Bukan Anies Baswedan namanya bilamana sosoknya tidak menjadi bahan berita utama. Musibah banjir besar yang menerjang wilayah Jakarta dan sekitarnya seolah menjadi ujian Anies sesungguhnya selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Hampir tiada henti media dan publik memborbardir Anies Baswedan yang dinilai tidak maksimal dalam upaya mengantisipasi banjir Jakarta. Kesigapannya disaat banjir tiba pun dipandang terlambat dan dikarenakan musibah telah terjadi.Â
Akan tetapi menurut Penulis, mengapa sampai media dan publik menjadikan Anies Baswedan sorotan disebabkan buah dari karakter Anies yang kerap kali berusaha mengelak dari tanggungjawabnya selaku Gubernur DKI Jakarta dengan beragam narasi.
Sebagai contoh dikutip dari laman Kompas.com, dalam suatu kesempatan Anies mengkomentari hebohnya pemberitaan banjir Jakarta ketimbang wilayah lain yang mengalami imbas banjir lebih parah.
"Kenyataannya Indonesia sedang mengalami tantangan cuaca yang luar biasa. Kalau di Jawa bagian barat, (banjir) dari mulai Lebak sampai Bekasi. Sayangnya, tidak semua dapat perhatian dalam percakapan," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (9/1/2020).
"Coba dicek berapa jembatan yang hilang di banyak tempat. Di Jakarta ini alhamdulillah, gedung hilang tidak ada, rumah longsor tidak ada, jalan rusak tidak ada, betul ya? Kantor tutup tidak ada, mal tutup tidak ada, Bundaran HI ketutup tidak ada. Itu semua tidak ada, tapi pembicaraannya tinggi," kata Anies.
"Tapi di tempat yang ada itu semua, malah tidak jadi pembicaraan," lanjutnya.
Menanggapi hal diatas menurut Penulis memang cukup memprihatinkan bagaimana sikap Anies sebagai seorang Gubernur menyingkapi musibah. Ia justru membandingkan Jakarta dengan imbas di lokasi lain yang tertimpa musibah banjir dimana jelas situasi dan kondisi satu dengan yang lain berbeda.
Entah apa yang ada dibenak seorang Anies Baswedan. Apakah mungkin ia sudah bosan memangku jabatan tertinggi di Jakarta sendirian tanpa adanya pasangan (Wakil Gubernur). Atau, apakah mungkin Anies sudah lelah dengan bully-an (penilaian negatif) media dan publik yang antipati kepadanya.
Namun menurut Penulis, apa yang media maupun publik kemukakan prihal Anies Baswedan terhadap musibah banjir Jakarta cukup beralasan dan dapat menyangkal narasi Anies bahwa banjir Jakarta di awal tahun 2020 tidak separah lokasi disekitarnya.
Hal yang pertama yaitu besarnya anggaran tahunan DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta pada tahun 2019 yaitu sekitar 80,90 triliun Rupiah. Nilai anggaran tersebut lebih tinggi ketimbang daerah lain di seluruh Indonesia dikarenakan DKI Jakarta adalah Ibukota.
Lantas pertanyaannya, dengan besar anggaran yang fantastis itu maka apa saja yang Anies lakukan guna mengantisipasi banjir Jakarta?
Hal kedua yaitu bahwa setiap kepala daerah memiliki tanggungjawab terhadap wilayahnya masing-masing. Tentu tidak elok bilamana seorang kepala daerah lebih fokus terhadap apa yang terjadi dengan wilayah yang bukan dipimpinnya.Â
Boleh jadi Anies membanggakan diri bahwa Jakarta imbas banjir tidak separah di wilayah sekitarnya. Akan tetapi pertanyaannya adalah apakah Anies turut serta berempati merasakan derita dan perihnya para korban banjir Jakarta dimana mereka kehilangan harta benda bahkan nyawa, mengungsi berhari-hari meninggalkan tempat tinggal?
Hal ketiga tentu Jakarta sebagai Ibukota. Tak sedikit yang berkata bahwa Jakarta ini kubangan air (tempat mengumpulnya air) dimana narasi tersebut selalu dijadikan alasan wajar bilamana Jakarta kerap kali kebanjiran dan pembelaan terhadap Anies Baswedan kepada mereka yang dianggap membencinya.
Entah ada apa dengan narasi itu seolah tanpa ada pembelajaran sama sekali. Turunnya musibah memang tidak bisa dicegah (diprediksi), namun sebagai manusia kita diberikan akal oleh Yang Maha Kuasa untuk berpikir dan berusaha.
Contohlah negara Jepang dimana kerap dilanda gempa tektonik karena wilayahnya berada di cincin api Pasifik. Lantas apakah warga Jepang hanya pasrah dan berdiam diri dengan kondisi yang mereka alami?
Tidak. Sebagaimana gempa seringkali melanda negaranya, warga Jepang belajar dari musibah tersebut dan berupaya berkembang dengan membuat bangunan tahan gempa. Mereka juga membangun sistem peringatan dini Tsunami bukan untuk menghentikan musibah melainkan mereka berupaya untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa sehingga semakin banyak warga terselamatkan.
Maka yang jadi pertanyaan adalah apa yang kita bersama bisa pelajari dari banjir besar yang melanda Jakarta kemarin itu? Apakah kita hanya dapat pasrah dan berdiam diri saja? Dan apa yang Anies Baswedan bisa lakukan untuk Jakarta?
Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H