Di muka bumi pertiwi ini kiranya siapa yang tidak mengenal dua tokoh berikut, yaitu Wakil Ketua DPR RI dari Parta Gerindra Fadli Zon dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.
Kedua tokoh ini sama-sama malang melintang di ranah perpolitikan tanah air pasca era reformasi. Sepak terjang politik mereka memang tidak perlu diragukan, terbukti keduanya dapat menduduki posisi penting baik dalam partai maupun di pemerintahan.
Cukup lama luput dari media, nama kedua politikus kawakan ini kembali jadi sorotan. Setelah diketahui bahwasanya baik Fahri Hamzah dan Fadli Zon bakal menerima penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Jokowi.
Dikutip dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Jasa, dan Tanda Kehormatan, dijelaskan bahwa Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Nararya adalah bintang penghargaan sipil, setingkat di bawah Bintang Republik Indonesia.
Tanda kehormatan merupakan penghargaan negara yang diberikan oleh Presiden kepada seeseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara.
Namun penunjukan kedua politikus ini mengundang polemik. Fahri Hamzah dan Fadli Zon dinilai kurang layak dianugerahi tanda kehormatan itu karena selama ini mereka berdua dipandang hanya gemar mengkritik dan memberikan kesan pesimisme terhadap kinerja pemerintah.
Menanggapi polemik diatas, sebagai masyarakat awam Penulis pribadi sebetulnya tidak mempermasalahkan apakah duo Fahri Hamzah dan Fadli Zon ini berhak atau tidak berhak menerima penghargaan negara tersebut.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwasanya Bintang Mahaputera Nararya merupakan kewenangan selaku Presiden untuk memberikannya. Sehingga bisa dikatakan secara keseluruhan penilaian dan keputusan ada di tangan Presiden Jokowi.
Mungkin di mata sebagian pihak yang menolak Fahri Hamzah dan Fadli Zon tidak layak atas penghargaan tersebut berpikiran, "untuk apa sih Jokowi memberikannya"?Â
Tetapi kita sebagai individu perlu ingat bahwasanya selaku Presiden, Jokowi harus netral, berprilaku adil, objektif dalam menilai sesuatu hal, serta mengesampingkan intrik-intrik yang dapat mempengaruhinya.
Dalam sebuah kesempatan Presiden Jokowi pernah mengutarakan bahwa ia kangen kritik keras Fahri Hamzah. Dengan kata lain, bilamana mereka yang menolak Fahri Hamzah berikut Fadli Zon dilatarbelakangi alasan kritik keras untuk membenci mereka. Maka mungkin kritik keras Fahri Hamzah dan Fadli Zon bagi Presiden Jokowi memiliki makna yang berbeda.