Mohon tunggu...
Santhos Wachjoe Prijambodo
Santhos Wachjoe Prijambodo Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNS di Surakarta

Seseorang dengan hobi membaca dan menulis artikel, baik artikel ilmiah maupun artikel non ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penangkapan (Bagian 2)

1 Oktober 2024   12:18 Diperbarui: 1 Oktober 2024   12:28 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembahasan selantuan njutnya mengenai penangkapan, kita akan membahas ketentuan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan sebagai berikut :

            "Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana, berdasarkan bukti permulaan yang cukup."

Di dalam penjelasan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini dijelaskan mengenai penangkapan ini sebagai berikut :

"Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14."

Pasal ini menunjukkan bahwa printah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

Dari ketentuan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • KUHAP ini mempunyai tujuan untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga dapat menghindarkan dari kesewenang-wenangan Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya pihak Penyidik, baik dari unsur Kepolisian maupun dari unsur Kejaksaan, ketika melakukan penyidikan suatu perkara dan saat akan menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana;
  • Ketentuan Pasal 17 KUHAP ini kemudian juga diatur di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa "Frasa 'bukti permulaan', 'bukti permulaan yang cukup', dan 'bukti yang cukup' dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia)," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan;
  • Dengan menghindarkan kesewang-wenangan Aparat Penegak Hukum (APH) pada saat melakukan penyidikan suatu tindak pidana termasuk ketika akan melakukan penangkapan, maka dapat dihindarkan adanya peradilan sesat dalam sistem hukum di Indonesia. (BERSAMBUNG).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun