Beberapa waktu lalu publik diresahkan dengan hadirnya informasi hoax oleh oknum tidak bertanggung jawab melalui media sosial akan serbuan Tenaga Kerja Asing asal China yang disinyalir berjumlah 10 juta jiwa. Dengan berbekal informasi yang diplintir sedemikian rupa, dari apa yang Penulis amati informasi tersebut mengundang attensi publik yang langsung begitu mudah percaya. Tak sedikit dari pengguna (publik) medsos ini menjadikan akun penyebar berita hoax itu sebagai referensi informasi (dengan landasan mem-follownya), ironisnya mereka pun ikut menyebarkan (share) ke umum tanpa memikirkan dampaknya.
Beredarnya beragam informasi hoax di ranah media sosial kiranya bukan hal yang baru, tumbuh berkembangnya akun-akun penyebar informasi hoax sebenarnya sudah cukup lama eksis disebabkan mereka seolah untouchable (kebal hukum) dengan dalih dunia digital sulit untuk di deteksi serta belum adanya tindakan tegas sebagai bentuk efek jera. Alhasil oknum-oknum ini dengan leluasa memproduksi informasi-informasi hoax berisikan materi fitnah dan memprovokasi dengan tujuan akhir membentuk opini publik guna menciptakan kebencian kepada pihak tertentu, terkait isu TKA asal China ini tentu saja pemerintahan saat ini menjadi sasarannya. Beruntung pemerintah cepat tanggap dengan menyanggah informasi hoax ini, selanjutnya tinggal bagaimana pemerintah menindak oknum-oknum tidak bertanggungjawab tersebut kedepannya.
Masuk kedalam konteks informasi diatas, jika kita berbicara mengenai Tenaga Kerja Asing yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa negara China yang menjadi fokus beredarnya informasi-informasi hoax ini? Jika kita dalami maka akan sangat mudah untuk menyimpulkannya, yaitu isu SARA prihal eksistensi non pribumi, persaingan bisnis (ekonomi), serta paham Komunis.
Isu SARA memang seolah lekat dengan negeri ini, acap kali isu SARA bergulir bertujuan bukan saja memecah belah bangsa ini melainkan menciptakan atmosfer ketegangan dan ketakutan kepada khalayak umum. Nampaknya ada yang tidak beres dengan oknum tersebut selayaknya menjadikan negeri ini hancur lebur jauh lebih baik ketimbang hidup tentram damai. Materi pribumi dan non pribumi adalah konten yang selalu saja menjadi perdebatan padahal Indonesia dihuni oleh penduduk dengan keberagamannya, standar ganda pun diberlakukan dengan fokus kepada mereka non pribumi yang memiliki perawakan dan hubungan darah etnis China.
Padahal jika kita telaah lebih dalam melalui sejarah dan mau saja jujur lingkup kehadiran China di Indonesia sudah sejak dulu ada, saudagar-saudagar dari berbagai benua singgah ke Indonesia karena merupakan salah satu sumber penghasil rempah-rempah (referensi : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmaluku/2015/06/27/maluku-pusat-rempah-rempah-dan-pengaruhnya-dalam-era-niaga-sebelum-abad-ke-19/). Dari sanalah awal mula terjadi peleburan baik secara genetik maupun budaya, lalu kenapa kini dipermasalahkan?
Kemudian dalam lingkup bisnis, ini yang menurut Penulis cukup memprihatinkan dan menandakan mereka para oknum penyebar informasi hoax adalah individu-individu yang gagal move on. Sebelum menyebarkan informasi hoax sebaiknya mereka cek dan ricek terlebih dahulu gadget yang mereka gunakan saat ini berasal darimana, minim-minim darimana komponennya diproduksi. Kita tidak bisa pungkiri China merupakan salah satu diantara negara-negara besar di Asia, boleh saja mereka bisa dikatakan negara yang bermula dari plagiat produk luar (bahkan Indonesia) tetapi lihat bagaimana mereka saat ini.
Kemudian kita juga perlu memikirkan imbas pasang surutnya perekonomian China dimana mampu mempengaruhi perekonomian global, tentu anda bisa bayangkan bagaimana lagi dampaknya bagi Indonesia. Mengacu pada konteks ini jelas ada unsur persaingan bisnis sebagai alasan mengapa isu ini berhembus kencang, tidak lain tidak bukan negara China yang seiring waktu kian besar merupakan ancaman bagi kalangan yang memiliki kepentingan di Indonesia. Belum lagi dengan jumlah penduduk ±250 juta jiwa serta sifat konsumerisme masyarakatnya maka siapa yang tidak akan tergiur menguasainya?
Mengenai paham Komunis, Penulis kiranya tidak akan becerita banyak bahwa negeri ini memiliki kenangan buruk di masa lalu. Namun Penulis mengajak anda berpikir secara nalar saja, apa ada orang yang ingin tercebur ke lubang yang sama untuk kedua kalinya? Seharusnya dengan beredarnya isu Komunis ini, kita sebagai rakyat Indonesia justru timbul keinginan berupaya untuk lebih mengenal lebih dekat lagi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang lambat laun kian ditinggalkan oleh generasi muda saat ini. Bukan kita malah disibukkan mempeributkan ancaman ideologi negara seberang justru ideologi negeri sendiri dilupakan.
Informasi hoax akan serbuan TKA asal China ke Indonesia janganlah dipolitisir menjadi amunisi guna menjatuhkan kredibilitas pemucuk kekuasaan saat ini, seharusnya kita secara seksama lebih mawas diri dan belajar dari ketertinggalan negeri selama ini. Menindaklanjuti pula kita pun perlu telaah kembali bahwa prihal TKA (ilegal) bukan serta merta permasalahan yang hanya Indonesia hadapi, melainkan pula di negara-negara lain khususnya negeri tetangga yang menjadi persinggahan TKA ilegal asal Indonesia. Kalau sudah begini, apa masih percaya lagi dengan informasi hoax? Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI