Selama ini di Indonesia mengenal dan berlaku dua UU di bidang kepegawaian ini, yakni: UU no 8/ tahun 1974 dan UU no 43/1999. Keduanya sangat berbeda suasana pembuatan dan suasana pelaksanaannya. Undang-undang 8/1974 dibuat oleh pemerintah Orde Baru yang suasana sistem politik dan sistem pemerintahannya sangat otoriter dan sentralistik. Sedangkan UU no 43/1999 dibuat dalam suasana sistem politik dan pemerintahan reformasi. Dua UU yang berbeda jiwanya itu dipakai bersama-sama selama ini UU no 8/1074 itu direvisi oleh UU no 43/1999. Akan tetapi revisi itu bukan menghapus uu no 8 tersebut. Oleh karena itulah dalam bidang manajemen kepegawaian kita selama ini senantiasa mencerminkan sikap yang ambivalen. Di satu sisi sesuai dengan era reformasi dilakukan desentralisasi ke daerah, di sisi lain peranan pemerintah pusat melalui kementerian sektor memperkuat peran sentralnya. Belum lagi persoalan rekrutmen dan promosi menjadi rumit syarat dengan bisnis.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka akhir tahun ini 2013, Komisi II DPR RI mensahkan RUU Kepegawaian. Dengan dibantu 4 pakar di bidang ini (2 Guru Besar dari UGM, dan 2 Guru Besar dari UI) dibantu tim ahli dan asistensi DPR berhasil merumuskan rancangan UU tersebut. Undang- undang itu dinamakan UU Aparatur Sipil Negara yang menekankan pada konsep jabatan profesi bagi kepegawaian. Tepatnya, Paripurna DPR RI, Kamis (19/12), mengesahkan Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi UU, setelah Pimpinan Paripurna, Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo, mengetok palu mendapat persetujuan dari anggota dewan yang hadir.
Sebelum disahkan menjadi UU hari ini, RUU ASN yang merupakan inisiatif DPR sudah mengalami pasang surut pembahasan, dan dari kalangan intern pemerintah cukup banyak mendapatkan resistensi. Hasil akhirnya, UU ASN terdiri dari 15 Bab, 141 pasal yang sudah dibahas selama 10 kali masa persidangan. UU ASN didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip rofesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN bagi setiap Aparatur Negara RI yang terdiri dari 4.470.538 PNS, 410.832 anggota POLRI, dan 416.738 anggota TNI.
Menyusul disahkannya RUU ASN menjadi undang-undang, pada awal 2014 nanti pemerintah akan mengajukan kembali lanjutannya yaitu RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU tentang Sistem Pengawasan Internal Pemerintah. Kedua RUU itu akan memperkuat pondasi penyelenggaraan kepemerintahan yang baik melalui reformasi birokrasi.
Secara Garis besar Tujuan utama UU ASN adalah
- independensi dan netralitas, dimana ASN dilindungi dari kepentingan politis dengan adanya sistem merit protection;
- kompetensi, dimana hal yang dinilai dari ASN adalah kemampuan, keahlian, profesionalitas, pengalaman, dll;
- kinerja/ produktivitas kerja;
- Integritas;
- kesejahteraan;
- Kualitas pelayanan publik;
- pengawasan dan akuntabilitas.
Hal-hal baru yang diatur dalam UU ASN meliputi :
- ASN sebagai profesi;
- Kategori jenis pegawai, yaitu PNS dan Pegawai tidak tetap (PP/PTTP);
- Pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN);
- Jabatan dalam ASN;
- Batas usia pensiun;
- Perlindungan dari intervensi politik;
- Penguatan kompetensi, kompetisi, manajemen dan pengembangan karier.
Adapun jabatan dalam ASN meliputi :
- Jabatan Pimpinan Tinggi (senior executive), dibagi menjadi utama, madya, dan tinggi. jabatan ini diduduki setingkat Eselon I dan II, dengan usia pensiun 60 th
- Jabatan Administrasi, dibedakan menjadi pelaksana, pengawas, dan administrator. Usia pensiun 58 tahun
- Jabatan Fungsional, dibedakan menjadi fungsional keahlian dan fungsional ketrampilan. Dimana fungsional ketrampilan dibedakan menjadi dua yaitu terampil dan mahir. Dengan usia pensiun 60 tahun
UU ini juga meletakkan dasar kompetisi terbuka di antara PNS dalam proses pengisian jabatan, khususnya eselon I dan II yang kelak disebut jabatan pimpinan tinggi (JPT). Proses pengisian jabatan dalam birokrasi akan menganut sistem promosi terbuka, yang saat ini oleh Gubernur DKI Jakarta disebut ”lelang jabatan”.
Dengan disahkannya UU ASN, pengisian JPT baik di pusat maupun di daerah akan dilakukan secara terbuka atau ”dilelang” di antara PNS yang memenuhi syarat-syarat jabatan dan standar kompetensi jabatan.Dengan demikian, PNS daerah dapat memiliki kesempatan duduk dalam jabatan-jabatan di tingkat pusat maupun di daerah lainnya. Cara ”lelang” jabatan ini diharapkan dapat memperkuat kompetisi di antara PNS, menggerakkan pengetahuan dan mobilitas PNS, serta memperkuat implementasi NKRI.
Beberapa pokok pengaturan lain dalam UU ASN antara lain menyangkut sistem dan struktur penggajian berbasis kinerja dan pemberhentian pegawai karena tak tercapainya kinerja dalam beberapa tahun berturut-turut, serta kewajiban re-apply (melamar ulang) bagi pejabat yang telah menduduki jabatan selama lima tahun untuk duduk kembali pada jabatan yang sama.
Semoga UU ASN dapat menjadi fondasi penting bagi perubahan birokrasi Indonesia.
Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H