"Film adalah karya dari sebuah industri, ia hadir tidak sekadar untuk menghibur melainkan sebuah proses alih budaya"
Bagi penggemar film kiranya sudah seringkali melihat cuplikan bertuliskan "Lembaga Sensor Film Menyatakan Telah Lulus Sensor..." ketika film akan dimulai. Namun pernahkah kalian tahu apa itu Lembaga Sensor Film (LSF) dan apa sih fungsinya?
Kamis (30/6), Dalam kesempatan ini Penulis dan rekan-rekan Kompasiana Only Movie enthusiast Klub (Komik) yang lain berkunjung ke Lembaga Sensor Film (LSF) di Gedung F Kompleks Kemendikbudristek, Jakarta Selatan. Kegiatan ini sejatinya sebagai kegiatan mengulik lebih dekat apa fungsi dan bagaimana peran LSF terhadap film-film yang tayang di Indonesia.
Kami disambut oleh 6 perwakilan LSF yang turut serta menjadi narasumber yaitu Rommy Fibri Hardiyanto (Ketua), Erfan Ismail (Wakil Ketua), Andi Muslim (Anggota/Ketua Subkomisi Media Baru), Roseri Rosdy Putri (Anggota/Sekretaris Komisi II), Tri Widyastuti Setyaningsih (Ketua Subkomisi Penyesoran), dan Nasrullah (Ketua Komisi I Bid. Penyensoran).
Singkat cerita kegiatan diskusi panel dan tanya jawab kemarin berlangsung kurang lebih 2 jam, penuh ceria dan canda tawa.
Lantas apa yang bisa Penulis simpulkan prihal Lembaga Sensor Film ini?
Jadi tepatnya LSF ialah sebuah lembaga non struktural atau independen terdiri dari 17 anggota, 12 unsur masyarakat dan 5 pemerintah yang bertugas untuk melakukan sensor atau pengawasan kepada film (dalam/luar negeri) maupun iklan yang tayang di Indonesia. Dan setiap tayangan film dan iklan harus lebih dulu mendapatkan surat tanda lulus sensor, terkecuali pemberitaan (faktual) dan acara siaran langsung (live). Tupoksi dari LSF bernaung pada Undang-undang 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman.
Konten film dan iklan harus terlebih dahulu memenuhi 5 aspek agar dikatakan layak tayang, antara lain tidak mengandung kekerasan sadis, tidak mengandung unsur pornografi, tidak mengganggu SARA, tidak menjatuhkan harkat dan martabat orang, serta tidak mengganggu nilai-nilai Pancasila.
Lalu bagaimana gambaran proses penyensoran film dan iklan ini? Jadi begini setiap hasil karya jadi baik itu film dan iklan pertama-tama maka harus didaftarkan lebih dahulu ke LSF. Kemudian pihak LSF melakukan penyensoran untuk proses kelayakan sesuai kriteria. Apabila ditemukan konten tidak layak dalam film atau iklan maka LSF akan memberikan catatan kepada pemilik karya agar dilakukan penyuntingan ulang. Jika film dan iklan tidak ditemukan unsur pelanggaran maka film dan iklan tersebut mendapatkan surat lulus sensor dan dapat tayang.
Seiring perkembangan dinamika perfilman dari hari makin kemari mungkin kita semua sudah tahu bahwasanya film-film luar kini cenderung lebih ekspresif maupun eksploitatif untuk memperkenalkan gaya hidup dan budayanya, contoh konten bermuatan seks bebas, LGBTQ+. Mereka juga lebih mengeksplorasi untuk menggambarkan karya-karya mereka agar se-real (nyata) mungkin dan tak jarang bermuatan unsur kekerasan dan sadisme. Terlebih dengan hadirnya media baru berupa konten-konten film melalui layanan streaming OTT (Over The Top).