Setidaknya Penulis mencatat ada dua hal yang menjadi perhatian publik belum lama ini, yaitu prihal reshuffle kabinet jilid 2 dan dugaan menteri yang berkewarganegaraan ganda. Disini Penulis bukan bermaksud ikut campur sebagaimana status sebagai rakyat jelata hanya bisa berpendapat mengenai apa yang telah terjadi menanggapi kedua hal tersebut diatas.
Mari kita menoleh kebelakang sejenak bahwa rumor prihal reshuffle kabinet jilid 2 telah berhembus jauh-jauh hari sebelumnya, ketika itu entah kabar "burung" darimana media lokal begitu gencar-gencarnya memberitakan hal ini dan publik pun larut dalam euforia siapa-siapa menteri yang layak didepak namun beberapa kali pula rumor tersebut terbantahkan hingga pada akhirnya.
Bagai pepatah pucuk dicinta ulam tiba reshuffle kabinet jilid 2 yang ditunggu-tunggu terwujud pada akhir bulan Juli kemarin, total 12 Menteri dan kepala BKPM digantikan dan alihposisikan serta mereka diperkenalkan kepada publik. Media dan publik pun begitu antusias penuh harapan tetapi tak sedikit pula yang merasa kehilangan disebabkan idola mereka tergantikan.Â
Reshuffle kabinet jilid 2 tidak lepas dari polemik pro kontra juga disertai adanya perubahan atmosfer politik dimana partai-partai yang tadinya berseberangan beralih menjadi aliansi kepemerintahan. Apa yang perlu dicatat disini adalah pemberhentian maupun pengangkatan menteri merupakan hak prerogatif Presiden dan tentunya telah melalui prosedural dan pertimbangan yang matang serta demi kemaslahatan bangsa Indonesia.
Kiranya dalam hitungan ±20 hari semenjak reshuffle kabinet jilid 2 terlaksana, setelah kehebohan rencana "full day school" mereda kini publik kembali dihebohkan mengenai menteri yang memiliki kewarganegaraan ganda. Stop! Penulis ingatkan bahwa kita bersama ketahui prihal diatas telah terselesaikan, tinggal mengamati bagaimana langkah pemerintah kedepannya.
 Disini Penulis berpandangan bahwa Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia yang begitu banyaknya dan kompeten, terlepas apakah WNI maupun berkewarganegaraan ganda bahwa keduanya sama-sama dapat didayagunakan tanpa harus ada embel-embel "menteri" sekalipun dan walau sudah tidak menjadi "menteri" perlu kita semua ingat hidup mereka takkan susah berbeda halnya dengan Penulis maupun anda-anda yang masih perlu memikirkan makan untuk hari ini dan besok.
Pertanyaannya sekarang, apa yang anda-anda dapat ambil dari kejadian diatas? Singkatnya sadar ataupun tidak disadari pemerintah sekiranya lebih perhatian lagi bahwa sepak terjangnya begitu disorot baik dari pucuk kekuasaan sampai ke para pembantunya (menteri). Terlepas dari "survey" tingginya kepuasan publik terhadap kinerja kepemerintahan maka ada baiknya jangan jumawa karena bisa jadi batu sandungan. Fokus bersama dalam membangun bangsa, bekerjalah secara profesional, benahi apa yang kurang, dan minimalisir membuat polemik kehadapan publik, sebagaimana publik mendambakan Indonesia yang lebih baik bukannya dagelan elit-elit politik berebut kekuasaan.
Dibalik ini semua ketahuilah bahwa segala bentuk sorotan merupakan bentuk begitu besarnya harapan publik kepada pemerintahan sekarang dan upaya publik dalam mengawasi dan menuntun pemerintah. Jangan rasa percaya yang telah terbentuk menjadi kekecewaan, kekecewaan yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H