Sepakbola Indonesia terkena sanksi FIFA mungkin hal ini yang sekarang sedang menjadi kekhawatiran publik, jika sanksi tersebut benar-benar terjadi dari apa yang publik banyak dengar maka ancaman yang jelas akan dihadapi sepakbola Indonesia dalam jangka waktu dekat adalah publik tidak dapat menyaksikan tim-tim yang berlaga di AFC karena otomatis akan didiskualifikasi dan Timnas pun tak bisa berlaga di ajang tahunan Sea Games ke-28 di Singapura. Terkait FIFA yang telah melayangkan surat terbuka kepada Kemenpora agar tidak mengintervensi induk persepakbolaan nasional yaitu PSSI kiranya dengan tenggak hingga 29 Mei 2015 sebagai batas waktu tolerir FIFA terhadap kisruh yang terjadi tampaknya begitu mendesak sehingga publik berharap sekali ada titik temu antara Kemenpora, BOPI, dan PSSI agar polemik segera berakhir dan kompetisi QNB League dapat berlanjut sehingga sepakbola Indonesia dapat terhindar dari sanksi FIFA serta kemungkinan terburuk lainnya yang dampaknya lebih luas.
Namun pertanyaan muncul, jika saja kisruh antara Kemenpora, BOPI, dan PSSI selesai apakah menjamin kualitas sepakbola dalam negeri akan maju baik kompetisi maupun prestasi? Benar sementara sanksi FIFA bisa saja dihindari akan tetapi tidak mustahil di tahun-tahun berikutnya sanksi tersebut kembali mengancam persepakbolaan nasional dengan tema kisruh yang berbeda seperti yang sebelum-sebelumnya terjadi. Dibalik hal tersebut secercah harapan muncul dimana Kemenpora dalam waktu dekat akan mengirimkan utusan untuk menemui FIFA prihal ancaman pembekuan persepakbolaan Indonesia yang sebelumnya akan didahului melalui surat, dari pihak Kemenpora pun optimis sepakbola Indonesia tidak akan terkena sanksi dengan harapan FIFA mau memahami situasi dan kondisi yang terjadi pada persepakbolaan nasional saat ini sebagaimana apa yang pemerintah lakukan adalah membenahi sepak bola tanah air.
Syukur-syukur apabila FIFA mau memahami kondisi yang sepakbola Indonesia hadapi maka kompetisi QNB League tetap akan bergulir namun dengan arahan tim transisi yang masih belum jelas seperti apanya, jika saja FIFA tetap keukeh bahwa hanyalah PSSI yang berhak mengurusi persepakbolaan Indonesia maka mau tidak mau baik setiap insan persepakbolaan dan publik harus menerima kenyataan pahit bahwa Indonesia terkena sanksi FIFA jika saja dalam waktu yang ditentukan kisruh tidak terselesaikan. Bisa dikatakan disaat terkena sanksi FIFA maka sepakbola Indonesia "mati suri", namun Penulis harap kita semua jangan khawatir berlebihan dimana sanksi FIFA kiranya tidaklah permanent jika saja keadaan sepakbola Indonesia telah kondusif maka memungkinkan FIFA akan melepas sanksi akan tetapi semua itu tergantung bagaimana proses pemulihan yang Indonesia lakukan.
Dalam keadaan "mati suri" Penulis memperkirakan jika saja pemerintah berkomitmen benar-benar ingin membenahi sepakbola tanah air maka kemungkinan PSSI akan dibubarkan dan digantikan oleh induk organisasi sepakbola lain yang kiranya dapat mengapresiasikan keinginan publik melihat sepakbola dalam negeri maju dan berkembang serta dibarengi harapan oleh raihan prestasi kedepannya. Namun sebelum hal tersebut terjadi tentu induk organisasi yang diwacanakan Penulis kira harus terlebih dahulu melalui persetujuan FIFA. Kalau sudah keadaannya seperti ini maka bisa dikatakan Indonesia ibarat membangun dari nol persepakbolaan tanah air, walau dasar peraturan yang berlaku dan format kompetisi sebelumnya dapat diterapkan kembali akan tetapi proses ini kiranya akan memakan waktu yang cukup panjang dimana kendala mungkin saja terjadi sehingga menghambat proses tersebut.
Apa yang Penulis kemukakan hanyalah sebatas perkiraan sebagaimana keterbatasan sebagai manusia kita hanya dapat menduga kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, tentu kita semua berharap yang terbaik kedepannya namun jika saja apa yang terjadi buruk Penulis mengingatkan bahwa inilah konsekuensi yang Indonesia harus terima dengan besar hati bahwa toh kita semua yang menginginkan persepakbolaan Indonesia akan dapat lebih baik ketimbang keadaan saat ini. Jangan kita seringkali membudayakan mencari-cari kambing hitam untuk disalahkan karena hal tersebutlah yang menjadikan negeri ini tertinggal dimana berlama-lama dengan ribut internal sedangkan negara-negara lain maju. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Semoga bermanfaat dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H