Puisi ini terbuat dari mata danau yang bisa kau selami seliat susu dalam lipatan. Suatu waktu, kau membacanya. Bibirmu pagi. Aku terpana seolah hendak menggigit lentik embun ujung daun.
Puisi ini terbuat dari rambut pantai yang menjejakkan kaki pada buih yang tersapu ombak. Saat itu, langkah kakimu perdu. Seperti membaca sepi saat lentera padam di persimpangan hati.
Puisi ini sama saja dengan cinta. Keduanya tak menyediakan kitab tafsirnya. Namun aku ingin mengeja abjadnya di setiap detak jantungmu.
SIDOARJO, JULI 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI