"Loh, qo jangan sebut partainya. Ini kebebasan pers kebebasan untuk bicara. Ya jangan disebut partainya. Kenapa ? Jangan mengekang kebebasan pers.
Kebebasan itu sah sah saja, boleh-boleh saja, tapi khusus masalah ini. Tidak bisa. Kenapa tidak bisa ? Jangan menahan berita. Kita sampaikan ke publik, bahwa politisi partai ini bobrok. Gmana tidak bobrok. Ya jelas tidak bisa, kamu tidak berpikir jauh! Kamu pikir siapa yang menggaji kamu ? Ya bos pemilik partai ini. Bagaimana kamu ini.
Kalo soal berita partai lain, kita harus membesarkan berita itu. Blow Up! Tapi kalo partai milik bos kita. Jangan sampe dibesar-besarkan. Ingat itu. Contohh nyata semburan air mancur di Timur Jawa. Tidak boleh kita beritakan itu.
Apapun yang berkaitan dengan bos kita, disimpan. Ingat itu."
Obrolan dua pegawai media tv yang berdebat untuk menyebutkan nama partai si bos. Di dunia ini ada hukum sebab akibat, nah sebabnya media partai ini yang lebay dalam memberitakan borok partai lain. Sekarang ? dihajar lah sama media lain tuh TV. Belum lagi masuk ke ranah sosial media.
Maruknya nih pemilik Media sampe lupa kalo dosa-dosa dia di masa lalu itu busuk dan ketika ingin menjadi Presiden. Maka media elektronik yang dia miliki harus tutup mata dan telinga setiap berita tentang borok dirinya dan partainya.
Beginilah kebebasan pers di Indonesia tercintahhh. Lebay, arogan, dan penuh tipu daya. Bebass.
Nambahin Link Youtubenyahh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H