Mohon tunggu...
Santosa Pati
Santosa Pati Mohon Tunggu... -

orang kampung yang sekarang hidup dibelantara kota sebagai buruh pabrik, menulis sebisanya, masih ingin jadi petani

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pati Sebuah Nama yang Lahir dari Dawet

3 April 2011   01:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:10 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13017923091296300589

[caption id="attachment_99346" align="alignleft" width="600" caption="petani merdeka"][/caption] Saya lahir dan besar di Pati, jadi gak mungkin saya meremehkannya. Setelah memenangi pertempuran yang sejarah mencatatnya sebagai " Brubuh Mojosemi ", dan menyatukan kadipaten Carang soko dan Parang Garuda serta panewon Mojo Semi, Kembang Joyo akhirnya memilih membuka hutan Kemiri untuk pusat pemerintahannya (untuk cerita babad pati lengkap, lain kali boleh berbagi lagi) Konon ketika membuka hutan Kemiri ini, bertemu dia  dengan seorang pemikul gentong. " Berhenti kisanak, kisanak jelas bukan orang kami " " Namaku ki Sagola, saya orang merdeka tak terikat oleh wilayah " " Atau kisanak telik sandi musuh kami " " Orang merdeka tak bermusuh " " Kenapa kisanak ada disini " " Aku penjual minuman, pemberi minum pada sesama yang membutuhkan " " Kalau begitu buatkan kami minumanmu, bagaimana kami tahu bahwa ini tak beracun" " Saya akan meminumnya sebelum kisanak " singkat kata semua menenggak minuman ki Sagola, tak mati, bahkan tenaga mereka seolah berlipat pohon demi pohon, gerumbul demi gerumbul, berkat minuman ki sagola ? " ah kisanak, maafkan kami, jamu kisanak telah membantu kami " " bukan ki, minumanku bukan jamu, dibuat dari PATI aren yang di beri SANTEN, saya menyebutnya dawet, kalaupun mermanfaat itu karena saya membuatnya dengan iklas untuk sesama " Karena terinspirasi dari minuman itu, maka kelak ketika pusat pemerintahan itu menjadi ibukota, Ki Kembang Joyo menamakan wilayahnya kadipaten PATI PESANTENAN. Kisanak, sekali lagi,sebetulnya saya hanya ingin berbagi pesan bahwa yang " besar " itu biasa terinspirasi dari sesuatu yang sederhana, masih ingat dialog Sukarno dengan petani Marhaen, yg kemudian menjadi ajaran Marhaenisme yang dikagumi banyak orang itu ? Dia juga petani kecil seperti ki Sagola, orang-orang kecil yang merdeka. Nuwun gambar dicopas dr tembicontemporary.com/images/work/iwan-widjono

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun