Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Selamat di Pesawat

13 Januari 2021   11:07 Diperbarui: 13 Januari 2021   11:33 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Pesawat Terbang (CNNIndonesia)

Still, if you were to build a parachute system that could carry a larger plane, what would it take?

To safely bring down a big commercial airliner such as a Boeing 747 with about 500 people on board, there would have to be 21 parachutes each the size of a football field, says Popov. "It takes about a square foot (0.1sq m) of material to bring down one pound (0.5kg) of aircraft."

Untuk menurunkan pesawat terbang komersial dengan aman contoh seperti tipe Boeing 747 dengan kisaran 500 penumpang didalamnya maka perlu sekitar 21 parasut dengan ukuran sebesar lapangan bola, ujar Popov.

Sekilas diatas kutipan dan terjemahan dari artikel BBC dalam kanal Future pada Desember tahun 2013 dengan judul "Should Planes Have Parachute"?

Dengan kata lain, apa yang Penulis maksudkan ialah prihal ide maupun pembahasan mengenai upaya untuk meminimalisir jumlah korban akibat kecelakaan pada transportasi pesawat terbang dengan mengembangkan sistem parasut pada pesawat sebenarnya merupakan materi yang telah lama dipublikasi.

Berselang 7 tahun kemudian, pengaplikasian parasut pada pesawat jenis jumbo jet hingga kini belum terealisasi seiring kecelakaan pada transportasi udara ini acapkali terjadi sebagaimana yang terbaru ialah jatuhnya pesawat Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air.

Kembali kita membahas parasut pada pesawat yang mungkin bisa dibilang revolusioner jika sampai merambah jenis pesawat jenis jumbo jet. Namun mimpi akan ide revolusioner itu justru seolah terbalik dari kenyataan dimana pesawat terbang komersial generasi terbaru malah semakin besar ukurannya untuk dapat memuat banyak penumpang, sebagai contoh Airbus A380 yang mampu memuat penumpang sebanyak 500 - 800 penumpang.

Apakah dengan begitu orang-orang yang berkecimpung dalam membuat pesawat terbang tidak memikirkan keselamatan penumpang? Tentu mereka berpikir keras dengan apa yang mereka kreasikan agar pesawat laik mengangkasa.

Kiranya pertanyaan tersebut selaras dengan pertanyaan, apakah dengan terjadinya kecelakaan pada transportasi udara membuat orang enggan menggunakannya? Kiranya tidak demikian kenyataannya. Bandara tetap ramai dan terus menerus dibangun baru, pesawat terbang tetap laku, dan transportasi udara sudah menjadi pilihan utama masyarakat ketika berpergian baik dalam maupun luar negeri.

Penulis tidak anti maupun pesimistis terhadap suatu yang revolusioner, tetapi pada hakikatnya apa yang dibuat oleh manusia pasti ada batasnya sebagaimana manusia memiliki kekurangan maka apa yang dikreasikannya pun tidak seratus persen sempurna.

Sebagai gambaran saja, mobil otonom. Sebuah teknologi yang menyematkan kecerdasan buatan (AI) pada mobil selayaknya agar dapat menyetir sendiri. Faktanya, sampai saat ini teknologi ini masih terus dikembangkan seiring kecelakaan yang melibatkan teknologi transportasi yang revolusioner tersebut.

Tak perlu jauh-jauh mobil otonom, mobil pribadi dimana lingkup transportasi darat ini telah dibekali beragam fitur keselamatan, toh walau celaka tetap laku di pasaran.

Konteksnya begini, kecelakaan merupakan sesuatu yang bisa diminimalisir terjadi. Akan tetapi miskalkulasi besar kemungkinan masih dapat terjadi. Ibarat Anda menyetir mobil dengan baik kemudian seketika Anda celaka akibat ban mobil pecah tiba-tiba. Lantas apa kemudian Anda menyalahkan produsen si pembuat mobil? Apa lantas kendaraan lapis baja Tank atau Anoa harus dipasarkan ke publik?

Lebih lanjut prihal kecelakaan di dunia penerbangan sebagaimana pula di transportasi darat maupun laut, sebelum merujuk kepada kecelakaan maka tentu kiranya perlu disokong oleh beberapa aspek penunjang untuk meminimalisirnya seperti kualitas manusianya, maintenance-nya, fitur keselamatannya, sarana prasarananya, dan lain-lain.

Jika semua itu telah terpenuhi, lantas masih celaka bagaimana? Kembali Penulis ingatkan bahwa itu bukanlah koridornya manusia, segala sesuatu terjadi atas kehendakNya.

Seiring perkembangan zaman, manusia akan terus berevolusi dan belajar dari kesalahan-kesalahan terdahulu agar menjadi lebih baik. Begitupun rupa-rupa akan wujud teknologi sebagaimana ia akan dibuat untuk dapat menggapai apa yang manusia dahulu impikan, tak terkecuali prihal unsur keselamatan pada pesawat terbang. Apakah itu, kita belum tahu.

Selama kita bersama masih menunggu seperti apa wujudnya. Kiranya usahakan luangkan waktu sejenak untuk berdoa agar Allah ta'ala selalu memberikan keselamatan dimana dan kapan pun kita berada.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun