Waktu  Pak Arik Tohari menawariku, Kolak Srikoyo, pikiran ini langsung  beranggapan aku akan mencicipi seporsi kolak berbahan srikaya. Wah  mantap ini, ternyata srikaya bisa dijadikan hidangan berbahan buah  srikaya. Namun ternyata aku salah, Kolak Srikoyo tidak memiliki  kandungan srikaya sama sekali.Â
 Aku  terpana menatap kolak tersebut. membalik makanan berkali dengan sendok  makan, mencium aromanya, memegang piring berisi hidangan tersebut dengan  kedua tangan, hangat terasa..... Kucicipi sedikit, manis. Kembali  kuambil sesendok penuh, menyuapinya dengan segera. Ah, sama sekali tidak  ada srikoyo.Â
Dia merupakan lulusan Program Studi Manajemen Masakan Continental  yang memiliki pengalaman kerja di Holland Cruise Line. "Kolak Srikoyo  hanya tersedia saat Bulan Ramadhan. Ibu saya mengolahnya dan menyajikan  untuk ber buka puasa", jelas Pak Arik Tohari. Dengan cepat, seporsi  kolak srikoyo tandas berpindah ke dalam perut. manis, lembut, aroma yang  begitu nikmat dari kolak pisang yang dicampur roti tawar. "Hanya 6.000  rupiah seporsi, diolah hanya saat bulan ramadhan", sungguh membuat  hangat tubuh yang mendingin karena suasana pegunungan.
Â
Malam  itu kembali kami menikmati kolak srikoyo sambil berdiskusi dengan  keluarga bapak Edi di Pondok Wisata Wahyu miliknya di Desa Argosari.  Kuambil sesendok demi sesendok kolak Srikoyo di piring yang tersaji di  hadapanku. Kami duduk membahas tentang budaya masyarakat Tengger sambil  mengelilingi tungku untuk menghangatkan tubuh.
Â
Ah, sungguh, satu lagi kuliner  nusantara yang harus dilestarikan dan dikembangkan bersama, sehingga  bisa menjadi ikon Lumajang, bahkan mendunia....