Di tahun 2017 nanti DKI Jakarta akan melaksanakan hajatan besar Pemilihan Gubernur, riuh akan Pilgub 2017 bahkan sudah terdengar mulai akhir tahun 2015 hingga saat ini masih menjadi topik hangat dimana baik publik dan media seringkali membahasnya. Namun dibalik ramai-ramai jelang Pilgub DKI Jakarta menimbulkan pertanyaan apakah animo masyarakat Jakarta ketika Pilgub bergulir begitu besar untuk memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur favoritnya ataukah justru keadaan sebaliknya dimana akan banyak warga Jakarta yang acuh dan memilih golput?
Disini pertama-tama Penulis mengajak para pembaca menelaah lebih dalam akan alasan mengapa seseorang memilih golput? Hal yang paling memungkinkan dari seseorang memilih golput dikarenakan keikutsertaan warga dalam pemilihan masih bersifat persuasif dimana sebagai warga negara Indonesia yang memenuhi syarat maka akan mendapatkan hak-nya untuk memilih. Kita bisa lihat bahwa keikutsertaan dalam pemilihan bukan merupakan "kewajiban" atau harus dilakukan, warga ikut memilih lebih kepada ajakan disertai kesadaran diri untuk berperan lebih kepada bangsanya dan dalam prihal Pilgub adalah kepada daerahnya.
Kemudian faktor pemimpin, memang tidak dapat disangkal bahwa calon pemimpin punya pengaruh sepersekian persen dalam meningkatkan minat masyarakat untuk ikut memilih. Pertanyaannya sekarang apakah calon-calon dalam Pilgub DKI 2017 nanti punya porsi (popularitas) untuk sekiranya dapat menggugah hati warga Jakarta untuk ikutserta dalam memilih (tidak golput)? Isu SARA yang samar terdengar jelang Pilgub DKI 2017 dibalik tujuannya bagaimanapun memiliki andil mengurangi minat warga Jakarta untuk memilih. Lalu kompetensi dari calon Pilgub juga diperhitungkan dimana apabila para calon dianggap tidak akan membawa perbaikan kepada Jakarta maka masyarakat akan berdiam diri dan menerima hasil berikut konsekuensinya kasar katanya "Jakarta dipimpin siapapun akan sama saja hasilnya".
Penyebab selanjutnya dari kemungkinan besar hadirnya golput adalah disebabkan oleh pendataan warga yang sampai saat ini belum terorganisasi dengan baik. Benar bahwa negara memiliki database warga-warganya, namun timbul pertanyaan seberapa akurat database tersebut? Kita tidak bisa menyangkal bahwa tidak terorganisasinya database warga dikarenakan beragam macam sebab dimana salah satunya permainan antara aparatur daerah setempat dan oknum warga di masa-masa lalu yang mengakibatkan kesimpangsiuran sampai sekarang. Kemudian data kependudukan mungkin bisa dikatakan minim update (diperbaharui dalam rentang waktu terlalu panjang sedangkan dalam waktu bersamaan perubahan data warga cukup cepat) disertai kurang pro aktifnya warga setempat dalam memperbaharui data mereka atau menghubungi RT/RW jikalau hanya butuhnya saja. Belum lagi hal ini ditambah dengan kurangnya sosialisasi agar masyarakat berinisiatif untuk ikutserta memilih, jika ada pun paling diakhir-akhir atau menjelang masa kampanye dan mendekati hari pemilihan.
Apabila dapat disimpulkan golput adalah sebuah keniscayaan yang akan ditemui dalam hajatan pemilihan di Indonesia dan besar kecilnya memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk dapat meminimalisirnya tentu tidak bisa negara sewenang-wenang dalam mengubah kebijakan memilih yang sebelumnya berstatus "hak" warga menjadi "kewajiban", akan tetapi negara perlu menganalisa (penyebab adanya golput) dibarengi membenahi tata kelola kependudukannya terlebih dahulu agar jauh lebih akurat (terintegrasi) dan mengubah sistematis pemilihan semisalkan menerapkan sistem online maupun mobile atau ada solusi yang lebih baik kedepannya.
Disini hadirnya golput pun merupakan bentuk keberagaman dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia dimana ada bagian yang berpihak tetapi juga ada yang tidak (abstain). Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang golput, akan tetapi alangkah sayangnya jika hajatan yang biayanya sangat besar dan hak suara pribadi justru menjadi sia-sia. Pada akhirnya semua dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H