Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perwakilan warga Jakarta yang menjadi korban banjir 1 Januari 2020 melalui Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta 2020 berencana akan melakukan class action kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan informasi, warga yang mendaftar untuk mengajukan gugatan akan terlebih dahulu divalidasi dan dikumpulkan sampai jangka waktu yang telah ditentukan.
Tak hanya Pemprov DKI Jakarta yang kiranya akan menghadapi gugatan warganya. Perwakilan warga Bekasi yang menjadi korban banjir dikabarkan pula berencana melakukan aksi serupa. Namun belum dipastikan kepada pihak mana gugatan itu diajukan, apakah Pemerintah Kota Bekasi ataukah turut menyertakan Pemprov Jawa Barat.
Sampai saat ini baik Pemprov DKI Jakarta maupun Pemerintah Kota Bekasi menyatakan siap dan menghormati langkah yang masyarakat lakukan sebagai bentuk hak dari warga.
Merujuk dari kabar tersebut, nampak proses class action ini akan berlangsung panjang mengingat pihak tergugat yaitu pemerintah masih fokus menangani korban banjir dan mengantisipasi banjir susulan dimana musim penghujan baru dimulai.
Jika mengacu kepada alasan dasar gugatan, maka kemungkinan faktor "kelalaian" akan menjadi fokus utama dimana pemerintah kota tidak berusaha maksimal atau melakukan upaya-upaya antisipasi terjadinya musibah banjir.
Seperti apa sajakah itu? Bisa banyak hal, semisal:
- pemerintah dinilai lalai dalam menjaga lingkungan yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan musibah banjir terjadi.
- pemerintah dinilai minim dalam upaya mengantisipasi musibah banjir seperti tidak maksimal dalam upaya normalisasi sungai, tidak maksimal menugaskan aparaturnya, tidak awas mengontrol kesiapan pompa air.
- dsb
Alasan-alasan tersebut pun harus didasari oleh fakta, bukti kuat, dan terperinci. Jika hanya berdasarkan asumsi "katanya" ataupun tidak memiliki cukup bukti maka niscaya gugatan tersebut akan ditolak oleh pengadilan.
Mencermati kata "lalai" memang identik dengan makna tidak bertanggungjawab dan bermalas-malasan. Terdengar kurang mengenakkan memang namun terkadang hal tersebut dapat disaksikan dengan mata telanjang.
Sebagai gambaran di wilayah tempat Penulis tinggal yang turut tertimpa musibah banjir walau tidak parah. Pada tanggal 1 Januari 2020 kemarin, area jalan sekitaran tempat Penulis tinggal (200 m) tergenang air dengan kondisi beragam. Ada yang sampai sebetis, ada pula yang sampai sepaha orang dewasa dalamnya. Akan tetapi setibanya siang, banjir surut perlahan hingga kering menjelang malam. Wilayah tempat Penulis tinggal pun tidak mengalami pemadaman listrik saat banjir terjadi.
Pasca banjir, tepatnya hampir seminggu. Beberapa orang Pasukan Biru atau PHL Dinas Tata Air DKI Jakarta melakukan penggalian lumpur-lumpur yang ada di selokan. Apa yang dilakukan Pasukan Biru memang baik, namun hal itu justru menjadi pertanyaan warga kemanakah mereka selama ini? Disaat pasca banjir mereka rajin bertugas, tetapi sebelum banjir keberadaan mereka seperti sulit ditemukan. Pola yang seperti ini bisa saja menjadi rujukan alasan warga menggugat pemerintah karena tidak optimal terhadap kinerja anak buahnya.