Apa yang dapat dilakukan dengan nominal Rp.500,-? Pertanyaan ini muncul di benak Penulis tatkala menanggapi pemberitaan seputar turunnya harga BBM pada awal April lalu. Penurunan Rp.500,- Â kiranya tidak terlalu berdampak kepada sebagian kalangan warga yang hidup di daerah terpencil seperti perbatasan disebabkan kendala faktor jalur distribusi, biaya yang mereka keluarkan tentunya jauh lebih mahal ketimbang warga yang hidup di perkotaan.
Yang menjadi poin utama dari setiap naik atau turunnya BBM tentu saja sangkut pautnya kepada harga-harga kebutuhan pokok dan tak luput tarif angkutan umum. Dua hal ini dinilai masyarakat sebagai dasar ukur apakah kebijakan pemerintah pro rakyat atau tidak, dimana seringkali kenaikan berunjung demo menentang dan ketidakpuasan (ingin lebih) ketika harga BBM turun.
Sangat sulit menganalogikan dari Rp.500,- penurunan harga BBM dapat berdampak massive, hal yang perlu diperhatikan hitung-hitungan masyarakat dan para pengusaha tentunya memiliki persepsi yang berbeda yang akhirnya berujung kepada kesimpulan analisis pakar menanggapi fenomena yang terjadi. Kemudian efek dari Rp.500,- penurunan harga BBM kiranya takkan banyak berarti lebih bilamana wacana penghapusan subsidi listrik benar-benar terlaksana, imbasnya kenaikan tarif listrik golongan kelas menengah bawah akan berimplikasi kepada naiknya harga beragam jenis barang dan bahan disebabkan bertambahnya beban operasional.
Itulah mengapa bisa dikatakan penurunan harga BBM Penulis nilai percuma, dampaknya sangat kecil sekali bahkan tak terasa disandingkan dengan beragam wacana yang jelas semakin mencekik masyarakat ekonomi lemah. Sebagai warga negara kalangan bawah kita hanya dapat bisa pasrah menghadapi setiap kebijakan pemerintah dan berusaha mensiasati besaran biaya kebutuhan hidup agar tetap mencukupi.
Aneka kenaikan maka akan berimbas luas sedangkan penurunan hanya bisa dihitung dengan jari, dikala pendapatan tetap dan keinginan individu untuk survive meningkat justru terkendala karena persaingan di luar sana yang begitu ketat dan keras. Pada akhirnya hidup layaknya hukum rimba dimana berlaku siapa yang kuat maka dia yang akan bertahan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI