Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembakaran Kitab Suci Al Qur'an, Bagaimana Menyingkapinya?

2 Februari 2023   09:08 Diperbarui: 2 Februari 2023   09:13 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Membaca Al Qur'an (Kompas)

Sebelum memulai artikel ini, Penulis pertama-tama memohon izin kepada mimin Kompasiana dan menegaskan bahwa isi dari artikel ini tidak berkaitan dengan SARA (Suku, Ras, Agama, Antar Golongan) maupun mengumbar kebencian. Oleh karenanya mohon dibaca sampai habis. Artikel ini Penulis buat murni bertujuan untuk mengedukasi agar sebagai individu berpikir secara cermat, cerdas, dan bijak dalam menyingkapi suatu hal.

Seperti kalian ketahui bahwa belakangan ini umat Muslim diseluruh dunia sedang digemparkan oleh sebuah provokasi yang dilakukan seorang politisi di Swedia dengan upaya membakar kitab suci Al Qur'an dengan dalih kebebasan berekspresi serta bertujuan agar negara-nya diterima sebagai anggota NATO.

Alhasil tindakan provokasi dikecam baik di dalam negeri maupun dunia serta memantik aksi demonstrasi di negara berpenduduk Muslim tak terkecuali di Indonesia. Sebagai bentuk keberatan atas tindakan provokasi itu pada pekan lalu Indonesia telah memanggil Duta Besar Swedia dan menyatakan bahwa tindakan tersebut telah melukai dan menodai toleransi umat beragama.

Ok sekarang kita akan masuk pada materi utamanya. Sebagai informasi bahwa kitab suci Al Qur'an ialah satu dari sekian mukjizat terbesar yang dimiliki oleh Rasulullah atau Nabi Muhammad saw. Al Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur dan pertama kali diturunkan di Gua Hira sebagai wahyu Allah Swt serta sebagai pedoman hidup sehari-hari bagi umat manusia.

"Salah satu tanda-tanda dari akhir zaman ialah diangkatnya ilmu dan fenomena kebodohan".

Sebagaimana kalian ketahui bahwa berdasarkan informasi si pelaku aksi pembakaran menyatakan bahwa ia tidak niatan untuk berhenti melakukan provokasi tersebut sampai tujuannya tercapai. Miris tetapi di satu sisi sebagai umat beragama yang menjunjung toleransi maka kita juga mewanti-wanti akan aksi serupa ataupun lebih provokatif oleh pihak tidak bertanggungjawab di kemudian hari. Lantas pertanyaannya, bagaimana kita menyingkapinya?

Prihal aksi pembakaran kitab suci Al Qur'an, sebagai seorang Muslim maka Penulis pun turut mengecam hal tersebut sebagai tindak provokasi dan tidak bertanggungjawab. Namun di satu kondisi sebetulnya Penulis jauh lebih prihatin dibalik aksi itu terhadap apa yang terjadi disekeliling kita.

Apa yang Penulis maksudkan disini ialah jika saja aksi provokasi tersebut secara terus menerus dilakukan maka apakah cukup dengan umat Muslim di Indonesia melakukan demo berjilid-jilid sebagai bentuk kecaman?

"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Jika mengacu kepada petikan hadist diatas maka sebetulnya sebagai umat tidak perlu bereaksi berlebihan. Betul bahwa aksi pembakaran kitab suci Al Qur'an menimbulkan reaksi, akan tetapi secara logika untuk apa merespon orang yang sedang sakit atau ibaratnya seorang pandai besi? Toh apakah yang melakukan aksi itu seorang Muslim? Apakah ia paham akan mukjizat yang ada pada dalam Al Qur'an? Bukankah sudah ada perwakilan Pemerintah guna mengakomodir bentuk keberatan?

Bagi Penulis pribadi berpandangan justru apa yang kita perlu seksama perhatikan ialah apakah sebagai Muslim sudah gemar membaca Al Qur'an? Apakah sebagai Muslim sudah mengamalkan isi yang ada di dalam Al Qur'an?

Hal itu yang menurut Penulis sebagai umat Muslim pertanyakan dalam hati kita masing-masing. Betul kok Indonesia adalah negara dengan penduduk umat Muslim terbesar di dunia, betul kok bahwa di Indonesia masih banyak pesantren yang menciptakan baik santri santriwati yang berahlak. Tetapi apakah itu semua cukup?

Di sisi lain tak jarang kita melihat kitab suci Al Qur'an hanya menjadi pajangan di bilik buku, tak jarang kita lihat orang yang lalai akan rukun Islam, tak jarang kita lihat bocah-bocah yang berucap kata kotor dalam keseharian, tak jarang kita melihat muda mudi yang prilaku layaknya pasangan suami istri, kejahatan merajalela dan kian sadis, korupsi bak layaknya sebuah hobi di negeri ini, dan segala macam keburukan lainnya. Apakah kita buta akan hal ini semua?

Jadi apa yang Penulis tekankan dari artikel ini ialah bahwa ada hal yang lebih urgensi yang perlu kita perhatikan sebagai umat yaitu prihal masalah akhak. Dan sebagai Muslim kita tahu bahwa dalam membentuk ahlak tidak hanya fokus pada pembelajaran di luar seperti di sekolah maupun madrasah saja, tetapi juga dalam keluarga yaitu peran orangtua yang saleh untuk mendidik dan menciptakan anak yang saleh salehah salah satunya dengan membudayakan mereka gemar membaca Al Qur'an. 

Satu hal yang pasti dan Penulis yakini bahwa Al Qur'an tidak akan pernah luntur akan keistimewaannya karena ia turun dari dzat segala Maha yaitu Allah Swt. Oleh karenanya sebagai umat Muslim maka kita wajib menjaga, merawatnya, membudayakan gemar membaca, dan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari serta menjadi uswatun hasanah bagi semua. Kesemua itu adalah upaya sebagai Muslim bersyukur atas rahmat dan nikmat yang Allah Swt berikan. Semoga Allah Swt memberikan perlindungan, hidayah, dan ampunan bagi kita semua.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun