"Ni Gusti Made Srimin, ibu, senantiasa mendukung saya, meski terkadang banyak rintangan yang kami temukan". Ujar Pande Wayan Suteja Neka mengenai istri tercinta saat kami berdiskusi bersama sambil menyusuri ruang demi ruang di Museum Seni Neka di awal tahun 2014. Â Ada lebih dari 400 an karya seni lukis, 300 an patung dan 300 an keris di Museum Neka yang terletak di Jalan Raya Sanggingan Campuhan, Desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar ini.
 "Saya mengawali nya sedikit demi sedikit. Mengumpulkan berbagai benda seni dan pusaka yang menjadi bentuk tanggungjawab saya terhadap keberlangsungan budaya, khususnya Bali. Saya merasa telah memperoleh kebahagiaan dari dunia seni, maka saya kembalikan kebahagiaan itu kepada dunia seni itu sendiri. Dan, ibu Ni Gusti Made Srimin selalu mendukung setiap jejak langkah yang saya lakukan". Lanjut Pande Wayan Suteja Neka memaparkan berbagai bentuk dukungan yang telah dilakukan istri tercinta.
Gallery Seni Neka (Neka Art Gallery) mulai dirintis semenjak tahun 1966. Museum Seni Neka (Neka Art Museum) berdiri semenjak tahun 1982. "Meski terkadang mendapat cemoohan dan tidak dipercaya oleh banyak pihak, namun Ibu selalu mendukung penuh setiap aktivitas yang saya lakukan terkait budaya". Ujar Pande Wayan Suteja Neka sambil mengenang masa-masa perjuangan mendirikan museum seni.Â
Sungguh bukan merupakan hal yang mudah mengumpulkan sedikit demi sedikit jejak langkah budaya nusantara, khususnya Bali, dalam bidang seni rupa, mulai dari lukisan wayang klasik, aliran lukis Ubud, aliran Batuan, aliran kontemporer Bali, hingga aliran kontemporer Indonesia. Hal ini demi memperluas wawasan pengetahuan para penikmat seni lukis mengenai sejarah seni rupa di Bali.
Pande Wayan Suteja Neka menguraikan lebih lanjut bahwa meski bukan merupakan seorang empu pembuat keris, namun JMK Pande Wayan Suteja Neka berhasil mengembangkan semangat budayawan sejati, sebagai seniman sejati, dengan koleksi beragam aliran senirupa dan keris yang legendaries, dengan bukti beragam penghargaan yang telah diraih, seperti Lempad Prize (1983), Penghargaan Seni dan Medali Emas Gubernur Bali (1992), Piagam Penghargaan dari Mendikbud RI (1993), Penghargaan Seni Wija Kesuma dari Bupati Gianyar (1997), Piagam Penghargaan dari Menparpostel (1997), Heritage Award dari PATA Indonesia Chapter (1997), Penghargaan Adi Karya Pariwisata oleh Pemerintah RI (1997), Penghargaan Karya Karana Pariwisata dari Pemerintah Provinsi Bali (2003).
Kembali pula berbagai upaya dilakukan oleh pihak keluarga, termasuk menjalani perawatan semenjak awal Januari 2018 lalu di Negara Singapura. Bergantian pula, pihak keluarga, anak, menantu dan cucu mendampingi dalam proses perawatan tersebut.
"Ibu Ni Gusti Made Srimin dirawat di Farrer Park Hospital, Singapura, semenjak 8 Januari 2018, atas penyakit kanker yang diderita. Bapak Pande Wayan Suteja Neka menemani dengan setia, dan menetap di One Farrer Hotel and Spa, yang merupakan hotel berbintang lima dan terkait dengan Farrer Park Hospital. Ujar beliau saat kami mengucapkan selamat menyambut Tahun Baru 2018.