Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkeinginan membagi trotoar yang sudah direvitalisasi untuk pejalan kaki dan Pedagang Kaki Lima (PKL). Pemprov DKI Jakarta akan menentukan lokasi dan lebar trotoar yang bisa digunakan untuk PKL berjualan.
Tentu itikad Anies ini menuai kecaman segelintir pihak yang menolak hal tersebut.
Akan tetapi Anies bersikukuh bahwa apa yang ia rencanakan memiliki landasan hukumnya yaitu pada Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, trotoar memiliki banyak fungsi.
Dikutip dalam Pasal 13 ayat 2 Permen tersebut berbunyi, "Pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki hanya diperkenankan untuk pemanfaatan fungsi sosial dan ekologis yang berupa aktivitas bersepeda, interaksi sosial, kegiatan usaha kecil formal, aktivitas pameran di ruang terbuka, jalur hijau, dan sarana pejalan kaki."
Merujuk dengan apa yang Anies kemukakan di mana trotoar yang telah direvitalisasi tak sekadar untuk pejalan kaki tetapi dapat pula digunakan oleh PKL, hal ini tentu bertentangan dengan apa yang  pernah ia utarakan pada saat menghadiri program Indonesia Lawyers Club beberapa saat lalu.
Dalam Indonesia Lawyers Club Anies berujar "Apa alat transportasi yang hampir dimiliki setiap orang?"
Ia menjawab, "Kaki. Oleh karena itu apa yang harus dibangun pertama adalah untuk kaki".Â
Kemudian Anies menjelaskan bahwa urutan dalam gagasan "membangun transportasi" yang ia bangun nomor satu adalah pejalan kaki, kedua kendaraan bebas emisi, nomor tiga transportasi umum, dan nomor empat barulah kendaraan pribadi. Ia pula menambahkan perihal "mengapa kita membangun trotoar, karena kita konsisten dengan ide itu".
Bagi penulis, tidak mengherankan bila muncul reaksi tatkala Anies mengemukakan ide agar trotoar dapat didwifungsikan. Anies acapkali membuat standar ganda dengan apa yang ia pernah ucapkan sendiri, seperti rumah tapak yang sebenarnya rumah susun, naturalisasi kali yang sejatinya normalisasi kali, dan sebagainya.Â
Penulis berusaha mencerna apakah karena Pedagang "Kaki" Lima maka wajar bila mereka diprioritaskan dibandingkan mereka yang berkaki dua. Hehehe.
Mengacu pada kebiasaannya itu maka menjadi pertanyaan mengapa Anies keukeh soal PKL ini agar dapat ditempatkan di trotoar yang semustinya sarana tersebut dikhususkan untuk pejalan kaki ketimbang merencanakan sebuah area yang dikhususkan bagi PKL agar dapat leluasa berjualan dan tidak mengganggu objek yang lain di sekitarnya.