Bertepatan memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada 02 Oktober 2015 lalu, pihak Best Western Premier mencanangkan program "We Love Indonesia" dengan mengadakan pameran Batik Betawi Terogong yang dilaksanakan dari tanggal 05 s.d 09 Oktober 2015 bertempat di Best Western Premier The Bellevue - Jl. Haji Nawi Raya No. 1, Radio Dalam, Jakarta Selatan. Dan di tanggal 07 Oktober 2015 para Kompasianer sangat beruntung turut diundang dalam Kompasiana Coverage: Pameran Batik Betawi Terogong, dalam acara ini menghadirkan nara sumber Ibu Siti Laila sebagai pemilik Sanggar Batik Betawi Terogong dan Ibu Eleine Koesyono selaku Marketing Communication Manager Best Western Premier.Â
Pembangunan tidak selalu menghadirkan kabar gembira kiranya kalimat tersebut dapat menggambarkan kisah haru dari Ibu Siti Laila, pembangunan besar-besaran yang terjadi di Jakarta mengakibatkan ia harus menyingkir dari tempat kelahirannya dan berjuang memlestarikan budaya melalui Batik Betawi Terogong. Batik telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia maka Indonesia patut bangga dikarenakan di wilayahnya banyak menghasilkan ragam aneka kain Batik, tak tekecuali Jakarta. Namun ironisnya mungkin sebagian besar penduduk DKI Jakarta tidak mengetahui bahwa Jakarta memiliki warisan budaya tersebut.
Berdasarkan sejarah Batik telah ada di Jakarta pada abad ke-19 saat masih dalam kuasa kolonial Belanda, kita ketahui bersama Batavia (Jakarta tempo doeloe) merupakan kota dagang dimana dahulu terdapat pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok sebagai saksi sejarah. Dikarenakan Batik identik dengan budaya Jawa, maka lahirnya Batik Betawi ditenggarai oleh adanya percampuran dua budaya antara Jawa dan Betawi yang menyatu. Layaknya pula kebudayaan Betawi yang memiliki unsur budaya Tiongkok dikarenakan membaurnya ragam budaya di satu tempat dimana turut mempengaruhi budaya lain. Pada tahun 1970-an Batik Betawi sempat hilang pamornya, hingga pada akhirnya negara Indonesia sadar bahwa pentingnya menjaga kelestarian budaya nasional sebagai jati (identitas) diri di mata dunia sehingga bangkitlah Batik ke permukaan.
Membahas kain Batik tentu diidentikkan dengan pakaian dengan pola Batik, akan tetapi eksistensi Batik tradisional menggunakan (alat) canting kini mulai tergerus dengan kehadiran Batik printing (cetak). Nilai eksklusif Batik printing tentu tidak sebesar Batik tradisional dikarenakan Batik tradisional selain membutuhkan keterampilan juga membutuhkan waktu yang cukup lama tergantung betapa sulitnya motif yang dibuat. Inilah tantangan yang Ibu Laila hadapi, di satu sisi ia berusaha susah payah untuk melestarikan budaya Batik Betawi namun di lain pihak faktor ekonomis seringkali menjadi bahan pertimbangan masyarakat ketika memilih Batik.
Sedangkan tantangan yang lain sebagai salah satu unsur budaya yang penting bagi Jakarta, ia merasa Batik Betawi seperti minim support. Beruntung Best Western Premier perduli akan kelangsungan Batik Betawi, lekatnya unsur budaya dimana corak Batik dapat mudah ditemukan menghiasi interior ruangan berbuah manis kepada Ibu Laila dengan mendapatkan tempat untuk mengenalkan Batik Betawi secara luas. Kisah yang Ibu Laila ceritakan pun terbilang miris dimana ketertarikan akan Batik Betawi justru lebih diminati oleh orang asing ketimbang dalam negeri dimana eksistensi akan Batik Betawi terancam punah tanpa penerus disebabkan ogahnya generasi muda melestarikan budaya nasional.
Sebagai informasi apabila anda para pembaca tertarik akan informasi maupun belajar mengenai Batik Betawi maka ada dapat berkunjung ke Sanggar Batik Betawi Terogong yang berlokasi di Jalan Tengorong 3 Cilandak Barat Jakarta Selatan atau berselancar ke websitenya di www.batikbetawiterogong.com.
Kemudian dalam Kompasiana Coverage kali ini Kompasianer diberikan kesempatan menyusuri Best Western Premier The Bellevue selaku tuan rumah, satu poin plus yang hotel ini miliki yaitu letaknya yang strategis dimana berdekatan dengan pusat bisnis, belanja, serta tidak jauh jalan tol. Kami diguide untuk melihat beberapa ruangan tempat menginap (Superior Twin dan Deluxe King), ruang meeting (Anjani, Srikandi, Manuhara), Bussiness Centre, dan fasilitas yang disediakan (semi swiming pool, fitness room, dan spa). Setelah puas mengitari sudut-sudut hotel Best Western Premier, acara diakhiri dengan makan malam yang spesial dimana kami disuguhi makanan khas Indonesia sebagai komitmen Best Western Premier untuk berperan serta memperkenalkan budaya, seni, dan kuliner yang Indonesia miliki.
Semoga melalui artikel ini dapat menumbuhkan rasa kecintaan masyarakat Indonesia akan ragam kekayaan yang dimilikinya, sebagaimana perbedaan menjadikan Indonesia lebih indah dan mari kita bersatu bersama menjaga keindahan tersebut. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
NB : artikel ini bukan untuk dilombakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H