Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kebahagiaan dari Persepsi Uang

8 Januari 2014   15:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manakah yang lebih menarik antara seseorang yang berlebih (harta) ia tersenyum dan tertawa ataukah seseorang dengan kekurangan ia tersenyum dan tertawa? Jika seseorang memiliki berlebih ia tersenyum dan tertawa, mungkin orang lain akan menanggapinya sebagai suatu hal yang lumrah dikarenakan kelebihan harta yang dimilikinya. Namun orang lain akan merasa heran dengan seseorang yang kekurangan, mengapa dengan kekurangannya ia masih bisa tersenyum dan tertawa?

Banyak kalangan yang mengatakan bahwa "uang dapat membeli segalanya", termasuk membeli kebahagiaan. Saat ini kita tidak membahas berasal dari manakah uang tsb, saat ini kita membahas prihal konsep kebahagiaan yang diciptakan oleh uang. Kalimat "uang dapat membeli segalanya" pada intinya menyisipkan permasalahan yaitu bahwa seseorang harus memiliki "uang" terlebih dahulu untuk mendapatkan apa yang ingin ia beli (kebahagiaan). Maka pertanyaannya selanjutnya apakah dengan kekurangan (dalam kepemilikan uang) seseorang tidak dapat meraih kebahagiaan?

Ternyata tidak, lingkup kebahagiaan begitu luas tidak bisa dibandingkan dengan sempitnya pemikiran akan kemampuan superior dari objek uang. Banyak orang yang memiliki uang mendapatkan kebahagiaan, namun tak sedikit pula orang yang memiliki uang dengan jumlah sedikit mendapatkan kebahagiaan. Banyak orang yang memiliki uang menghadapi masalah, namun tak sedikit pula orang yang kurang akan uang mendapatkan masalah. Mencari uang selayaknya sudah menjadi masalah, namun jangan uang malah menjadi menambah permasalahan. Pada intinya kurang ataupun lebih, tinggal kepada bagaimana manusia menghadapinya selayaknya bagaimana manusia menafsirkan seperti apa kebahagiaan yang tepat untuk dirinya.

Sebagai gambaran Penulis tafsirkan kebahagiaan itu seperti anda sedang membeli kue, berapa ratus ribu uang anda keluarkan untuk membeli kue kalau setelah anda coba dan anda tidak menyukainya tentunya tidak akan anda habiskan, kue itu kemungkinan anda akan buang. Apakah permasalahan ini berdasarkan kepada dengan menghamburkan ratusan ribu lagi untuk kue yang lain agar anda mendapatkan kepastian bahwa kue yang anda pilih nanti akan enak? Ternyata tidak. Agar kita tidak menyia-nyiakan akan jerih payah yang kita habiskan untuk hal yang tidak pasti, kita harus lebih dahulu mengetahui apa makna dari kebahagiaan tsb. Anda harus paham terlebih dahulu mana kiranya kue yang enak, barulah besaran uang anda tidak akan sia-sia keluarkan sebagaimana anda dapat menikmatinya. Ketika manusia paham akan makna kebahagiaan tsb maka tidak masalah besar maupun kecilnya karena manusia tsb dapat menikmatinya. Dan tidak masalah kepada besar maupun kecilnya kebahagiaan tsb karena manusia yang dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia lainnya sungguhlah ia manusia yang sangat beruntung. Sebagai gambaran, apalah arti 1.000.000 kalau pribadi menilai 1.000.000 sebagai 1.000 selayaknya kebahagiaan itu kecil dimata pribadi maka tidak akan pernah ada rasa puas dengan kebahagiaan yang lain. Dan lebih berharga mana anda memberi seseorang yang menilai 1.000 sebagai 1.000 ataukah seseorang menilai 1.000 sebagai 1.000.000 selayaknya apalah arti anda memberikan sesuatu ketika orang yang anda beri itu menganggapkan pemberian anda itu tak ada harganya ketimbang anda memberikan sesuatu kepada mereka yang memang membutuhkan.

Akhir artikel seperti bio Penulis gunakan "bersyukur seminim apapun keadaan", dengan bersyukur pribadi mendapatkan ketenangan jiwa. Terkait segala polemik yang ada di dunia ini Penulis lebih memikirkan apa hikmah yang dapat diambil dibalik itu semua agar dapat dimanfaatkan untuk seiring waktu hidup pribadi, bersyukur dapat dimanfaatkan oleh orang banyak. Demikian artikel berisikan opini Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik pribadi Penulis. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun