Dalam kurun beberapa bulan di tahun 2019 ini Pemprov DKI Jakarta bisa dikatakan sedang giat-giatnya berbenah dalam mengubah citra ibu kota Jakarta agar tak hanya ramah kepada pejalan kaki namun juga kepada (alat) transportasi sepeda.
Terbukti beberapa simpang area jalan di wilayah Jakarta disulap dengan diadakannya jalur khusus sepeda, seperti kawasan Thamrin, Jl. Medan Merdeka Selatan, kawasan Cikini, Jl. Pangeran Diponegoro s.d Jl. Imam Bonjol, dan lain-lain sebagainya.
Alhasil kini para pengguna kendaraan bermotor di kawasan itu pun harus rela mau berbagi dengan para pengguna transportasi sepeda.Â
Apabila pengguna kendaraan bermotor melanggar, semisal memarkir kendaraan maupun memasuki jalur sepeda maka sanksi hukum atau denda yang dikenakan tak main-main. Mulai dari sanksi penderekan kendaraan, tilang, denda maksimum Rp.500 ribu, hingga kurungan selama 2 bulan lamanya.
Apa yang Pemprov DKI Jakarta lakukan dengan diadakannya jalur khusus pengguna sepeda sejatinya patut diapresiasi, namun hal tersebut terlaksana bukan tanpa cela.
Ada beberapa pokok materi yang ingin Penulis bawakan, bahwasanya ibu kota Jakarta sebenarnya tidak ramah terhadap pengguna sepeda.
Hal yang pertama bahwa pengadaan jalur sepeda di Jakarta bisa dikatakan tanpa rujukan data yang pasti.Â
Kenapa Penulis bisa katakan demikian, pada hakikatnya dibuatnya jalur khusus sepeda lekat kepada unsur "dipaksakan" karena dibangun tidak melihat bagaimana kondisi real di ibu kota.
Kita ketahui bagaimana sumpeknya Jakarta dengan hiruk pikuk kendaraan bermotor setiap harinya dan aktivitas di Jakarta hampir tidak ada matinya, 24/7 nonstop.
Kendaraan bermotor lalu lalang baik di dalam maupun luar yang menuju Jakarta, maka tak mengherankan timbul simpul-simpul kemacetan di Jakarta dimana didukung pula beragam "faktor x" lainnya.