan adalah berusaha memahami pola pikir dan pemahaman muslimah saat ini (khususnya para jilboobers) tentang kebutuhan berbusana yang berbudaya sesuai nilai-nilai agama kita dan merekonstruksi interpretasi berbusana –khususnya berhijab- sesuai kaidah syar’i sehingga terjadi sinkronisasi antara nilai estetika budaya hijab dengan akhlak dalam berbusana. Karena memang, pembentukan akhlak muslimah lewat busana secara tidak langsung itu penting untuk mencapai kesempurnaan iman.

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْن إيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً، وَخِيَارُكم خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهم (رواه الترمذي وقال: حديث حسنٌ صحيحٌ)

Tanggung Jawab Kolektif

 Tentu, permasalahan rekontruksi pemahaman hijab sebagai ideologi mutlak dari produk syari’at yang telah Allah subhanahu wata'ala tetapkan -bukan sebagai produk pragmatisme atau trend pasar-merupakan bagian dari tanggung jawab kolektif yang harus kita jalankan sebagaimana yang telah tercantum dalam QS. al Ashr ayat 2 dan 3:

¨إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ  إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

 

 “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

 Dalam redaksi ayat yang lain disebutkan:

 “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (ali Imron: 104)

 Label fashionable dan stylish serta hijab gaya kontemporer yang kini menjadi candu yang sangat digemari kalangan muslimah, tak urung menjadi contoh kinerja sistem global paradoks yang sangat menonjol. Memang, terkadang ada titik tertentu dimana fashion hijab atau jilbab menjadi oase di tengah klaim “monotone” hijab itu sendiri (menurut anggapan sebagian wanita). Niatan baik untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Islam melalui fashion hijab patut dihargai. Yang perlu digarisbawahi, jangan sampai produk fashion tersebut membuat persepsi buta dari batas syar’i. Meski nilai estetika dalam hijab itu penting, tapi yang lebih penting adalah nilai substansi akhlak dalam hijab itu sendiri.

 يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ 

 “Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.dan pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” Sebuah syair berkata:جَمَالُ الرُّوحِ ذَاكَ هُوَ الجَمَالُ #تَطِيبُ بِهِ الشَّمَائِلُ وَالخِلالُ وَفِي الأَجْسَادِ أَرْوَاحٌ ثِقَالُ # وَلاَ تُغْنِي إِذَا حَسُنَتْ وُجُوه  Keindahan jiwa itulah keindahan yang sesungguhnya, hal itulah yang membuat indah karakter dan berbagai kekurangan yang ada dan tak cukup jika hanya kecantikan wajah karna dalam jasad-jasad ada jiwa-jiwa yang berat (lebih berharga).

Esensi dari Sebuah Hijab atau Jilbab

 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an Nūr :31)

 

 Sebagaimana redaksi ayat di atas, esensi berhijab adalah sebuah keharusan seorang muslimah. Berhijab adalah sebuah bentuk ketaatan atas perintah Allah subhanahu wata'ala . Fungsi hijab itu menutupi keindahan, sejalan dengan potongan ayat “dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau………………..”bukan mengumbar keindahan yang akan menjerumuskan mereka sebagai objek eksploitasi jahiliyah modern atas nama trend fashion

 Hijab atau jilbab adalah simbolisasi ketaatan muslimah dan bentuk iffah (penjagaaan diri) dari fitnah. Tak ada hal yang kontradiktif antara stetmen di atas dengan beberapa pendapat ulama, misalnya saja pendapat as Sayyid Muhammad bin Alwi al Malikiy al Hasaniy dalam kitab beliau Syarīatullah al Khālidah yang berbunyi: 

"وسدل الحجاب بين الرجال والنساء الأجنابيات محافظة على النسل وإبعاد للظنة وإراحة لكل ضمير."

 “...dan menguraikan hijab antara laki-laki dan perempuan ajnabiy sebagai bentuk penjagaan kelangsungan keturunan, menjauhkan dari perasaan (negatif) dan menyenangkan kepada setiap hati.”

 

 Itulah mengapa hijab menjadi media manifestasi ruhani bagi para pemakainya. Pakaian yang mampu menjauhkan unsur sensualitas, mampu mengajak pemakainya untuk bersifat malu, menjaga diri dan mengatur bagaimana berinteraksi antar lawan jenis.

 

 

 

Sumber : 

 · روائع البيان تفسير الآية الأحكام من القرآن للشيخ محمد علي الصابوني.

 · النصائح الدينية والوصاية الإيمانية للإمام شيخ الإسلام قطب الدعوة والإرشاد الحبيب عبد الله بن علوي الحداد الحضرمي الشافعي.

 · حاشية الصاوي على تفسير الجلالين شرح العلامة الشيخ أحمد بن محمد الصاوي المصري الخلوتي الملكي.

 · المرأة بين طغيان النظام الغربي ولطائف التشريع الرباني لالدكتور محمد سعيد رمضان البوطي. 

 · Salman al Audah, Wahai Putriku. Mutiara Publising. Jakarta; 2014.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka.Yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit ialah: orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.Maksudnya: isteri-isteri Rasul shallallahu 'alaihi wasallam agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun