Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta yang Senantiasa "Bersolek"

27 Oktober 2017   06:55 Diperbarui: 27 Oktober 2017   08:27 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta punya cerita. Jakarta sebagai kota megapolitan dimana sebagai pusat pemerintahan berikut bisnis memang tidak pernah habis untuk diceritakan. Kota besar yang telah berumur 490 tahun ini memiliki luas wilayah 7.659,02 km2 dan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa (data sensus penduduk 2016). Melihat dari sejarah perjalanannya, Jakarta memang memiliki DNA sebagai kota penting baik dari masa kerajaan Tarumanegara, kerajaan Sunda dan Jayakarta (Sunda Kelapa), Hindia Belanda (Batavia), kekaisaran Jepang, sampai pada Bangsa Indonesia merdeka.

Jakarta secara arsitektural dan tata kota merupakan warisan dari masa pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, Jakarta didesign sedemikian rupa menyerupai tempat asal mereka dimana setiap lokasi dipetak-petak secara teratur dan aliran sungai difungsikan (awal mulanya) guna sumber air bersih, sarana transportasi, sarana penanggulangan banjir, serta untuk mempermudah distribusi barang. Beberapa dari hal tersebut sekiranya dapat kita amati lewat peninggalan-peninggalan sejarah yang masih terjaga hingga sekarang.

Seiring pergantian kepemimpinan, mengacu pada sistem sentralisasi pada waktu itu maka Jakarta dibangun secara besar-besaran. Tidak lepas dari faktor-faktor sejarah yang pernah berlangsung maka wajah Jakarta pun bertransformasi, pembangunan demi pembangunan gencar dilakukan, dari kompleks perumahan, pusat niaga dan perkantoran, jalan layang, hingga gedung-gedung pencakar langit. Hal ini pun berimbas kepada tingginya tingkat urbanisasi atau perpindahan dari desa ke kota dimana para pendatang melihat Jakarta sebagai kota menjanjikan untuk mengadu nasib yang lambat laun menjadikan Jakarta dari hari ke hari kian ramai dan padat.

Sampai detik ini Jakarta masih setia bersolek atau merias dirinya. Layaknya seorang istri yang ingin membahagiakan suaminya bahwa segala sesuatu itu dilakukan bukan saja didasari tuntutan masyarakat Jakarta maupun kebutuhan semua pihak yang berinteraksi didalamnya, melainkan pula untuk memberikan solusi juga untuk meminimalisir problematika yang Jakarta alami seperti masalah banjir, kemacetan, transportasi umum, dan lain-lain sebagainya.

Beberapa pembangunan yang bisa kita amati bersama antara lain, revitalisasi sungai, simpang susun Semanggi, proyek MRT dan LRT, perbaikan trotoar, pelebaran jalan (Jl. Rasuna Said, Jl. Letjen Suprapto), serta masih banyak lainnya. Kesemua hal tersebut merupakan bentuk konsolidasi dari tanggungjawab Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah DKI Jakarta agar setiap individu yang berinteraksi di Ibukota dapat teratur dan nyaman serta dapat dinikmati semua kalangan.

Namun merunut penelaahan yang ada dibenak Penulis berpandangan bahwa segala bongkar pasang yang saat ini dilakukan nampaknya suatu hari akan sampai pada batasnya. Faktor pertumbuhan penduduk dan massivenya pembangunan hunian modern (apartemen) di Jakarta menjadi poin vital dari masalah di masa yang akan datang bilamana tidak lebih dahulu diantisipasi.

Peningkatan populasi berimbas kepada banyaknya interaksi manusia baik didalam kota maupun dari luar menuju Jakarta, anda bisa bayangkan bagaimana semakin padatnya situasi Jakarta di kemudian hari oleh kegiatan manusia maupun yang hilir mudik menggunakan kendaraan bermotor. Selain faktor penyebab dikarenakan lambatnya pembangunan di sekitar maupun di luar Jakarta yang mau tidak mau Ibukota tetap menjadi destinasi tujuan, tidak terkontrolnya jumlah kendaraan bermotor dan kian terbatasnya lahan kosong di Jakarta dikhawatirkan menjadikan Ibukota tidak dapat dimodifikasi apa-apa lagi.

Sebagai bentuk implementasi dari proses modifikasi Jakarta menyesuaikan dirinya terhadap keinginan dan harapan siapa-siapa yang berinteraksi didalamnya, bisa kita amati dan rasakan sendiri bagaimana kesemua itu perlu ditebus dengan biaya yang mahal dan waktu yang terbuang dengan percuma. Tentu hal ini menjadi gambaran penting bilamana situasi pelik yang dihadapi Jakarta di kemudian hari, bagaimana dan apalagi yang individu korbankan berikutnya?

Pada inti pokoknya dari sekian permasalahan yang ada bahwa Jakarta membutuhkan solusi jangka panjang, solusi berkelanjutan dimana mampu memberikan jawaban untuk masalah yang mungkin hadir berikutnya tetapi berikut pula solusi yang mampu dilaksanakan oleh pemimpin-pemimpin Jakarta selanjutnya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun