Sampai saat ini topik lajur khusus sepeda sepanjang Jalan Jenderal Sudirman - MH Thamrin masih ramai diperbincangkan. Polemik berlanjut sebagaimana lajur khusus sepeda tersebut nampak dipaksakan ada dan bersinggungan dengan lajur kendaraan bermotor sehingga dikhawatirkan terjadinya kecelakaan.
Dalam beberapa tahun belakangan ini memang kawasan Sudirman-Thamrin mengalami banyak sekali perombakan. Diawali tahun 2018 lalu dimana 541 pohon sepanjang Sudirman-Thamrin guna penataan trotoar oleh Pemprov DKI. Kemudian pembatas lajur cepat-lambat ditiadakan guna bertujuan memperluas ruas jalan.
Penataan kembali diteruskan dengan mulai beroperasinya transportasi MRT di tahun 2019. Sepanjang jalan Sudirman-Thamrin pun disulap dengan konsep modern, seperti halte bus, gerbang MRT, serta Jembatan Penyeberangan Orang (JPO).
Sebagai jalur yang membentang di sentra bisnis Jakarta, orang akan mahfum bilamana area Sudirman-Thamrin seperti begitu dimanjakan ketimbang wilayah Jakarta lainnya.
Penulis sebagai warga Jakarta justru semakin kemari semakin mempertanyakan maksud tujuan penataan jalan Sudirman-Thamrin ini kiranya mau diapakan lagi?
Untuk kesekian kalinya Penulis utarakan mengapresiasi hadirnya lajur sepeda walaupun dengan segala kekurangannya. Namun saat asyik bersepeda akhir pekan, perhatian Penulis kini tertuju kepada hadirnya zebra cross guna menyeberang tepat sebelum jalan layang KH Mas Mansyur atau depan Mayapada Tower 2.
Konsep penyeberangan orang ini serupa dengan penyeberangan orang di depan Kedubes Jerman maupun di jalan MH Thamrin depan Hotel Pullman Jakarta dimana bagi pejalan kaki yang ingin menyeberang maupun menuju halte Busway kini dapat memanfaatkan zebra cross dengan menekan tombol pada lampu lintas.
Walau dari pengamatan Penulis zebra cross di depan Mayapada Tower 2 ini belum sepenuhnya beroperasi dan dilalui orang. Keberadaan zebra cross tersebut Penulis menilai kurang pas atau mengganggu mengingat begitu lebarnya ruas jalan yang musti dilalui oleh pejalan kaki serta menghambat kendaraan bermotor yang lewat.
Memang betul bahwasanya sebelum zebra cross tersebut sudah dibuatkan speed trap guna memberikan sinyal agar pengendara kendaraan bermotor memperlambat laju mereka. Akan tetapi letak zebra cross ini cukup berbahaya dilihat dari intensitas jumlah kendaraan yang lalu lalang di wilayah Sudirman (saat hari kerja).
Dalam benak Penulis, kenapa Pemprov DKI tidak membangun JPO saja guna memfasilitasi pejalan kaki untuk menyeberang maupun ke halte busway. Mengapa mereka malah membuat zebra cross yang notabene akan mengganggu. Apakah pembuatan zebra cross ini memang dibutuhkan betul? Atau sekadar ingin mengedepankan keinginan segelintir orang atau komunitas tertentu tanpa menimbang lebih dahulu.
Bahwasanya dari pengamatan Penulis setiap perencanaan tata kelola Jakarta nampaknya Pemprov DKI minim sekali melakukan kajian di lapangan maupun konsultasi kepada para pakar agar mendapatkan hasil optimal. Alhasil tata kelola yang buruk ini kerap kali membuahkan polemik yang membuat Jakarta terus menerus mengalami bongkar pasang tanpa maksud tujuan yang jelas.