Sebagai Kompasianer yang malang melintang menyusuri suka duka dunia blogger, terkadang muncul rasa penasaran terhadap blog keroyokan ini. Bukan mempertanyakan akan dibawa kemana Kompasiana, melainkan konsep bisnis yang akan diterapkan guna menghadapi tantangan di era industri digital mendatang.
Mungkin bagi Kompasianer yang lain pertanyaan yang Penulis kemukakan tidak elok toh Penulis bukan siapa-siapa dan tidak ada kepentingan untuk tahu hal tersebut. Untuk itu Penulis akan berusaha menjabarkan alasan mengapa konsep bisnis ini menjadi hal penting yang sekiranya perlu disuarakan.
Berbicara mengenai 10 tahun Kompasiana maka kiranya tak perlu dijelaskan lagi betapa hebatnya blog keroyokan ini. Kompasiana ibarat sebuah pohon dimana akarnya kokoh dan rindang. Melihat pohon ini maka siapapun akan berteduh dibawahnya.Â
Dalam pemahaman seperti ini, Kompasiana yang merupakan produk dari Kompas.com bahwa memiliki resources yang sangat besar dan luas. Namun demikian selayaknya sebuah anak usaha maka sang induk menginginkan anaknya mandiri dan berdiri sendiri.Â
10 tahun adalah bukti sahih bahwa Kompasiana telah dikelola dengan baik dan sampai detik ini blog keroyokan ini dapat bertahan serta diakui eksistensinya. Kalau ibarat wanita, Kompasiana layaknya kembang desa yang menggoda hati para pemuda untuk mempersuntingnya.
Pengakuan eksistensinyalah ini yang menjadi magnet hilir mudik para blogger menulis dimari serta klien-klien yang tertarik  memakai jasanya.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi maka diprediksi kedepan geliat industri digital akan semakin marak. Mereka-mereka yang berkecimpung dalam industri ini akan berlomba-lomba menjadi raja karena informasi menjadi barang mahal yang sudah pasti orang akan banyak cari.
Sebagaimana dikatakan bahwa para produsen (barang/jasa) diprediksi dan akan terus meningkat mengalokasikan dana  mereka kepada media-media digital guna tujuan promosi atau lainnya. Maka jelas hal ini merupakan sebuah peluang besar tak terkecuali bagi Kompasiana, kenapa? Bukan hanya karena Kompasiana memiliki para Kompasianer dan Kompasiana sudah begitu dikenal, melainkan keunikan karakteristik "blogger" inilah yang menjadi pembeda Kompasiana dengan media mainstream lainnya.
Namun di sinilah permasalahan yang menurut Penulis menjadi penghambat Kompasiana untuk berkembang. Pembeda yang Kompasiana miliki ibarat barang ekslusif yang harus dibayar mahal alhasil hanya segelintir pihak yang meliriknya, sedangkan yang lain beralih haluan maupun memilih membentuk kekuatan sendiri dengan memanfaatkan "kader" Kompasiana.
Inilah yang akan menjadi pertanyaan kepada Kompasiana 10 tahun berikutnya, apakah Kompasiana akan bersikeras menjaga ekslusivitas blog keroyokan ini dan mengabaikan betapa besar peluang industri digital kedepan?Â
Kembali bukan posisi Penulis untuk menjawabnya karena Penulis hanya sebatas Kompasianer, konsep bisnis adalah makanan sehari-hari mereka yang mengelola Kompasiana.Â