Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Saktinya Djoko Tjandra Berakhir Happy Ending?

23 Juli 2020   10:06 Diperbarui: 23 Juli 2020   10:25 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Djoko Tjandra (Kompas)

Ada sebuah pepatah mengatakan "karena nila setitik, rusak susu sebelanga" yang memiliki makna hanya karena keburukan yang sedikit alhasil semuanya menjadi buruk. 

Mungkin pepatah tersebut tepat kiranya disandingkan dengan buronan kasus skandal Bank Bali Djoko Tjandra.Bagaimana tidak, seorang Djoko Tjandra yang notabene seorang DPO dapat bebas lalu lalang, merekam e-KTP, dan mendapatkan surat jalan berikut surat bebas Covid-19.

Sontak publik pun dibuat geleng-geleng kepala akan betapa saktinya sosok Djoko Tjandra ini. Apa yang dilakukan oleh Djoko Tjandra seolah memperlihatkan betapa bobroknya sistem di Indonesia akibat ulah oknum-oknum terkait.

Prihal e-KTP Djoko Tjandra yang jadi dalam waktu singkat memang bisa dibilang bukan hal yang wajar. Tetapi memang seperti itulah masalah umum terhadap instansi yang mengurusi data kependudukan yang acapkali mengistimewakan orang-orang yang punya kepentingan.

Karena apa? Karena instansi baik tingkat Kecamatan maupun Kelurahan pengawasan internalnya kurang bahkan mungkin tidak memiliki sistem pengawasan baik internal maupun tingkat atas, sehingga bisa dikatakan tidak ada yang tahu persis apa yang mereka lakukan.

Bagaimana apabila instansi dari Kecamatan maupun Kelurahan menyalahi wewenang, dalam kasus saktinya Djoko Tjandra dimana oknum bersangkutan menyalahgunakan jabatannya. Toh kesemuanya itu baru ketahuan bilamana ada yang melaporkan.

Lalu adanya keterlibatan oknum Kepolisian dalam terbitnya surat jalan dan surat bebas Covid-19 Djoko Tjandra ini memang bisa dibilang cukup mecengangkan dan sangat miris. Disebabkan ulah oknum bersangkutan maka citra institusi Polri tercoreng di mata publik.

Masyarakat pun akan berpikiran jika seorang Djoko Tjandra mampu menggerakkan oknum aparat sekaliber Brigjen untuk mengurusi segala kebutuhannya. Lantas bagaimana lagi masyarakat percaya kepada profesi selaku Polisi untuk menjalankan fungsi dan tugasnya?

Boleh jadi oknum-oknum terkait akan saktinya Djoko Tjandra ini sedang dilakukan proses penyidikan dan telah menerima sanksi penonaktifan. Namun apakah itu semua dapat menyelesaikan masalah?

Yang kiranya menjadi pekerjaan rumah (PR) besar nantinya ialah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik terhadap kinerja instansi maupun institusi tersebut. Apakah cukup masyarakat berharap mereka bekerja secara profesional? Adalah jaminan tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang yang seolah-olah melindungi orang-orang bersalah atau buronan?

Benar kiranya bahwa setiap individu yang membantu Djoko Tjandra wajib dituntut dengan pasal pidana. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah dalam upaya penegakan hukum para oknum ini apakah hukum akan berpihak memberikan sanksi yang adil, setimpal, dan tanpa pandang bulu siapa maupun apa jabatannya. Ataukah upaya penegakan hukum ini hanya sebuah drama, yang pada akhirnya publik dapat menerka bagaimana akhir ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun