Masih lekat di ingatan kita semua akan kasus prostitusi kalangan atas yang menghebohkan dimana beberapa nama artis panggung hiburan Indonesia terjerembab kedalamnya. Singkat kata tindak lanjut pengungkapan kasus tersebut terhenti, baik artis-artis lain yang terlibat dalam bisnis prostitusi kalangan atas tidak dikembangkan dan niatan menelusuri siapa-siapa golongan berduid sebagai penggunanya pun tidak ada kabarnya lagi. Namun anda jangan berpikiran bahwa kinerja Polisi mengungkap bisnis prostitusi selesai sampai disitu karena ada beberapa kasus yang Polisi ungkap akhir-akhir ini yaitu prostitusi berkedok menawarkan jasa talent SPG (Sales Promotion Girl) dan kabar mengejutkan akan prostitusi anak yang ditawarkan kepada kaum gay.
Prostitusi atau pelacuran atau dijabarkan sebagai penjualan jasa seksual merupakan sesuatu yang dilarang (ilegal) di Indonesia, akan tetapi daya tarik "mudahnya menghasilkan uang" melalui bisnis haram tersebut menjadikan sebagian kalangan mencoba peruntungan alih-alih jangan sampai ketahuan. Selain itu maraknya bisnis prostitusi juga didorong lemahnya penegakan hukum di Indonesia dimana tumbuh anggapan hukum bisa dibeli, sanksi hukum hanya berlaku kepada mucikari tetapi penjaja seks selaku korban perdagangan manusia hanya dikenai pembinaan. Sangat disayangkan acap kali problematika bisnis prostitusi berlanjut dikarenakan faktor ekonomi yaitu kemiskinan.
Baik prostitusi kelas atas maupun bawah pada intinya sama yaitu mencari uang, hanya saja yang membedakannya adalah besarannya. Dikarenakan keuntungan dari bisnis ini menggiurkan tak sedikit pihak-pihak memanfaatkan kemajuan teknologi melalui media online sebagai ajang memperluas promosi dan memudahkan proses transaksi.
Lalu apakah dipilihnya media online sebagai sarana yang paling aman bagi pelaku bisnis prostitusi? Tidak sebagaimana media online mudah diakses dan menjangkau sangat luas tidak tertutup resiko besar dibelakangnya, bisnis prostitusi melalui media online ibarat bisnis kucing-kucingan.
Kembali kepada ilmu ekonomi dimana ada penjual maka ada pembeli, maraknya bisnis prostitusi ditenggarai oleh banyaknya demand (permintaan). Munculnya prostitusi anak tidak menutup kemungkinan besarnya pangsa pasar yang menghendakinya, para penggunanya tidak hanya berkisar pada kaum gay tetapi mereka selaku pedofilia.
Oleh karena itu pengusutan tuntas akan kasus prostitusi anak wajib dilakukan, bukan saja menguak siapa-siapa yang terlibat tetapi juga memburu para penggunanya. Diharapkan profesionalitas pihak berwenang dan kerjasama siapapun pihak yang memiliki informasi agar kasus ini dapat segera dituntaskan hingga akar-akarnya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H