Sensitivitas Menulis
Tidak mudah membiasakan diri dalam sebuah kebaikan. Tetap istiqomah apapun yang terjadi, terus melakukannya hingga tidak ada lagi kemampuan yang bisa diandalkan untuk melakukannya hingga nyawa telah lepas dari raga. Memang tidak mudah konsisten dalam kebaikan. Begitu pula menulis, tidak banyak orang mampu mempertahankan kebiasaaan untuk tetap menulis dalam keadaan apapun. Tidak peduli apapun tulisan, setiap hari selalu ada yang dihasilkan, tulisan yang merupakan buah gagasan, pikiran, harapan dan kenyataan atas fenomena dan pengalaman yang dihayatinya.
Menulis bukan bakat bawaan lahir, karena sejak lahir jangankan kemampuan menulis, untuk bisa makan sendiri pun tidak mampu. Namun perlahan kita dilatih cara memegang sendok, memasukan makanan ke dalam mulut, berkurangnya makanan yang tercecer, makin terus membuat kemampuan makan sendiri dapat dilakukan. Begitu pula menulis adalah sebuah keterampilan yang dapat dipelajari. Siapapun dapat menulis, dan menghasilkan tulisan yang bagus apabila terus mencoba dan tidak berhenti menulis. Ini yang membuat sebagian orang yang belum bersentuhan dengan dunia tulis menulis terasa berat, merangkai kata demi kata sehingga membuat makna.Namun sebenarnya tantangan pun datang saat sedang berlatih untuk tetap menulis, banyak alasan yang membuat berhenti dan tidak menulis. Meski bagi yang terbiasa menulis akan terasa ada yang hilang dalam sebuah ritme keseharian, namun kadang masih belum tergerak untuk menulis. Saat memulai kembali untuk menulis, sensitivitas terhadap realitas dan aliran kata yang keluar serasa macet entah apa yang telah menyumbat.
Memulai menulis jauh lebih mudah ketimbang mempertahanakan untuk tetap menulis. Meski keduanya penting memulai dan mempertahankannya, namun mempertahankan memerlukan ekstra kekuatan untuk mewujudkannya. Tidak sedikit gangguan datang yang memberikan rasa toleran dan menyebutnya sebagai hal yang biasa jika tidak menulis. Kesibukan lain yang sebenarnya masih bisajika ada kemamuan kuat untuk menulis. Karena memang segalanya adalah memungkinkan dan tidak ada yang sibuk yang ada prioritas. Saat berfokus pada suatu hal, maka hal lain memiliki intensitas yang berkurang. Namun memastikan bahwa segalanya tetap bisa berjalan dengan baik. Tetapi tidak dengan menulis, makin lama tidak dilakukan terasa makin kaku, ada hal yang tidak baik karena meninggalkan kebiasaan baik.
Perlahan dan pasti jika menjauh dari kebiasaan menulis, sensitivitas menulis mulai menurun. Kurang peka terhadap kenyataan, kesulitan mencari gagasan, merasa gelisah dan tergesa-gesa saat menulis, karena tidak fokus terasa waktu yang digunakan sudah terlalu banyak padahal hasilnya pun tidak ada, dan banyak hal lain yang pada akhirnya tidak ada tulisan yang dibuatnya. Kehidupan sehari-hari kaya akan inspirasi. Berbagai sudut pandang dapat dibuat, namun jika sudah tidak sensitif sulit menemukan yang tepat dan pas, apa yang muncul dalam benak dipertentangkan dan dibicangkan dalam pikir dan dimentahkan kemudian diabaikan. Tidak segera menulis, melakukan analisis dan mengembangkannya. Akhirnya hilang tergerus masa. Sungguh tidak mudah menjalankan tekad untuk menulisterus.
Namun mempersalahkan diri karena ketidakkonsistenan menulis bukanlah hal baik. Memandang positif dari sebuah keadaan agar terus berkembang menjadi lebih baik adalah cara yang bijak. Kini saya telah menikmati masa ‘idah’ menulis, hampir 4 bulan tidak konsisten menulis. Namun saya tetap menikmati dan bersyukur dalam rentangan tersebut ada tulisan saya yang dimuat di koran harian Republika kolom hikmah tanggal 18 September 2014. Itu adalah tulisan pertama. Sejak setahun terakhir saya bertekad untuk menambah kemampuan yaitu kemampuan menulis. Saya membuat blog pribaditempat curahan tulisan di santilisnawati.wordpress.com dan blog keroyokan di kompasiana. Banyak sahabat yang saya jadika guru yang secara tidak langsung mengajari saya menulis, teman-teman diblog yang saya intip tulisannya, di media masa yang sesekali saya lihat dan kiriman tulisan yang terus mengalir ke email dari Nusa Putra menjadi inspirasi menulis. Produktivitas mereka yang luar biasa. Jika saya menginginkan produktif menulis, satu di antaranya berada dalam lingkungan orang-orang yang produktif menulis. (hehe..kali aja tertular)
Keinginan dan minat yang sama menjadi magnet dalam berteman, saya suka dengan mereka yang selalu melahirkan tulisan. Saya menghargai karya mereka, karena saya merasakan tidak mudah untuk tetap konsisten menulis. Padahal saya sering membayangkan di saat tua nanti, saat saya tidak bisa menjahit dan memasak saya bisa menuliskan sesuatu yang bermanfaat buat orang-orang, dan tentu untuk diri sendiri karena menulis itu seksi, meditasi dan seni. Tentu menulis akan menyehatkan jiwa dan raga. Saya akan menjadi lebih sehat dengan menulis (dan...masih banyak alasan lain untuk menulis, yuuuk ah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H