Puisi ini terbuat dari mata danau yang bisa kau selami seliat susu dalam lipatan. Suatu waktu, kau membacanya. Bibirmu pagi. Aku terpana seolah hendak menggigit lentik embun ujung daun.
Puisi ini terbuat dari rambut pantai yang menjejakkan kaki pada buih yang tersapu ombak. Saat itu, langkah kakimu perdu. Seperti membaca sepi saat lentera padam di persimpangan hati.
Puisi ini sama saja dengan cinta. Keduanya tak menyediakan kitab tafsirnya. Namun aku ingin mengeja abjadnya di setiap detak jantungmu.
SIDOARJO, JULI 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H