Mogok yang dilakukan oleh para pengemudi angkutan umum sontak menarik perhatian publik, kali ini mereka berunjuk rasa disebabkan penolakan terhadap beroperasinya jasa kendaraan pribadi berbasis aplikasi yang kian marak tak hanya di Ibukota. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat belum lagi ditambah exodus di luar wilayah Ibukota, Jakarta memang wilayah yang potensial dijadikan segala jenis bentuk usaha, selain didukung serapan teknologi yang mapan serta perkembangan pengguna gadget mobile yang bertambah setiap tahunnya kemudian didukung pula oleh pemerintah membuat aplikasi daring kian diminati.
Hal tersebut tentu memiliki dampak sebagaimana kemajuan teknologi punya imbas baik positif maupun negatif, mogok yang dilakukan oleh para pengemudi angkutan umum merupakan salah satu gambaran dampak negatif dan juga pembelajaran bagi kita bersama bahwa pentingnya terlebih dahulu mengkaji teknologi sebelum diterapkan secara massal. Sayangnya seringkali kita-kita ini bersikap acuh dan pasrah menganggap bahwa kemajuan teknologi merupakan suratan takdir akan majunya zaman yang berakibat timbulnya masalah baru.
Demo yang mereka lakukan selain fokus kepada belum terealisasinya peraturan pasti mengenai beroperasinya jasa kendaraan pribadi berbasis aplikasi dan tetek bengek dibelakangnya, juga dilatarbelakangi oleh berpengaruh menurunnya pendapatan. Dari apa yang Penulis jabarkan tentu kiranya ada yang tidak klop disini yaitu dengan jumlah potensial individu yang beraktivitas di Ibukota mengapa aplikasi daring menjadi layaknya ancaman bagi mereka para pengemudi angkutan umum.
Faktor mengapa imbasnya begitu terasa kepada mereka dikarenakan publik pada umumnya pun lebih dominan menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi favorit. Jumlah potensial sudah dahulu dikurangi oleh jumlah dominan pengguna kendaraan pribadi dan mungkin hanya sepersekian persen sisanya memilih angkutan umum. Dari sepersekian persen sisanya tinggal anda pikirkan bagaimana gambaran kompetisi dibawahnya seperti apa, persaingan harga hingga berlomba-lomba menarik penumpang adalah cerminan betapa mirisnya kompetisi tersebut. Kompetisi yang menjadikan akar dari permasalahan sulitnya publik mencari moda transportasi yang aman, murah, nyaman, dan tertib.
Hadirnya jasa kendaraan pribadi berbasis aplikasi memberikan solusi alternatif bagi publik karena mengedepankan apa yang selama ini mereka cari, publik disini tidak sama sekali salah dikarenakan mereka adalah pengguna yang mutlak dapat memilih mana yang lebih baik. Justru menjadi pekerjaan rumah bagi pemilik dan pengelola angkutan umum lainnya bagaimana mengupayakan agar kepercayaan publik tumbuh dan angkutan umum kembali menjadi transportasi yang layak.
Apa yang terjadi tidaklah mengherankan, selama ini publik seperti dipaksa menerima nasib akan kondisi bobroknya mutu baik pelayanan maupun minimnya keselamatan angkutan umum. Disatu sisi demo yang mereka lakukan ada benarnya, tetapi bukan berarti demo tersebut melupakan tanggungjawab yang mereka emban dalam memberikan pelayanan transportasi yang memadai bagi publik.
Sekarang bagaimana solusi dari polemik yang sudah menjadi bubur ini, memberhentikan layanan yang aplikasi daring berikan ataukah membuat peraturan agar kompetisi dapat berlangsung secara sehat dimana semua pihak dapat tersenyum lebar? Lalu bagaimana dengan nasib publik, akankah polemik ini hanya mengutamakan sisi bisnis dengan mengeksploitasi majunya teknologi semata lalu melupakan bahwa "hey, publik juga membutuhkan angkutan umum yang murah, aman, nyaman, dan tertib". Bola kini ada ditangan pemerintah, semoga saja bola tersebut tidak menjadi bola panas yang akhirnya menyambar dan merugikan pihak tertentu. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H