Seketika media dan publik di Indonesia dihebohkan oleh fenomena Taat Pribadi dengan kilah dapat menggandakan uang. Dapat dimaklumi kiranya, mungkin saja mereka sedang bosan dengan alotnya persidangan kasus "Kopi Bersianida" dan kasus "Korupsi" yang tak kunjung selesai. Alhasil Taat Pribadi yang katanya memiliki kemampuan "mistis" menggandakan uang serta padepokan dengan beribu-ribu pengikutnya menjadi sorotan, publik seperti sedang menanti akhir dari penelusuran kasus konyol ini.
Lalu pertanyaan terbesarnya, benarkah Taat Pribadi memiliki kemampuan itu dan mengapa banyak orang terjerumus dan percaya? Mengenai kasus ini singkatnya Penulis berpendapat bahwa tidak ada istilah kemampuan manusia dapat menggandakan uang, secara nalar apalagi jika menyangkut keyakinan maka perbuatan ini sama dengan menyekutukan Allah Yang Maha Kuasa.
Logis saja, apabila Penulis memiliki kemampuan menggandakan uang sekiranya hidup Penulis tidak akan dikhawatirkan mengalami kekurangan, semua dapat dibeli dan bahkan didaulat menjadi manusia terkaya di muka bumi. Kemudian apabila Penulis memiliki kemampuan tersebut maka untuk apa pula dieksploitasi secara luas dengan menyuruh orang lain menaruh sejumlah uang dan embel-embel menjadikannya berkali-kali lipat? Apakah Penulis bergerak dalam bidang investasi, jangan-jangan investasi "bodong". Apakah ada pihak yang memberikan jaminan uang dapat kembali layaknya Lembaga Penjamin Simpanan? Tidak.
Konsen utama akan begitu fenomenalnya Taat Pribadi ini lebih kepada eksploitasi media dan sifat serakah dalam diri manusia. Di era teknologi dimana informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat, eksploitasi melalui media dapat begitu mudahnya mempengaruhi individu-individu. Sekilas mungkin diawal mulanya eksploitasi kemampuan "mistis" Taat Pribadi hanya dari mulut ke mulut dan lambat laun kian meluas berbekal rekaman video guna memperdaya mangsanya. Uang-uang para korban yang terkumpul dijadikan alat dan modal tipu daya yang lebih dahsyat lagi serta bagi-bagi "jatah" para kroni-nya yang berdiri dibelakangnya yang akan membenarkan dan membelanya.
Sifat serakah pada diri manusia pun turut andil dalam fenomena Taat Pribadi, sebagaimana iming-iming menjadikan uang yang disetor berkali-kali lipat sungguh menggiurkan dan membuat pribadi gelap mata. Gambaran limpahan uang yang mustahil diterima membuat pribadi rela menanti hanya berbekal janji manis belaka, setia menunggu tanpa memikirkan kehidupan yang musti dijalani dan tanggungjawab yang telah ditinggalkan.
Kalau anda-anda ingin menggandakan uang tak perlu ke Taat Pribadi, Penulis kasih tahu cara mudahnya. Anda cukup punya uang nominal Rp.100 ribu kemudian belanjakan sesuatu barang ke warung ataupun mini market, niscaya uang anda akan menjadi recehan kembalian. Kesimpulannya tidak ada hasil instant tanpa adanya usaha, rezeki mutlak Allah yang mengatur dan manusia hanya perantara.
Di akhir artikel ini pun Penulis menyoroti media yang terlalu menggembar-gemborkan kasus Taat Pribadi agar fokus kepada berlangsungnya penyelidikan pihak berwajib hingga tuntas, jangan mengekploitasi kasus ini tanpa memikirkan ada tidaknya manfaat bagi publik. Sebagai penutup bahwa "sebanyak apapun harta manusia tidak akan mampu memenuhi hidup yang singkat ini", semoga ada hikmah yang bisa dapat kita bersama ambil darinya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H