Apa yang dimaksud dengan hijrah? Sebelum mengulasnya lebih dalam Penulis ingin tanyakan apakah anda mengetahui kisah yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Sa'ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu 'anhu mengenai seseorang yang telah membunuh 100 orang dan berkeinginan bertaubat hingga menimbulkan perselisihan antara malaikat rahmat dan adzab.
Bagi anda yang seorang Muslim, Penulis yakini anda pernah mendengar kisah itu ketika tiba Tahun Baru Islam dalam memperingati peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari kota Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi. Dalam kisah tersebut terkandung banyak pesan yang kita bisa dapatkan, salah satunya ialah bahwa  pintu ampunan Allah Maha Luas. Sebesar apapun dosa manusia maka Allah akan ampuni apabila manusia berkeinginan untuk bertaubat.
Merujuk pada kisah diatas ada hal yang ingin Penulis sampaikan mengenai makna dari hijrah. Hijrah dalam konotasi umum berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik. Namun makna "berpindah" ini jangan sekadar diartikan layaknya anda tamasya ke luar negeri.
Hijrah memiliki makna idiom yang sangat luas sebagaimana dikutip dari Buletin Da'wah: "Memelihara Semangat Hijrah" yaitu dari yang buruk kepada yang lebih baik, dari yang baik kepada yang lebih baik, dari kebodohan menuju berilmu, dari maksiat menuju taat, dari dosa menuju taubat, dari dusta menuju kejujuran, dari khianat menuju amanat, dan seterusnya.
Pada hakikatnya seseorang yang berniat untuk hijrah memiliki keinginan agar dirinya menjadi baik dan lebih baik lagi. Pertanyaannya adalah "bagaimana"?
Secara logika untuk mencapai sesuatu maka terlebih dahulu ada langkah-langkah yang perlu dilakukan, tak terkecuali menjadi pribadi yang "baik" maka sudah tentu ada kiat-kiat khusus.Â
Acapkali apabila menyangkut pribadi atau diri anda maka seseorang akan berpandangan kesemuanya menyangkut apa yang pribadinya lakukan dan meniadakan unsur-unsur lain disekitarnya, akan tetapi tidak berkenaan dengan hijrah. Karena hijrah untuk menjadi lebih baik maka pribadi juga perlu mengevaluasi apa yang ada disekitarnya termasuk dalam memilih teman pergaulan dan Guru.
Mungkin tak sedikit yang berpandangan sudah baik dalam memilih teman pergaulan atau telah memiliki guru yang berilmu, mengacu kepada kalimat "bergaul dengan siapa saja" seringkali menjadi batu sandungan yang berimbas kepada penilaian "tanpa pandang bulu bahwa semua manusia itu baik".Â
Pemikiran inilah yang kerap membelenggu (merasa puas diri dan tidak mau berkembang) manusia untuk menjadi baik bahkan dapat pula menjerumuskan manusia dalam kubangan keburukan.
Memilih teman pergaulan bukan berarti mengekang kepada siapa anda berteman, melainkan suatu upaya agar pribadi lebih selektif dalam memilah mana orang-orang yang "manfaat" dan mana yang tidak. Hal ini bukan sekadar untuk memuluskan niatan pribadi untuk menjadi baik tetapi juga dapat menghindarkan pribadi dari hal-hal yang buruk.
Lantas seperti apa teman yang baik itu? Ketika anda ingin menjadi baik dan lebih baik lagi maka perhatikan seksama ahlak pribadi yang anda ajak berteman dan lingkungannya. Dua poin ini menjadi penting tatkala ahlak baik seseorang tercermin dari sikap dan sifatnya baik hubungan dengan manusia maupun dengan Allah SWT.