Mohon tunggu...
Santi Mulawarman
Santi Mulawarman Mohon Tunggu... wiraswasta -

Orang yang paling miskin bukanlah orang yang tak memiliki uang tapi orang yang tak memiliki visi (Africa's Proverb)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelacuran, Tutup atau Kelola?

5 Oktober 2012   09:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:13 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semua hal yang ‘berbahaya’ harus di lokalisasi artinya di sempitkan lagi ruang lingkupnya. Terjadi kebakaran- diusahakan melokalisali hutan dengan membabat pohon-pohon di sekitar hutan. Orang sakit menular harus di karantina sampai sembuh. Termasuk tempat pelacuran,tempat pelacuran seharusnya memang dilokalisasi bukan malah di tutup. Contoh rencana penutupan Tempat Pelacuran di Jawa Timur yang masih di godog pelaksanaannya (membaca tulisan salah satu kompasioner). Pertanyaannya adalah "Apakah dengan penutupan tempat ini mencapai tujuan awal untuk menekan jumlah penderita HIV/ AIDS dan penyakit kelamin menular lainnya?"

Pelacuran memang merupakan ‘bisnis’ yang menghasilkan banyak duit, banyak pelanggan yang mau membayar tinggi untuk layanan sex ini. Rasio pelacur dan pelanggan mencapai 1:15. Luar biasa para ‘Lelaki Hidung Belang’ tiga kali lipat jumlahnya dibanding ‘ Wanita Pelacur’ Tulisan Kompasioner 18 Sept 2012 – “Lokalisasi Ditutup, Bom Simalakama”.

Ada beberapa  beberapa ide untuk mengurus lokalisasi ini, dengan tujuan ‘memperkecil tingkat penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh bisnis alat kelamin ini” yang mungkin berguna bagi para aktivis perempuan atau pembuat keputusan. Terinspirasi oleh tempat pelacuran di Thailand (Entertainment Building, Bangkok) dan perjudian di Malaysia (Genting High Land), inilah diantaranya ide-ide itu "Tempat Pelacuran Aman dan Terkendali".

1. Tempat lokalisasi di tempatkan di daerah yang jauh daripemukiman penduduk, apalagi kantor pemerintahan, sekolah serta tempat ibadah. Tempatkan di tempat yang jauuuuuh sekali di pinggiran kota tapi tetapi diberikan akses jalan yang baik, supaya tidak ada alasan bagi mereka merasa di ‘buang’ dan balik lagi ke tengah pemukiman masyarakat.

2. Buat fasilitas ini dalam satu gedung bertingkat yang dijaga oleh petugas keamanan. Jadi tidak sembarangan orang bisa masuk terutama anak-anak sekolah. Hal ini juga dimaksudkan menghindari kekeliruan ‘mengenali’ rumah masyarakat sudah jelas bukan ‘pebisnis di dunia pelacuran’. Bayangkan tiap hari kita di gedor pintu oleh ‘pelanggan’, karena salah alamat, pasti dong kita merasa terganggu.Selama ini ada juga tetangga yang dekat dengan lokalisasi yang pintar dengan menempelkan keterangan “ Bukan Rumah Pelacuran- Milik Pribadi”

3. Kenakan persyaratan yang jelas dan peraturan pemerintah tentangSyarat Pengelolaan Rumah Bordir dan Pemberdayaan Para Pelacur misalnya, satu pengusaha boleh memilikipaling banyak dua rumah Bordir dengan30 Pelacur asuhannya.

4. Pemerintah harus meminta data lengkap para pelacur ini beserta foto mereka (foto untuk izin ini harus ada dua – polos tanpa make up dan dengan make up- tetapi tetap berpakaian rapih, bukan foto telanjang atau pakai bikini) dari para pemilik bisnis rumah bordir.

5. Kartu Kesehatan Pelacur merupakan syarat PENTING, pemberian ijin beroperasi. Pelacur harus bebas dari segala penyakit menular, jika di dapatkan sedang ‘sakit’ maka kewajiban pemilik bisnis untuk mengobati anak asuhannya hingga sembuh. Baru kemudian mereka boleh menjalankan pekerjaan-nya. Sama seperti surat Ijin untuk mengemudi, maka pelacur harus mendapatkan Surat Ijin Pelacur (SIP) dengan kategori usia, diatas 25 tahun. Pemberian vaksin menjadi WAJIB bagi para pelacur dan PEMERIKSAAN KESEHATAN dilakukan setiap satu bulan sekali.

6. Tidak ada IZIN untuk Pelacur Independen.

7. Berikan tarif yang tinggi untuk pelayanan elacuran misalnya, tarif pelacuran minimal 1,5 juta untuk setiap kali layanan, untuk menjaga kesehatan para pelacur. Tidak boleh ada ‘diskon’ atau penurunan harga karena ‘keadaan kesehatan yang memburuk’.

8. Jika terjadi peng’eksploitasian’ pelacur dalam konteks ‘tetap melayani pelanggan walaupun belum selesai proses pengobatannya,’ maka pemilik usaha akan di kenakan sangsi hukum, minimal 5 tahun kurungan dan denda 5 Milyar. (PR bagiMenteri Pemberdayaan Wanita). Uang denda digunakan untuk memperbaiki kesehatan dan bantuan ‘beasiswa’ bagi para pelacur yang akan meninggalkan profesi pelacur untuk kembali bersekolah.

9. Pemilik Rumah Bordir harus memilikiminimal satu dokter Spesialis Penyakit Kelamin dan Kandungan dan satu Dokter Kesehatan Masyarakat.

10. Pemilik Rumah Bordir BUKAN merupakanpegawai pemerintahan, bukan tentara/ anggota POLRI, bukan pemuka agama dan bukan pengajar. Harus di lengkapi dengan data lengkap pemilik.

11. Pemilik Rumah Bordir mempunyai ‘Lokalisasi’ bagi pemukiman mereka beserta keluarga dan para pegawainya. Demi alasan keamanan dan ketertiban.

Sekarang giliran para PELANGGAN,

1.Harus menggunakan alat pelindung (Kondom) jika melakukan ‘intercourse’.

2.Mencuci tangan dan menggosok gigi sebelum berkegiatan seksual. Untuk mengurangi penyebaran bibit penyakit.

3.Tidak boleh Warga Negara Indonesia yang BERAGAMA, di tunjukan dengan KTP/ Pasport pelanggan.

4.Tidak boleh memakai Seragam Sekolah.

5.Usia pelanggan diatas 21 tahun.

6.Para pelanggan yang sudah menikah, di beri harga 20-30 persen lebih tinggi dari harga pasaran. Untuk mengingatkan mereka agar pulang ke rumah. (Di rumah-kan gratis)

7.Pembayaran dilakukan terlebih dahulu sebelum pelayanan diberikan.

8.Pembayaran dengan kartu kredit di berikan ‘potongan’ 3 persen. (agar mudah mendeteksi daftar pelanggan dan data pelanggan).

Semoga dengan semakin di persempit dan pengawasan diperketat maka akan semakin mudah pendataan. Dengan demikian TUJUAN UTAMA – yaitu menekan jumlah penderita HIV/Aids dan penyakit kelamin lainnya bisa terdeteksi dan di karantina sampai sembuh, sebelum kembali beraktivitas.PELACUR JUGA MANUSIA, yang harus di perhatikan hak hidup-nya oleh negara.

Semoga para pelacur sembuh dari sakitnya dan punya kesadaran diri untuk kembali menjadi ‘wanita’ yang berpikiran maju, berkarakter kuat, punya harga diri, bermanfaat bagi dirinya, keluarga, agama dan negaranya.

Semoga para pelanggan sembuh dari sakitnya dan diberi kesadaran untuk menjadi laki-laki yang sesungguhnya dengan jiwa penyayang, pelindung, pemimpin dan bertanggung jawab atas dirinya, keluarganya, agama dan negaranya.

Salam Rindu Dari Semak Belukar Afrika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun