Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengejar Karier dan Terlambat Jodoh

31 Maret 2017   10:11 Diperbarui: 1 April 2017   06:31 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam artikel Penulis sebelumnya yaitu "Tanggung Jawab Suami dan Kewajiban Istri" sempat membahas keterkaitan antara karier dan terlambatnya jodoh, sadar maupun tidak disadari bahwa fenomena tersebut memang sudah terjadi dalam kehidupan manusia di zaman modern saat ini. Dibandingkan beberapa periode jauh kebelakang atau zaman buyut maupun kakek nenek anda, seseorang dapat menemukan jodohnya di usia belasan tahun (masa pendidikan SMP/SMA). Tetapi keadaan kini sungguhlah berbeda tatkala seseorang menemukan jodohnya di usia sudah sangat matang, dimana wanita di kisaran usia 28 s.d 30 tahun sedangkan pria di kisaran usia 35 s.d 40 tahun.

Acapkali perubahan zaman sebagai sebab musabab hal tersebut terjadi, perubahan zaman berimbas kepada perubahan pola kehidupan manusia ke arah yang lebih kompleks (rumit). Berbeda halnya dengan orang-orang terdahulu yang berpandangan menikah bukan saja menyangkut keberlangsungan hidup tetapi juga prihal menjaga kehormatan keluarga, terlambat mendapatkan jodoh dipandang sesuatu yang tidak baik terlebih bagi seorang wanita. Aspek kehidupan yang sederhana pun menjadikan momentum berkeluarga lebih sakral sehingga hubungan antara suami istri terbina harmonis hingga maut memisahkan.

Bagaimana dengan gambaran zaman sekarang? Kiranya tidak perlu Penulis jabarkan, anda-anda pastinya telah tahu. Terlambat menikah diibaratkan sudah menjadi hal yang biasa, dimana manusia yang sudah dikategorikan dewasa atau layak untuk menikah kini bebas mengambil keputusan sesuai kehendaknya walau kita tahu tak semuanya seperti itu. Kemudian fenomena kawin-cerai yang dilandasi problematika internal keluarga seiring waktu terus bergulir, alhasil fenomena tersebut secara tidak langsung menimbulkan momok menakutkan atau pantangan ketika seseorang dihadapkan dalam halnya berumahtangga.

Sadar ataupun tidak disadari mengubah pandangan akan pernikahan dimana mayoritas menyatakan pernikahan yang langgeng tidak hanya dilandasi perasaan suka sama suka antara dua insan dan keinginan berumahtangga, lebih dari itu faktor kemapanan (materi), kedewasaan, komitmen, serta faktor kecocokan yang jadi biang keladi mengapa begitu sulitnya mendapatkan jodoh sesuai keinginan. Bergonta ganti pasangan untuk mencari pasangan hidup yang tepat hanya menguras waktu, umur yang kian bertambah seiring fisik turut berubah menjadikan kesempatan menemukan jodoh semakin kecil (dalam batasan nalar manusia).

Lalu dimana keterkaitan karier dan terlambatnya jodoh dalam hal ini? Seperti kita ketahui bersama bahwa dunia kerja menjunjung profesionalitas individu, faktor penunjang untuk mencapai kesuksesan sesegera mungkin salah satunya umur yang relatif muda dimana fisik masih gagah, wajah rupawan, otak cemerlang, serta motivasi pribadi yang sedang tinggi-tingginya. Percaya tidak percaya, hal tersebut menimbulkan keengganan untuk segera menikah baik kaum pria maupun wanita.

Ada transformasi pola pikir ketika seseorang masih mengecap dunia pendidikan masuk ke dunia kerja, realita kehidupan yang jauh lebih luas menjadikan pandangan bahwa materi merupakan satu-satunya cara untuk menggapai kebahagiaan tatkala malah mendorong kecenderungan pribadi hanya untuk bersenang-senang dan lupa untuk segera menikah. Alhasil komitmen dalam hubungan yang sedang terjalin tak urung terbentuk, pasangan dinilai tidak memenuhi ekspektasi, opsi diluar sana bahwa calon jodoh sedang mengantri, dan fokus untuk berkerja dan terus bekerja sampai jodoh benar-benar ditemui. Bahkan tak jarang tumbuh kesalahpahaman pemikiran dari individu yang tenggelam pada kariernya bahwa berkeluarga lebih kepada penghambat untuk menggapai kesuksesan.

Ya itulah konsekuensi bagi mereka yang lebih mengedepankan karier, bukan berarti keinginan mereka untuk menikah tidak ada melainkan redup dipengaruhi oleh aktivitas kesibukan sehari-harinya. Kiranya sedikit penjelasan Penulis prihal karier dan terlambatnya jodoh, Penulis kembalikan kesemua keputusan kepada masing-masing individu. Tidak ada yang salah mengejar karier, hanya saja perlu anda ketahui bahwa hidup bukan cuma untuk bekerja saja. Jodoh itu mengenai hubungan manusia dengan manusia, bukan dengan tumpukan pekerjaan yang tiada habisnya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun