Mohon tunggu...
Santi Nurulia
Santi Nurulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Universitas Jambi

Membuat kue

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sengketa Indonesia dan Malaysia Mengenai Pulau Sipadan dan Ligitan, Mengapa Indonesia Kalah?

12 Oktober 2022   21:41 Diperbarui: 12 Oktober 2022   21:56 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti yang kita ketahui, terjadinya sengketa/konflik pasti melibatkan beberapa negara dan dilatarbelakangi oleh suatu masalah, mengapa sengketa/konflik itu dapat terjadi. Dari kasus ini akan dijelaskan mengapa timbulnya sengketa antara Indonesia dan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Ligitan.

Sengketa Sipadan dan Ligitan merupakan konflik yang terjadi karena ketidakpastian garis perbatasan yang telah dibuat oleh Inggris dan Belanda. Indonesia dan Malaysia yang merupakan negara pendahulu di perairan timur Pulau Borneo melakukan proses perundingan dalam menentukan kembali garis perbatasan di pulau tersebut. Akan tetapi, konflik tetap tidak terelakan karena kedua belah pihak saling menyatakan kedaulatan atas pulau tersebut.

Indonesia memiliki titik lemah yang dimana, titik lemah Indonesia ialah Pulau Sipadan dan Ligitan tidak tercantum dalam Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan. Akhirnya Indonesia dan Malaysia membuat kesepakatan agar kedua pulau tersebut dinyatakan dalam status quo (sebagaimana keadaan sebelumnya), namun kedua pihak memiliki perspektif yang berbeda mengenai keadaan status quo ini, dimana Indonesia mengikuti status quo dengan tidak mekakukan kegiatan apapun tetapi Malaysia masih saja melakukan kegiatan di pulau tersebut dengan membangun pariwisata baru yang dijalankan oleh pihak Malaysia.

Pada akhirnya Indonesia dan Malaysia menyepakati untuk membawa sengketa/konflik ini secara hukum ke Mahkamah Internasional untuk mendapatkan penyelesaian, dan keputusan yang diberikan Mahkamah Internasional pada tanggal 17 desember 2002 menyatakan dari perbandingan, yang dimana Malaysia mendapatkan dukungan  berjumlah 16 suara hakim dan Indonesia mendapatkan dukungan hanya berjumlah 1 suara hakim, ini menyatakan bahwa  kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan adalah negara Malaysia.

Dari keputusan tersebut apa yang menjadi pertimbangan Mahkamah Internasional, yaitu sebagai berikut:

  • Mahkamah menguraikan bahwa konvensi 1891 terutama pada pasal 4, yang dimana  tidak membagi garis alokasi yang menentukan  kedua pulau tersebut untuk Indonesia.
  • Malaysia memiliki hak terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan prinsip efektifvitas dan Inggris melakukan pengontrolan pengumpulan telur penyu di Sipadan dan Ligitan dimulai pada tahun 1914 dengan menunjukkan pada  peraturan pelestarian penyu pada tahun 1917-1950, memberikan perlindungan satwa burung di Sipadan pada tahun 1933, lalu pendirian mercusuar.
  • Mahkamah Internasional  menolak kedua argument yang didasarkan pada chain of tittle. Yang dimana Malaysia dari Sultan Sulu dan Indonesia dari Sultan Bulungan.
  • Mahkamah menilai prinsip efektivitas kedua negara sebelum tahun 1969. dimana tahun ini sebagai critical date, sengketa kedua pulau tersebut. Penegendalian efektivitas Indonesia bukan merupakan tindakan a titre de souverain yang menunjukkan adanya kemampuan dan kemauan untuk bertindak dalam kapasitas tersebut. Sedangkan Malaysia mencakup waktu yang cukup dan menunjukkan adanya fungsi negara dan niat yang berhubungan dengan dua pulau tersebut dan tidak adanya protes ketika aktifitas tersebut dilakukan.

Menteri luar negeri Indonesia, Prof DR. Mochtar Kusumaatmadja memberikan keynote pada diskusi ilmiah "kasus Sipadan-Ligitan : Masalah pengisian Konsep Negara Kepulauan" seandainya beliau di posisi itu, dia tidak akan memperjuangkan hal tersebut di Mahkamah Internasional, Karena dasar hukum kita saat itu tidak begitu kuat untuk memenangkan perkara itu di Mahkamah Internasional. 

Dan bukti-bukti yang diberikan Indonesia, yaitu adanya konvensi pada tanggal 27 juni 1891 antara Inggris dan Belanda, yang dimana Indonesia menjukkan peta yang tidak sah. Dan adanya sebuah fakta, baik Belanda yang kemudian menjadi Indonesia maupun Inggris menjadi Malaysia menghormati konvensi 1891.

Dari hal yang sudah dijelaskan, sudah dapat dapat dilihat lemahnya dasar hukum Indonesia untuk memenangkan kasus Pulau Sipadan dan Ligitan. Dari kasus ini mengajarkan kita agar untuk lebih mempertahankan kedaulatan terhadap pulau-pulau yang di luar Indonesia dan pemerintah lebih berupaya untuk memperkuat kedaulatan agar tidak terjadi lagi kasus seperti Pulau Sipadan dan Ligitan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun