Mohon tunggu...
Santi Mulawarman
Santi Mulawarman Mohon Tunggu... wiraswasta -

Orang yang paling miskin bukanlah orang yang tak memiliki uang tapi orang yang tak memiliki visi (Africa's Proverb)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Cancerversary' di Tahun Baru

1 Januari 2013   22:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:40 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun baru ini aku merayakan “Cancerversary’ - Perayaan kebebasan dari vonis Kanker Thyroid yang menderaku. Empat belas tahun lalu ultimatum dokter onkologi di Rumah Sakit Kanker di Jakarta tentang penyakit ini membuatku lemah lunglai, terhenyak kaget. Hasil USG dan CT Scan menunjukan adanya benjolan yang membengkak berukuran 1,2 cm dan 2,2 cm di leher sebelah kiri dan kanan dekat kerongkongan. Hasil biopsy menunjukan bahwa benjolan itu adalah kanker tahap satu.

Tak terbayangkan emosi yang bergejolak saat itu, kemarahan, kesedihan, tak percaya, ketakutan semua bercampur aduk menjadi satu.

Aku sedih membayangkan ketidakadilan hidup yang menimpaku, kenapa mesti aku yang menderita ini, aku masih muda, aku baru saja berbulan madu sebulan yang lalu. Aku sedih membayangkan suamiku menjadi duda dalam kemudaan usianya. Duda tampan dan keren.

Aku takut bukan kepalang, aku takut menjadi sakit tak tertahan, menjadi beban keluarga, menjadi kehilangan rambutku, menjadi pucat pasi dan kering kerontang seperti kerangka mayat hidup.Aku takut hidupku menjadi sampah, tak berguna. Aku takut mati dan masuk neraka, takut amal ibadahku tak cukup di mata Tuhan.

Aku marah dan menyalahkan kepada ibu bapakku karena tidak merawatku dengan baik, aku marah kepada Tuhan kenapa Tuhan membenciku dengan memberiku panyakit ini.

Dunia seperti terjungkir balik, semua rencana karirku amblas, rencana untuk memiliki momongan terenggut . Mimpi untuk bisa melihat belahan dunia lain pupus sudah. Semua harapan dan keindahan hidup musnah.

Vonis dokter membuat seluruh keluarga besarku dan keluarga suamiku terhenyak. Belum lagi masalah keuangan yang harus tersedia jika aku akan di operasi. Biaya operasinya saja sekitar 50juta rupiah, belum termasuk biaya kamar, obat-obatan, dan perawatan paska operasi. Akhirnya aku dan suami memutuskan untuk menunggu dua bulan, dengan memperkirakan bahwa kami akan punya uang untuk menjalani operasi itu.

Keluarga kami bukan keluarga kaya raya, tapi keluarga kami meyakini kekuatan doa dengan keyakinan yang dalam akan menjadi obat bagi penyakit apapun. Berdoa dengan cara yang benar dan doa yang lurus (tidak salah jurusan; mau minta hujan malah berdoa untuk tidur, ya..salah jurusan namanya-walaupun sama-sama baik tujuannya, berdoa dan meminta kepada Tuhan).

Akhirnya diputuskan bertemu dengan keluarga seorang kyai di Pandeglang, Banten. Kami bertemu anaknya, masih sangat muda, mungkin berbeda 3-4 tahun denganku. Parasnya tampan, kulitnya kuning langsat, dia duduk bersila dengan senyum berkharisma dan nampak sekali kesalihannya ketika pertama kali mencium tangan ibu bapakku dan kakakku, mencium tangan sebagai tanda penghormatan dan kesantunan di daerah ini. Walaupun rambut gondrongnya yang diikat rapih kebelakang sempat mengejutkanku. Aku mengira dia akan nampak bersih dan kelimis dengan potongan rambutnya. Aku hanya mendengar bahwa dia sangat pintar belajar ilmu agama, dia juga belajar ekonomi. Dia sudah menjalankan puasa rutin senin dan kamis selama sebelas tahun, tak pernah terputus.“Teteh bisa baca doa ini?” katanya santun, sambil menunjukan kertas bertuliskan huruf arab. “ Ya…insyaallah bisa” ujarku.

******

Dua bulan itu aku terus bekerja mengumpulkan uang dan berdoa siang dan malam. Ribuan kali aku berdzikir setiap hari, memohon kepada Yang Maha Menyembuhkan. Akhirnya uang kami terkumpul dan aku bertekad untuk segera melakukan operasi.

Aku bertemu dokter ahli yang menanganiku sebelumnya untuk menetapkan hari operasi pengangkatan kankerku. Tapi sebelum itu aku meminta dokter melakukan kembali USG Thyroidku. Ketika dilakukan USG ulang, ternyata benjolan itu tak nampak, mereka mengulangi USG hingga empat kali, dan semuanya nampak normal dan bersih, tak ada benjolan terlihat. Mereka heran membandingkan dengan hasil USG dua bulan yang lalu, yang sangat jelas ada di sana.

Heran, tak percaya, bercampur bahagia dan terharu menyelimutiku ketika keluar dari ruang USG itu. Kanker Thyiroid itu benar-benar hilang. Hingga hari ini, tahun baru 2013 –14 tahun Cancerversary-ku, pengingatku akan kekuatan doaku, ibu bapak dan orang-orang yang mencintaikudan keyakinan akankesembuhan dari Maha Pengasih, Penyayang dan Pemurah, Maha Penyembuh.

Aku tak pernah mencari tahubagaimana kemungkinan penjelasan ilmiahnya. Apakah mungkin terjadi penyusutan benjolan/ tumor yang sudah di vonis kanker oleh dokter ahli?

Campaign: Selalu Berdoa Dengan Penuh Keyakinan

Salam Rindu Dari Semak Belukar Afrika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun