Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tampang Bukan Segalanya

27 Agustus 2018   09:11 Diperbarui: 27 Agustus 2018   15:47 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampang Bukan Segalanya (burda.info)

"Pria yang wajahnya ganteng berpasangan dengan wanita yang wajahnya cantik, sebaliknya pria yang wajahnya biasa-biasa saja berpasangan dengan wanita yang biasa-biasa pula", benarkah demikian adanya? Ya sekilas penafsiran dari kalimat diatas terasa adil, namun hal ini justru akan mengundang polemik manakala realita tak mengatakan hal serupa dan dapat menciptakan kontroversi disebabkan sebagian pihak menolak hal tersebut.

Mengacu kepada persoalan rupa, muka, ataupun wajah memang lekat dengan persoalan jodoh, pertanyaannya siapa yang tidak menilai pasangannya dari wujud rupanya? Ada pepatah "dari mata, turun ke hati" maka hal tersebut menandakan bahwa ketertarikan seseorang didahului oleh kemampuan indera penglihatan yang menangkap wujud dari objek yang dilihatnya. Barulah dari situ timbul ketertarikan individu untuk mendekati objek yang disukainya dan menjalin hubungan.

Sekilas prihal suka menyukai atau mencari pasangan terlihat simple, akan tetapi untuk sebagian orang merasa hal ini justru nampak sulit. Mereka mohon maaf yang berwajah biasa-biasa saja justru terintimidasi oleh ketidakpedean, mereka menganggap bawah wajah rupawan merupakan elemen penting guna mendapatkan pasangan, syukur-syukur pasangan dengan wujud menarik. Alhasil disebabkan ketidakpedean inilah yang menjadikan mereka terhambat mendapatkan jodoh, bahkan meratapi nasib dengan memilih hidup melajang.

Mengacu pada bentuk ketidakpedean memang banyak ragamnya yang bisa terjadi kepada setiap individu dalam upaya menarik lawan jenisnya. Tak terkecuali ketidakpedean terjadi pula bagi mereka yang khalayak umum bisa katakan sempurna. 

Rupa wajah, bentuk badan, hingga prihal strata ekonomi, dan sebagainya bisa menyebabkan keraguan dalam diri. Alhasil timbul rasa kekhawatiran dan ketakutan terhadap kemungkinan dimusuhi, dijauhi, hingga ditolak, niatan mendekati lawan jenis sirna tatkala keberanian hanya sampai pada saling memandang dan bertegur sapa.

Lantas apa yang sebenarnya terjadi? Apakah bentuk ketidakpedean merupakan suatu bentuk dari tolak ukur seberapa besar tingkatan kemampuan manusia? Apakah bentuk ketidakpedean merupakan wujud agar manusia menginteropeksi dirinya terhadap apa yang ia ingin gapai terutama prihal jodoh?

Ya sekilas mungkin ada benarnya, akan tetapi bukan berarti segala sesuatunya tidak mustahil. Adakalanya dalam diri manusia berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik, kalaupun persoalannya jodoh maka setiap individu punya cita-cita jodohnya kelak tak hanya dewasa (sikap dan prilaku), bertanggungjawab, matang, dan sukses, melainkan pula menarik (visual) secara wujud. 

Bercita-cita tinggi boleh-boleh saja, akan tetapi individu pun harus paham betul dalam mengukur seberapa kemampuan diri pribadi. Janganlah ibarat semut yang bercita-cita tinggi bersanding dengan gajah, tetapi justru ia mati terinjak oleh gajah karena semut tak menyadari siapa dirinya.

Wajah rupawan bukanlah jaminan kebahagiaan, ketika pribadi menemukan jodoh dan merambah kehidupan berumahtangga segala sesuatu hal yang sifatnya subjektif akan sirna seiring lamanya pernikahan. 

Pribadi tak lagi mempermasalahkan bagaimana rupa jodoh, apakah ia langsing atau gemuk, dan lain-lain sebagainya, yang hanya ada dipikiran ialah bagaimana membahagiakan keluarga yang anda bersama bangun.

Tak ada salahnya mencari pasangan yang sepadan ketika yang dicita-citakan tak kunjung terealisasi. Jodoh memang manusia yang memutuskan ya atau tidaknya, namun perlu pribadi ingat bahwa jodoh merupakan kehendak Allah, Ia yang berwenang menghadirkannya kehadapan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun